Pemerintah Cari Skema Transisi Energi
Khawatir Ramai Harga Listrik Naik
JAKARTA, NusaBali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masih mengkaji skema dan hitung-hitungan dalam melakukan transisi energi menuju nol emisi karbon di Indonesia.
Itu dilakukan karena transisi energi berpotensi membuat harga pelayanan ke masyarakat naik. Ia mengungkapkan harga yang harus dibayar untuk mengelola industri energi baru terbarukan lebih mahal ketimbang energi fossil. Hal ini akan berpengaruh terhadap penetapan harga ke konsumen.
"Misalnya pendanaan datang, investasi datang, harganya kan lebih mahal dari batu bara. Siapa yang bayar gap nya? Negara? Tidak mungkin. Angkanya berapa ratus triliun," ungkap Jokowi dalam The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (22/11).
Namun, Jokowi mengatakan mahalnya harga transisi energi juga tak mungkin dibebankan kepada masyarakat. Sebab, hal itu akan mengerek harga listrik.
"Tarif listrik naik? Juga tidak mungkin. Ramai nanti, kan kenaikan 10 persen-15 persen, demonya tiga bulan. Ini naik dua kali tidak mungkin," terang Jokowi.
Maka itu, ia memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengkaji mengenai skema transisi energi di dalam negeri.
"Yang konkret-konkret saja, tapi kalkulasinya riil, hitungan angkanya riil. Kalau bisa transisi, pasti ada harga naik. Ini siapa yang bertanggung jawab, pemerintah atau masyarakat atau masyarakat global, mau mereka 'nombokin' negara ini?" papar Jokowi.
Menurut Jokowi, potensi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 418 giga watt (GW). Hal itu meliputi pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), hingga solar panel.
"Negara ini punya potensi yang besar. Indonesia punya 4.400 sungai yang besar dan sedang. Bisa digunakan untuk hydro power (PLTA), tapi investasinya besar sekali," ucap Jokowi.
Ia mencontohkan Sungai Kayan di Kalimantan punya potensi sebesar 13 ribu megawatt (MW) dan Sungai Membrano di Papua sebesar 24 ribu MW.
Menurut Jokowi, banyak investor yang mau menanamkan dana di sektor EBT di Indonesia. Jika investasi itu berjalan lancar, maka dampaknya akan bagus untuk transisi energi di Indonesia.
"Tapi kalau tidak jalan, wah kami harapkan global. 'Nombok' gratisan tidak mungkin. Kami sudah bicara dengan Bank Dunia, investor dari Inggris waktu di Glasgow, pertanyaan pasti ke sana, siapa yang menanggung itu," jelas Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi meminta semua pihak bekerja sama membuat skenario transisi energi di Indonesia. Hal itu agar prosesnya bisa dipercepat dari target yang ditentukan, yakni 2060 mendatang. *
Komentar