Pelaku Pariwisata Tetap Optimis Kondisi Pulih Kembali
SINGARAJA, NusaBali
Dampak pandemi Covid-19, benar-benar membuat dunia pariwisata di Bali, termasuk Buleleng pada khususnya mati suri.
Situasi sulit ini sudah berlangsung selama hampir dua tahun. Namun demikian, para pelaku pariwisata tetap optimis kondisi segera pulih kembali. Meski, hingga kini belum ada tanda-tanda pariwisata akan bangkit kembali.
Pemerintah membuat kebijakan membuka bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar. Hanya saja, belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Kondisi ini pun membuat para pelaku wisata di Buleleng telah putus asa. Terutama para pelaku wisata yang ada di wilayah Desa Pemuteran termasuk sekitarnya, Kecamatan Gerokgak.
Hal ini seperti yang disampaikan pelaku wisata dari Desa Pemuteran yang juga sebelumnya manajer salah satu hotel di wilayah desa tersebut, Made Riasta. Dikatakan Riasta, sejak April 2020 sudah tidak ada tamu menginap. Dengan kondisi itu, tidak menutup kemungkinan hotel tempatnya bekerja pelan-pelan akan tutup.
"Banyak hotel sudah tidak jalan, termasuk Hotel Selini tempat saya bekerja. Pelan-pelan semua akan tutup. Nyaris semua karyawan hotel sekarang dirumahkan, karena hotel sudah tidak mampu membayar gaji mereka," ungkap Riasta, dikonfirmasi Minggu (14/11) siang.
Seperti diketahui kawasan wisata Desa Pemuteran, yang terkenal dengan wisata bawah laut, jika dalam kondisi normal kebanyakan wisatawan yang datang berasal dari Eropa. Mereka datang untuk menikmati wisata laut dengan habitatnya selama beberapa hari. Namun kini, tempat itu tampak lengang, sebab tidak ada aktivitas wisatawan.
Bahkan, kini sejumlah hotel terlihat tidak terurus. Pelaku wisata yang biasa keliling menemani wisatawan sudah beralih profesi untuk sekedar bisa bertahan hidup, baik menjadi nelayan, petani ternak dan bekerja serabutan sebagai buruh kasar.
Namun di tengah situasi seperti ini, masih ada beberapa pekerja hotel melakukan aktivitas ringan pada beberapa hotel dan villa. Mereka mengaku bekerja karena diminta pemilik untuk merawat bagian hotel sembari menunggu kondisi membaik.
Yang lebih miris, mereka digaji bukan dengan uang melainkan berupa beras tidak lebih dari 20 Kg sebulan. "Ya benar, kami ini dibayar beras dan itu bayaran yang kami anggap realistis ditengah matinya pariwisata di Bali. Ini adalah pilihan untuk bisa bertahan hidup," ujar Riasta.
Meski demikian, para pekerja itu hanya bekerja tidak lama. Sebab, hanya melakukan perawatan kecil agar hotel tidak rusak dan terlihat kumuh. Riasta bersama rekannya yang lain sesama pekerja wisata pun kini memiliki kerja sambilan, terutama beternak. "Saya sendiri bertani dengan menanam jagung, ada nelayan, beternak. Kalau itu tidak dilakoni kami makan apa," ucap Riasta.
Dengan ada kebijakan pemerintah membuka penerbangan, Riasta pun optimis, kedepan pariwisata di Bali dan Buleleng pada khususnya akan kembali pulih meskipun itu secara perlahan. Sebab pada bulan Maret 2022 nanti, pihaknya sudah mulai menerima pesanan dari sejumlah tamu Eropa yang akan berlibur ke Desa Pemuteran dan sekitarnya.
"Wisatawan asing belum ada, tapi wisatawan domestik sudah ada. Kami tetap optimis semoga kondisi pandemi segera berakhir. Sebab di bulan Maret 2022 kami menerima bookingan tamu dari eropa. Kami harap, agar situasi ini membaik dan menjadi langkah awal kebangkitan pariwisata di Bali," pungkas Riasta.*mz
1
Komentar