Pandemi dan Digitalisasi
Dunia saat ini sudah memasuki era revolusi 4.0, bahkan sebagian sudah mengarah pada revolusi 5.0. Ditengah kita bersiap-siap memasuki era digitalisasi, pandemi saat ini mempercepat kita mengarah ke sana. Dengan keterbatasan interaksi fisik, kita akhirnya dipaksa untuk berinteraksi lewat dunia maya. Seakan tidak peduli dengan kondisi pembangunan teknologi informasi dan kesenjangan yang ada, kita diharuskan untuk mampu mengadopsinya. Sejauh mana kesiapan kita menghadapinya?
Penulis : Ni Putu Widyati Listyari
Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik Kota Denpasar
Kesiapan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat dilihat dari indeks pembangunan TIK (IP-TIK). Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) merupakan suatu ukuran standar yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK suatu wilayah pada suatu waktu. Selain itu, IP-TIK dapat mengukur kesenjangan digital serta menginformasikan potensi dalam rangka pembangunan TIK. Saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan penghitungan IP-TIK pada tingkat nasional maupun provinsi. IP-TIK ini mengacu pada metodologi dari International Telecomunication Union (ITU) tahun 2016 yang dikenal dengan ICT Development Index (IDI). Pada tahun 2017 ITU pernah merilis ranking IDI yang menempatkan Indonesia pada ranking 111 dari 176 negara, jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, bahkan di bawah Vietnam yang berada pada posisi 108. Hal ini kiranya tidak lepas dari kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang luas dengan kondisi geografis yang beragam. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar ke-4 di dunia. Jumlah penduduk yang besar ini tidak dibarengi dengan kualitasnya, yang terlihat dari rangking Indeks Pembangunan Manusianya (Human Development Index) yang pada tahun 2020 berdasarkan Human Development Report dari UNDP berada di posisi 107.
Namun demikian pembangunan teknologi terus digencarkan. Percepatan pembangunan digital diinisiasi melalui Gerakan Nasional Literasi Digital yang digelar secara besar-besaran pada 2021. Hal ini juga didukung dengan akselerasi pembangunan infrastruktur digital melalui pembangunan ratusan BTS, jaringan internet desa, serta jaringan backbone Palapa Ring. Hal ini merupakan bagian dari Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024 yang berfokus pada percepatan infrastruktur untuk memperluas akses masyarakat terhadap internet, mendorong adopsi teknologi serta peningkatan talenta digital dan menyusun regulasi pendukung yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat digital.
Dengan adanya pandemi seperti saat ini pembangunan digital nampaknya mengalami percepatan khususnya dari sisi penggunaanya. Siap tidak siap, kondisi pandemi memaksa kita semua untuk mengadopsi teknologi. Secara kasat mata hal ini bisa dilihat dari meningkatnya penggunaan internet dan berbagai platform daring dalam beberapa kegiatan seperti pertemuan, pembelajaran, perdagangan dan sebagainya. Dari sisi data, kondisi ini dipertegas dengan peningkatan indeks penyusun IP-TIK pada tahun 2020. Dari tiga komponen penyusun IP-TIK (akses dan infrastruktur, penggunaan, keahlian), sub indeks penggunaan mengalami peningkatan paling tinggi dengan pertumbuhan sebesar 10,10 persen. Secara keseluruhan Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) Indonesia tumbuh sebesar 5,08 persen, dari 5,32 pada tahun 2019 menjadi 5,59 di 2020 pada skala 0 - 10. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan IP-TIK tertinggi dengan indeks sebesar 7,46 sementara Papua merupakan provinsi dengan IP-TIK terendah dengan indeks sebesar 3,35. Dengan kata lain tercatat ada kesenjangan pembangunan TIK sebesar 4,11 point, meningkat dibanding tahun 2019 lalu yang kesenjangannya 3,98.
Dari sisi pembangunan TIK, Bali bisa dikatakan lebih baik dibanding daerah lainnya. IP-TIK Bali berada pada kategori sedang dengan indeks pada tahun 2019 tercatat sebesar 6,23. IP-TIK Bali menempati posisi tertinggi ke-5 setelah DKI Jakarta, Yogyakarta, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Memasuki masa pandemi pada tahun 2020, IP-TIK Bali meningkat paling tinggi. IP-TIK Bali tercatat berada pada peringkat ke-3 dengan raihan indeks sebesar 6,57 atau meningkat sebesar 0,34 point dibanding tahun 2019. Indeks ini terpaut hampir satu poin dibanding IP-TIK Nasional yang pada tahun 2020 tercatat sebesar 5,59.
Dari IP-TIK ini bisa dikatakan kesiapan Provinsi Bali untuk memasuki era digitalisasi dan kemampuan mengadopsi TIK saat pandemi ini relatif lebih baik dibanding sebagian besar wilayah di Indonesia. Namun demikian, seperti halnya ditingkat nasional, kesenjangan pembangunan TIK juga masih menjadi masalah. Meskipun indeks pembangunan TIK pada tingkat Kabupaten/Kota belum tersedia, kesenjangan pembangunan TIK dapat dilihat dari beberapa indikator-indikator penyusunnya, seperti akses dan infrastruktur, penggunaan dan keahlian. Pada tahun 2020 di Provinsi Bali, persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang mengakses internet dalam 3 bulan terakhir tercatat sebesar 61,06 persen. Persentase ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2019 yang tercatat hanya mencapai mencapai 54,08 persen. Secara kasat mata hal ini bisa kita lihat dari besarnya penggunaan internet untuk mendukung distance working dan distance learning akibat pembatasan kegiatan masyarakat. Selain itu, internet juga dijadikan sebagai jembatan silahturahmi dikala interaksi fisik dibatasi baik melalui Whatsapp, Twitter, Facebook dan Instagram. Bahkan aplikasi TikTok hingga game online pun semakin digandrungi untuk melepas penat dan kebosanan ketika terjadi pembatasan kegiatan masyarakat. Terlebih infrastruktur internet di desa saat ini didukung dengan adanya jaringan WiFi gratis yang tersedia di balai desa (balai banjar).
Meskipun secara umum wilayah Provinsi Bali tercover oleh jaringan telekomunikasi bahkan hingga jaringan 5G, bebarapa kabupaten masih menyisakan wilayah-wilayah yang masih terkendala jaringan internet, terutama disebabkan oleh topografi wilayah yang beragam. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam menyediakan akses internet bagi seluruh penduduk di Bali. Penggunaan internet untuk daerah-daerah dengan wilayah yang luas dan sulit cenderung lebih rendah dibanding daerah perkotaan. Kesenjangan penggunaan internet di Bali bisa dikatakan cukup tinggi. Pada tahun 2020, persentase penduduk 5 tahun ke atas yang mengakses internet di Kota Denpasar tercatat sebesar 81,55 persen. Sementara penduduk pada kelompok umur yang sama di Kabupaten Karangasem tercatat hanya sebesar 40,38 persen. Hal yang sama juga terjadi untuk kabupaten-kabupaten yang memiliki topografi sulit, sehingga tidak terjangkau sinyal internet seperti Kabupaten Bangli dan Kabupaten Buleleng. Persentase penduduk yang mengakses internet pada 2 kabupaten ini juga tercatat masih di bawah 50 persen.
Selain kondisi geografis yang berdampak pada tersedianya jaringan komunikasi/internet, kesiapan masyarakat juga berpengaruh dalam pemanfaatan internet. Kesiapan masyarakat untuk memanfaatkan internet secara optimal tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat. Oleh karena itu, dalam sub indikator penyusunan indeks pembangunan TIK, keahlian menjadi salah satu unsur yang diperhitungkan. Salah satu indikator yang digunakan untuk sub indikator keahlian adalah rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah juga menjadi salah satu indikator penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) jadi bisa dikatakan ketimpangan pembangunan manusia juga menjadi salah satu penyebab ketimpangan pembangunan TIK.
Dari provinsi-provinsi yang tercatat memiliki indeks pembangunan TIK tertinggi, juga merupakan provinsi-provinsi yang memiliki IPM yang tinggi pula. Jadi bisa dikatakan ketimpangan pembangunan manusia terkait erat dengan ketimpangan pembangunan TIK. Di Provinsi Bali, pada tahun 2020, IPM tertinggi tercatat di Kota Denpasar dengan indeks sebesar 83,93, sementara indeks terendah ada di Kabupaten Karangasem, tercatat sebesar 67,34. Dari sisi pendidikan, pada indikator penyusun IPM, ketimpangan tinggi tercatat pada rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah di Kota Denpasar tercatat sebagai yang tertinggi dengan rata-rata lama sekolah mencapai 11,47 tahun sementara di Kabupaten Karangasem hanya sebesar 6,32 tahun atau rata-rata penduduk 25 tahun ke atas di Kabupaten Karangasem hanya tamat sekolah dasar. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab rendahnya penggunaan internet di Kabupaten Karangasem dibanding kabupaten lainnya.
Di satu sisi pandemi mendorong proses digitalisasi dengan peningkatan penggunaan internet, di sisi lain pandemi berdampak pada perlambatan laju IPM dihampir semua wilayah termasuk Kabupaten/Kota di Bali. Perlu disadari bahwa ada keterkaitan erat antara pembangunan TIK dengan pembangunan manusia. Oleh karena itu pesatnya pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi seyogyanya dibarengi dengan pembangunan manusianya agar siap memanfaatkannya. Terlebih tekanan pandemi saat ini berdampak cukup kuat pada perkembangan Indeks Pembangunan Manusia, baik dari sisi kesejahteraan yang diukur dari pendapatan, sisi pendidikan dari rata-rata dan harapan lama sekolah dan dari usia harapan hidup.
Mau tidak mau, suka tidak suka, kita akhirnya harus menerima bahwa digitalisasi menjadi suatu keniscayaan. Oleh karena itu kita harus siap menghadapinya. Namun perlu disadari, masih banyak pekerjaan besar yang perlu dilakukan dalam pembangunan TIK. Terlebih pandemi saat ini belum menunjukaan akhirnya, pembangunan manusia harus terus dijaga untuk menjaga kualitas bangsa. Dengan pembangunan manusia yang merata langsung tidak langsung akan mengurangi ketimpangan pembangunan TIK disamping tentunya melalui peningkatan akses dan pengembangan infrastruktur.*
1
Komentar