Kolaborasi Tila Kencana Hadirkan Nuansa Baru
DENPASAR, NusaBali
Komunitas Seni Usadhi Langu ISI Denpasar menyajikan garapan yang tak biasa dalam mengisi kegiatan Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III Tahun 2021, di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar, Selasa (2/11).
Abstraksi musikal, gerak, vokal, dan visual menyatu, terkolaborasi, dan tergambar dalam sebuah garapan kontemporer yang berjudul 'Tila Kencana'.
Pesan merawat pohon-pohon kehidupan tersirat dan ditangkap maknanya oleh penonton dalam garapan tersebut. Secara garis besar, Tila Kencana menceritakan sebuah bibit emas di Kerajaan Taru. Namun Manu yang hidup di kerajaan tersebut tidak menyadari bahwa Tila Kencana bukanlah merupakan bibit emas yang dapat membuatnya menjadi kaya, tapi bibit yang harus ditanam untuk menjaga keseimbangan dan harmonisasi kehidupan bumi.
Akhirnya, Ratu Taru memberikan penjelasan kepada Manu atas kekeliruan perbuatannya dan meminta Manu merenungi perbuatannya itu. Karya ini menyampaikan pesan bahwa hutan penting dirawat keberadaannya guna menjaga keseimbangan dan keharmonisan kehidupan di bumi. Tila Kencana ini diangkat terkait bagaimana kita menyikapi fenomena alam dan lingkungan, yang saat ini ada oknum manusia yang terlalu serakah untuk menguasai alam. “Fenomena itu kami kritisi lewat seni. Tila Kencana atau bibit emas ini akan menjadi tumbuhan yang akan mampu menyeimbangkan alam,” ujar Wakil Rektor III ISI Denpasar sekaligus Penanggung Jawab Komunitas Seni Usadhi Langu, Dr I Komang Sudirga, di sela pementasan.
Dalam pementasan ini dipadukan seni monolog, musik modern, karawitan, tari, dan bahkan menyelipkan vokal seriosa. Pementasan diawali dengan monolog diiringi dengan gesekan contrabass. Cerita pun mengalir ditandai dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman, dan kemudian munculnya bibit emas. Penata musik garapan Tila Kencana, Dr I Wayan Sudirana menjelaskan, keseluruhan garapan ini menggabungkan musikal, gerak, vokal, dan visual. Berbagai instrumen musik modern serta synthesizer (electronic music) dikolaborasikan. “Untuk menggambarkan perkotaan dan kemajuan zaman direspon dengan perpaduan musik elektronik dan multimedia yang ditampilkan di layar yang tidak biasa,” katanya.
Kemudian di bagian selanjutnya, dikolaborasikan gerak tari modern dipadukan dengan yoga dan pantomim dengan diiringi counterpoint dari biolin yang dipadukan dengan gamelan Bali. “Tidak semua gamelan Bali masuk dalam garapan ini, karena kami masukkan beberapa unsur gamelan yang bisa menyatu dengan counterpoint itu,” ungkap Sudirana.
Pada bagian gerombolan manusia serakah, para penari disimbolkan dengan gaya seperti robot tanpa perasaan diiringi dengan musik yang tegas dan mengintimidasi. Sedangkan pada bagian ibu pertiwi datang memberikan kehidupan pada si bibit emas, dimunculkan garapan style opera dipadukan vokal seriosa dan iringan combo band. “Ini tidak biasa. Kalau seriosa itu biasanya dengan instrumen klasik. Tapi ini dengan combo band,” terangnya.
Sudirana yang juga ditemani penata tari Ida Ayu Wayan Arya Satyani menambahkan, butuh waktu yang cukup lama bagi mereka untuk latihan garapan yang tidak biasa tersebut. Bahkan untuk memaksimalkan latihan, mereka membagi setiap babak dengan latihan sendiri-sendiri. “Latihannya kami bagi-bagi, supaya mempercepat. Jadi per babak itu kami diskusikan dulu. Setelah ketemu kerangka besarnya, kita pecah per sektoral. Untuk musik latihan sendiri, begitu juga pemain gamelan dan tarinya. Sekitar seminggu lalu baru kami gabung semua untuk memantapkan,” tandas Sudirana.
Ketua Komunitas Seni Usadhi Langu, Dr Ni Made Arshiniwati, menjelaskan, pementasan ini melibatkan lebih dari 75 orang seniman yang terdiri dari seniman karawitan, tari, pedalangan, televisi dan film, musik, teater, dan seni lainnya. “Alasan kami menggandeng berbagai untuk seni membentuk komunitas ini karena di masa pandemi mengajarkan bahwa untuk seni di masa depan, kolaborasi menjadi sesuatu yang urgent,” kata Arshiniwati. *ind
1
Komentar