LENTERA: Renungan Menjelang Kuningan
TIDAK semua yang datang dari masa lalu itu buruk. Tidak semua yang ada di masa kini itu baik.
Semuanya membawa nutrisi masing-masing. Alasan utama kenapa ada banyak alienated souls (jiwa yang terasing dalam tubuh sendiri), karena manusia melihat kehidupan dalam rentang sejarah yang terlalu pendek. Bahkan, kadang terlalu sempit dan terlalu picik, sehingga mendapat wajah kehidupan yang tidak dalam.
Sebut saja ketika memandang Pulau Bali. Judul resmi Agama Hindu baru muncul di tahun 1959. Jika dilihat dalam rentang yang lebih panjang, di abad ke-16 datang Guru Tantra bernama Ida Dhanghyang Nirarta, lengkap dengan Padmasananya. Di abad ke-11 ada Mpu Kuturan dengan aura Buddha Mahayana.
Sedangkan di abad ke-8 ada Rsi Markandya yang membuka mata orang Bali untuk mulai belajar menyembah para dewa. Di abad ke-7, di bawah kepemimpinan Wangsa Warmadewa, Pulau Bali pernah diumumkan memiliki agama resmi yakni Buddha Mahayana. Sebelum itu, penghuni pulau ini mempraktekkan apa yang sekarang disebut Shamanism: perpaduan antaran cinta alam dan cinta leluhur.
Jika dicermati praktek spiritual para Shaman di Amerika, Australia, Siberia, dan lainnya, ada kemiripannya dengan apa yang masih ada di Bali. Saat melakukan ritual (upacara), instrumen yang paling menonjol sekaligus yang memimpin adalah drum (kendang bahasa Bali-nya). Orang Shaman juga sangat menghormati leluhur. Tetua suku Indian di Amerika menyebut Tuhan dengan sebutan GrandPa (kakek).
Ini tidak jauh beda dengan tradisi tua orang Bali, yang memuliakan leluhur di Pura Merajan, yang biasanya penuh dengan pengunjung (pamedek) saat hari suci Galungan dan Kuningan. Ajakannya, agar terhindar dari kemungkinan menjadi orang asing dalam tubuh sendiri (alienated soul), belajar melihat tempat lahir dalam perspektif sejarah yang lebih panjang. Tidak sempit, apalagi picik.
Kemudian, temukan intisari. Berkaitan dengan Bali, sulit mengingkari, intisari dari semua hal yang pernah terjadi di Pulau Bali adalah keindahan. Makanya, tempat sucinya indah. Upacaranya, danaunya, gunungnya, sawahnya, ukirannya, tariannya, kidungnya, bahkan dunia pun menyebut pulau ini sebagai pulau terindah di seluruh dunia. Makanya, di setiap ritual ada bunga yang mewakili keindahan.
Bahasa spiritualnya, wajah Tuhan yang paling banyak disembah di Bali adalah Tuhan sebagai keindahan (God as beauty). Agar terhubung rapi dengan spirit tempat ini, sempatkan waktu setiap hari agar hati senantiasa bersyukur, setidaknya bebas dari keluhan. Dari dulu banyak wisatawan yang mengatakan bahwa ‘senyuman orang Bali khas’, tidak ada bandingannya. Karena ada rasa syukur di sana.
Untuk itu, sudah saatnya kembali ke akar tua orang Bali. Tidak dengan mengganti judul agama, tidak dengan mengganti upacara, tidak juga dengan mengubah tempat suci, melainkan dengan menyempurnakan senyuman. Persisnya, senyuman yang bercerita bahwa Anda telah berjumpa dengan Tuhan sebagai keindahan. Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan. *
Gede Prama
Komentar