Duda atau Janda?
Menduda atau menjanda merupakan fenomena sosial yang tidak terhindarkan. Keduanya memiliki keserupaan nasib. Seorang duda ditinggal oleh istri tercintanya.
Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Sedangkan, seorang janda ditinggal oleh suami tersayangnya. Menduda atau menjanda dikarenakan oleh berbagai faktor. Ada yang ditinggalkan karena perceraian. Ada pula yang ditinggalkan karena kematian dan sebagainya. Menarik untuk dibahas tentang seorang duda atau janda dalam menyikapi keseharian hidupnya.
Kedudukan seorang laki-laki lebih bersifat lebih berkuasa di Bali. Mungkin hal ini dikarenakan kesalahan persepsi tentang konsep pradana. Karena itu, laki-laki cenderung menganut ‘ideologi’ seperti seorang priyayi, yaitu kutila, turangga, harta, dan wanita (baca dengan cara Bahasa Jawa). Kutila bermakna burung dan analog dengan ayam, yang berkonotasi kesenangan. Turangga mengandung arti lugas kuda atau menunggang kuda. Secara tersirat terselip sejenis ‘power’, meminjam istilah Faucult. Diksi ini menyiratkan juga keperkasaan atau kekuasaan. Harta merupakan bentuk material yang kuat. Dengan material semua keinginan diraih termasuk kesenangan dengan wanita. Ketika seorang laki-laki ditinggal istrinya, ia tidak siap kehilangan semua kesenangan, kemudahan, layanan atau hegemoninya. Hidupnya seakan berubah bagai kerakap tumbuh pada batu, hidup tak nyaman matipun tak hendak.
Sebaliknya, seorang perempuan Bali cenderung memiliki ‘ideologi’ menyenangkan orang, mengabdi, berbakti atau menjadi seorang ibu sejati. Kesenangan yang diidamkan adalah suami dan keluarganya bahagia, walau kurang makan dan minum. Kekuasaan yang diwujudkan adalah membesarkan putra dan putrinya secara tulus. Layanan lahir dan batin kepada suami dilakukan sebagai sebuah kewajiban, bukan suatu upaya meraih kekuasaan. Kekuasaan yang ditunjukkannya adalah sebuah kepemimpinan interpersonal, bukan kepemimpinan transaksional. Ketika seorang istri ditinggal suami, ia tetap sedih. Namun, ia tidak kehilangan semangat untuk tetap memberi kesenangan, kemudahan, layanan kepada putra dan putrinya. Hidupnya berperan ganda, yaitu menjadi seorang ayah dan sekaligus ibu bagi keluarganya.
Kedua sikap berbeda duda dan janda di atas berimplikasi pada hidup masing-masing. Seorang duda yang ditinggal istri tercinta sangat terpuruk jasmani dan rohani. Akibatnya, penyakit sering menghampiri dirinya. Dalam waktu yang amat cepat, ia segera menyusul istrinya. Tetapi, seorang janda yang ditinggal suaminya jarang dihampiri penyakit. Kenapa bisa demikian? Kemungkinan, seorang janda akan lebih giat, aktif, dan kreatif menyiapkan dan membawa putra dan putrinya ke suatu tujuan hidup walau suami tidak mendampingi. Ia tidak berpangku tangan dan tenggelam dalam kepedihan. Akibat semua ini, hidupnya lebih lama lagi. Dia tidak serta merta menyusul suami tercintanya di alam sana.
Perilaku lahir dan batin seorang duda atau janda yang baik perlu direnungkan secara matang dan dewasa. Perkawinan bukanlah solusi terbaik dari kondisi kedudaan atau kejandaan. Perkawinan merupakan proses kimiawi penyatuan raga dan jiwa yang melahirkan kebahagiaan. Namun sering terjadi kemistri demikian hanya sebuah mimpi. Kenyataan yang terjadi, semakin disatukan semakin banyak molekul-molekul perbedaan yang muncul. Perkawinan bukannya menjadi wahana memperoleh kebahagiaan, tetapi justru menciptakan kenistaan dan kepedihan yang tidak berujung. Renungan tentang makna perkawinan ulang akan membuka kotak pandora tentang bentuk, fungsi, dan makna sebuah penyatuan raga dan jiwa dalam sebuah perkawinan.
Hidup bersuami-istri adalah sebuah kewajiban. Sebagai homo sociocus, manusia harus berbagi rasa dan rasio dengan lainnya. Namun sebagai homo economicus, pertimbangan efisiensi dan efektivitas untuk meraih kebahagiaan melalui perkawinan amat berharga. Perkawinan ulang membawa banyak ‘prior experience’ tentang berbagai hal. Semua pengalaman masa lampau tidak selalu kongruen dengan kebutuhan saat ini. Rasa dan rasio kadang tumbuh dan berkembang mengikuti irama kehidupan yang semakin dinamis. Jadi, duda atau janda tidak selalu dikaitkan dengan perkawinan ulang. Kadang, duda atau janda lebih nyaman dikaitkan dengan kemandirian. Semoga. *
Komentar