Ritual Sembelih Sapi Liar Puncaki Usaba Kawulu
Ritual sembelih sapi yang lebih dulu dilepas liar, lalu diburu berama-ramai, tandai puncak upacara Usaba Kawulu di Pura Patokan, Desa Pakraman Asak, Kecamatan Karangasem pada Buda Paing Landep, Rabu (1/2).
AMLAPURA, NusaBali
Ritual ini dilakukan para teruna (perjaka) Desa Pakraman Asak, yang masing-masing menikam sapi jantan hitam sebagai kurban dengan senjata golok.
Ritual melepas liar, kemudiuan memburu, dan sembelih sapi jantan hitam saat puncak upacara Usaba Kawulu, Rabu kemarin, diikuti 135 orang teruna desa. Mereka semua mengenakan seragam ikat pinggang poleng, saput putih, kain hitam, tanpa busana atasan, dan dengan senjata golok dengan panjang 50 sm. Mereka dikoordinasikan oleh empat Kelian Teruna Desa Pakraman Asak: Jro Agus Eriawan, I Ketut Udiantara, Jro Agus Su-wirta, dan I Nengah Suadita.
Prosesi diawali dengan melakukan persembahyangan bersama yang diikuti seluruh 135 teruna desa di Pura Patokan, Desa Pakraman Asak yang dipuput Jro Mangku Desa, Rabu pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Habis sembahyang, para teruna desa angkat sumpah.
Selanjutnya, Bendesa Pakraman Asak, Jro Ketut Suta, memberi arahan agar para teruna desa tetap mentaati ketentuan awig-awig yang berlaku. Di antaranya, selama memburu sapi jantan hitam untuk kurban, mereka dilarang menikamkan golok selama sapi masih berada di pusat desa. Saat itu pula dibeberkan kembali batas-batas desa, di mana batas di sisi selatan adalah Puskesmas Pembantu Asak, batas bagian utara SD Negeri 1 Pertima, batas bagian barat irigasi, dan batas bagian timur adalah jalan.
Jika ketentuan awig dilanggar, para teruna desa kena sanksi denda. Rinciannya, jika menikam kurban sapi jantan semasih berada di wilayah pusat desa, didenda Rp 185.000. Menikam sapi jantan di wilayah Pura Patokan, didenda sebesar 50 persen dari harga sapi. Menikam sapi jantan di jaba Pura Patokan, didenda Rp 350.000. Jika pegang telusuk sapi, didensa Rp 100.000.
Sebaliknya, jika pegang ekor sapi, didenda Rp 300.000. Jika menikam ekor sapi, didenda Rp 350.000. Jika menikam kepala sapi, dendanya 50 persen dari harga sapi. Perlu dicatat, harga sapi jantan hitam untuk kurban upacara Usaba Sumbu kali ini mencapai Rp 18,5 juta. Bagi teruna desa yang merasa menikam sapi di wilayah Pusat Desa Pakraman Asak, mereka wajib melapor untuk bayar denda. Sebab, sebelumnya mereka telah disumpah untuk itu.
Setelah mendapat pewarah dari Bendesa Pakraman Asak, para teruna desa berjumlah 135 orang langsung keluar ke jalan raya sambil mengacung-acungkan senjata golok panjang 50 cm. Di sepanjang jalan Desa Pakraman Asak, para teruna desa berjaga-jaga. Bila sapi jantan hitam yang dilepas liar melintas di sana, maka akan langsung ditikam.
Sementara, sapi jantan hitam untuk kurban Usaba Kawulu lebih dulu diupacarai di Pura Patokan, sebelum dilepas liar. Sapi jantan hitam ini dihias dengan kain merah putih hitam, sementara kedua tanduknya pun dihias warna merah-putih-hitam sebagai lambang Tri Murti.
Ternyata, begitu sapi jantan hitam dilepas dari Pura Patokan setelah diupacarai, banyak teruna desa yang terkecoh. Dikira sapi jantan hitam akan bergerak mengikuti jalan raya ke arah selatan, ternyata hewan kurban ukuran besar ini justru menyeruduk pemedek yang berdiri di jaba Pura Puseh, Desa Pakraman Asal. Dari situ, sapi jantan masuk gang, terus lari menuju lahan sawah milik Pauman Banjar Asak Kangin, sejauh 400 meter ke arah barat daya dari pusat Desa Pakraman Asak.
Meski demikian, puluhan teruna desa masih sempat menikam sapi jantan hitam ini menggunakan senjata golok. Selanjutnya, seluruh teruna desa lainnya langsung bersama-sama ikut mengejar sapi jantan hitam yang terjebak lumpur di areal sawah. Para teruna desa berjumlah 135 orang pun beramai-ramai menikamkan senjata golok ke tubuh sapi jantan, dengan sasaran bagian punggung, perut, dan dada.
Selama proses menikam sapi jantan hitam beramai-ramai, 17 pecalang berjaga-jaga di setiap sudut desa, dikoordinasikan langsung ketuanya, I Nengah Winata. Kemudian, sapi jantan hitam yang telah mati disembelih para teruna desa beramai-ramai, selanjutnya dibawa ke Bale Desa untuk diolah sebagai pelengkap banten bayang-bayang (sejenis pacaruan).
Upacara Usaba Kawulu yang ditandai semblih sapi jantan hitam beramai-ramai ini sendiri digelar Desa Pakraman Asak setahun sekali pada Sasih Kawulu (bulan kedelapan sistem penanggalan Bali). Upncak Usaba Sumbu slalu dilaksanakan 5 hari setelah Tilem Kapitu (bulan mati Sasih Kapitu).
Menurut Bendesa Pakraman Asak, Jro Ketut Suta, pelaksanaan Usaba Kawulu me-rupakan tugas teruna desa. “Kami sebagai Bendesa sifatnya hanya mengarahkan dan memantau jalannya upacara,” jelas Bendesa Jro Ketut Suta kepada NusaBali di sela upacara Usaba Kawulu di Pura Patokan, Rabu kemarin. * k16
Ritual melepas liar, kemudiuan memburu, dan sembelih sapi jantan hitam saat puncak upacara Usaba Kawulu, Rabu kemarin, diikuti 135 orang teruna desa. Mereka semua mengenakan seragam ikat pinggang poleng, saput putih, kain hitam, tanpa busana atasan, dan dengan senjata golok dengan panjang 50 sm. Mereka dikoordinasikan oleh empat Kelian Teruna Desa Pakraman Asak: Jro Agus Eriawan, I Ketut Udiantara, Jro Agus Su-wirta, dan I Nengah Suadita.
Prosesi diawali dengan melakukan persembahyangan bersama yang diikuti seluruh 135 teruna desa di Pura Patokan, Desa Pakraman Asak yang dipuput Jro Mangku Desa, Rabu pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Habis sembahyang, para teruna desa angkat sumpah.
Selanjutnya, Bendesa Pakraman Asak, Jro Ketut Suta, memberi arahan agar para teruna desa tetap mentaati ketentuan awig-awig yang berlaku. Di antaranya, selama memburu sapi jantan hitam untuk kurban, mereka dilarang menikamkan golok selama sapi masih berada di pusat desa. Saat itu pula dibeberkan kembali batas-batas desa, di mana batas di sisi selatan adalah Puskesmas Pembantu Asak, batas bagian utara SD Negeri 1 Pertima, batas bagian barat irigasi, dan batas bagian timur adalah jalan.
Jika ketentuan awig dilanggar, para teruna desa kena sanksi denda. Rinciannya, jika menikam kurban sapi jantan semasih berada di wilayah pusat desa, didenda Rp 185.000. Menikam sapi jantan di wilayah Pura Patokan, didenda sebesar 50 persen dari harga sapi. Menikam sapi jantan di jaba Pura Patokan, didenda Rp 350.000. Jika pegang telusuk sapi, didensa Rp 100.000.
Sebaliknya, jika pegang ekor sapi, didenda Rp 300.000. Jika menikam ekor sapi, didenda Rp 350.000. Jika menikam kepala sapi, dendanya 50 persen dari harga sapi. Perlu dicatat, harga sapi jantan hitam untuk kurban upacara Usaba Sumbu kali ini mencapai Rp 18,5 juta. Bagi teruna desa yang merasa menikam sapi di wilayah Pusat Desa Pakraman Asak, mereka wajib melapor untuk bayar denda. Sebab, sebelumnya mereka telah disumpah untuk itu.
Setelah mendapat pewarah dari Bendesa Pakraman Asak, para teruna desa berjumlah 135 orang langsung keluar ke jalan raya sambil mengacung-acungkan senjata golok panjang 50 cm. Di sepanjang jalan Desa Pakraman Asak, para teruna desa berjaga-jaga. Bila sapi jantan hitam yang dilepas liar melintas di sana, maka akan langsung ditikam.
Sementara, sapi jantan hitam untuk kurban Usaba Kawulu lebih dulu diupacarai di Pura Patokan, sebelum dilepas liar. Sapi jantan hitam ini dihias dengan kain merah putih hitam, sementara kedua tanduknya pun dihias warna merah-putih-hitam sebagai lambang Tri Murti.
Ternyata, begitu sapi jantan hitam dilepas dari Pura Patokan setelah diupacarai, banyak teruna desa yang terkecoh. Dikira sapi jantan hitam akan bergerak mengikuti jalan raya ke arah selatan, ternyata hewan kurban ukuran besar ini justru menyeruduk pemedek yang berdiri di jaba Pura Puseh, Desa Pakraman Asal. Dari situ, sapi jantan masuk gang, terus lari menuju lahan sawah milik Pauman Banjar Asak Kangin, sejauh 400 meter ke arah barat daya dari pusat Desa Pakraman Asak.
Meski demikian, puluhan teruna desa masih sempat menikam sapi jantan hitam ini menggunakan senjata golok. Selanjutnya, seluruh teruna desa lainnya langsung bersama-sama ikut mengejar sapi jantan hitam yang terjebak lumpur di areal sawah. Para teruna desa berjumlah 135 orang pun beramai-ramai menikamkan senjata golok ke tubuh sapi jantan, dengan sasaran bagian punggung, perut, dan dada.
Selama proses menikam sapi jantan hitam beramai-ramai, 17 pecalang berjaga-jaga di setiap sudut desa, dikoordinasikan langsung ketuanya, I Nengah Winata. Kemudian, sapi jantan hitam yang telah mati disembelih para teruna desa beramai-ramai, selanjutnya dibawa ke Bale Desa untuk diolah sebagai pelengkap banten bayang-bayang (sejenis pacaruan).
Upacara Usaba Kawulu yang ditandai semblih sapi jantan hitam beramai-ramai ini sendiri digelar Desa Pakraman Asak setahun sekali pada Sasih Kawulu (bulan kedelapan sistem penanggalan Bali). Upncak Usaba Sumbu slalu dilaksanakan 5 hari setelah Tilem Kapitu (bulan mati Sasih Kapitu).
Menurut Bendesa Pakraman Asak, Jro Ketut Suta, pelaksanaan Usaba Kawulu me-rupakan tugas teruna desa. “Kami sebagai Bendesa sifatnya hanya mengarahkan dan memantau jalannya upacara,” jelas Bendesa Jro Ketut Suta kepada NusaBali di sela upacara Usaba Kawulu di Pura Patokan, Rabu kemarin. * k16
1
Komentar