Jelang Nataru Biasanya Ramai, Kini Bisnis Lukisan Telor Sepi
DENPASAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang menyebabkan pariwisata Bali kolaps, berimbas ke mana-mana. Salah satunya terhadap bisnis kerajinan lukisan di atas telor.
Jelang Natal dan tahun baru (Nataru) biasanya ramai pesanan, kini bisnis lukisan telor sepi orderan. Tidak ada pembelian, juga tidak ada permintaan sewa telor lukis dari hotel-hotel.
“Ya biasanya kalau tidak membeli, pihak hotel menyewa,” ungkap Jero Ami, pemilik art shop lukisan telor di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Jumat (26/11).
Dia menuturkan, ada dua macam lukisan telor yang dijualnya. Pertama lukisan yang memang berasal dari telor asli dari unggas, mulai dari bebek, angsa, burung kasuari hingga telor burung onta. Yang kedua, telor tiruan yang terbuat dari kayu mahoni. Telor tiruan ini ukurannya beragam, mulai dari ukuran yang sama dengan telor asli sampai dengan ukuran jumbo.
Harganya bergantung jenis, apakah berasal dari telor asli atau telor buatan. Lukisan telor asli harga lebih tinggi dibanding telor kayu. Contohnya lukisan telor burung onta harganya Rp 1,8 juta sampai Rp 2 juta per biji. Sedang harga lukisan telor onta kayu Rp 500 ribu. Untuk lukisan telor burung kasuari Rp 900 ribu. Sedang lukisan telor kasuari kayu, harganya Rp 250 ribu.
Namun sejak pandemic, bisnis lukisan telor lesu. “Tidak ada wisatawan,” ucap Jero Ami. Kalaupun ada satu atau dua orang, itupun wisatawan yang tinggal di Bali. Di antaranya tinggal di Canggu, Badung atau di Sanur, Denpasar.
Hingga jelang pengujung tahun 2021 ini penjualan lukisan telor masih sepi. Jika tidak ada pandemi, pada saat suasana Nataru ini penjualan maupun penyewaan lukisan telor ramai. “Bisa sampai 200 sampai 300 butir telor yang dipesan hotel,” kata Jero Ami.
Kalau tidak membeli, pihak hotel menyewanya. Sejauh ini yang banyak disewa lukisan telor tiruan atau kayu berukuran jumbo, ukuran burung onta. Sewanya Rp 50 ribu per hari. Dengan perjanjian apabila rusak, menjadi tanggung jawab penyewa. “Kini karena pandemi tak ada pembeli, juga tidak ada yang menyewa,” imbuh Jero Ami.
Untungnya art shopnya tempat berjualan merupakan milik sendiri. Sehingga Jero Ami dan keluarganya tak memikirkan sewa. “Sehingga walau sepi tiyang masih bisa buka,” kata Jero Ami.
Karena sepi pembeli aktivitas melukis telor untuk sementara terhenti. Karena wisatawan sepi tukang lukis telor yang biasanya kerja di tempat Jero Ami untuk sementara bekerja di rumahnya. “Kalau dulu kadang mengajar tamu melukis di sini, sekarang tamu tidak ada,” tutur Jero Ami. *k17
1
Komentar