Subak 'Bubar', Pura Bedugul Merana
Pura Bedugul, yakni pura subak yang diempon warga Subak Tempekan Subak Dlod Pangkung di Kelurahan Cempaga, Kecamatan/Kabupaten Bangli merana.
BANGLI, NusaBali
Penyebabnya subak setempat sudah bubar, karena persawahan sudah beralih fungsi. Salah satunya banyak jadi pemukiman, menyusul perkembangan pembangunan kota Bangli. Pura Bedugul yang terdiri sebuah palinggih berupa Bedugul dan Balai Piyasan kondisinya benar-benar tidak terawat. Semak liar tumbuh di sekitar pura. Tidak jauh di sebelahnya di bagian barat, sampah menumpuk.
I Wayan Wara alias Jero Mangku Wara, 70, mantan Kelian Subak Dlod Pangkung mengaku prihatin dengan kondisi pura tersebut. Diceritakannya, sebelum persawahan ‘habis’, kondisi Pura Bedugul terawat baik. Sebuah bangunan balai piyasan dengan saka (tiang) beton lengkap dengan atap dibangun warga subak. Demikian juga upacara ‘pertanian’ seperti Upacara Mapag Toya dan Nyungsung dilaksanakan krama subak, dengan pusat di Pura Masceti di areal Pura Manik Tirta di Banjar Gunaksa, Cempaga.
Keadaan mulai berubah sejak tahun 1989. Sedikit demi sedikit tanah sawah di sekitar beralih fungsi. Sampai akhirnya puluhan hektare sawah beralih fungsi. Itulah yang kemudian berimbas pada Pura Bedugul. Nama subak masih, namun krama dan tanah sawah hampir tidak ada lagi. “Sejak itulah kondisi pura begini (tak terawat),” ujar Mangku Wara.
Dikatakannya, karena subak sudah habis beralih fungsi, Subak Dlod Pangkung dengan aktivitas ‘persubakannya’ tidak ada lagi dengan sendirinya. “Atau masih gabeng,“ tambah Mangku Wara. Mengapa gabeng? Karena yang membubarkan subak sesungguhnya tidak ada. Namun aktivitas subak, seperti urusan irigasi, bercocok tanam, tidak ada lagi. “Saya juga kelian subak, sekaligus mantan kelian,” kata Mangku Wara. Karena sesudahnya, tidak ada lagi kelian subak yang baru.
Mangku Wara mengaku sempat merembugkan kondisi Pura Bedugul tersebut dengan sesama kelian subak dari tempekan lainnya di sekitar. Namun belum menemukan jalan keluarga. Terkait itulah diaa berharap ada perhatian dari pihak terkait maupun warga sehubungan kondisi Pura Bedugul yang memprihatinkan. “Bagaimana pun kan pura, merupakan tempat suci,” kata Mangku Wara.
Belum ada penjelasan dari Pemkab Bangli terkait persoalan tersebut. Kabag Kesra Pemkab Bangli Jero Widata, ketika dikonfirmas menyatakan, hal yang menyangkut pura tidak berada di Bagian Kesra. Dia tak berani memberi penjelasan lebih jauh, OPD mana yang berkewenangan terkait pura. “Biar tak salah nanti,” ujarnya.
Terpisah Ketua PHDI Bangli I Nyoman Sukra, mengaku sejauh ini belum ada pihak yang menyampaikan persoalan tersebut kepada PHDI. Meski demikian, Sukra berpendapat, yang namanya tempat suci semestinya tetap ada pangemong atau pangemponnya. Siapa pangemponnya harus ditelusuri, dikaitkan dengan kepemilikan lahan atau tanah sekitar. “Bisa dijadikan pura dengan fungsi lain, seperti sebagai pura swagina dan lainnya,” tutur Sukra. Tergantung kesepakatan warga sekitar.Yang penting pura itu mesti ada pangemponnya. * k17
Penyebabnya subak setempat sudah bubar, karena persawahan sudah beralih fungsi. Salah satunya banyak jadi pemukiman, menyusul perkembangan pembangunan kota Bangli. Pura Bedugul yang terdiri sebuah palinggih berupa Bedugul dan Balai Piyasan kondisinya benar-benar tidak terawat. Semak liar tumbuh di sekitar pura. Tidak jauh di sebelahnya di bagian barat, sampah menumpuk.
I Wayan Wara alias Jero Mangku Wara, 70, mantan Kelian Subak Dlod Pangkung mengaku prihatin dengan kondisi pura tersebut. Diceritakannya, sebelum persawahan ‘habis’, kondisi Pura Bedugul terawat baik. Sebuah bangunan balai piyasan dengan saka (tiang) beton lengkap dengan atap dibangun warga subak. Demikian juga upacara ‘pertanian’ seperti Upacara Mapag Toya dan Nyungsung dilaksanakan krama subak, dengan pusat di Pura Masceti di areal Pura Manik Tirta di Banjar Gunaksa, Cempaga.
Keadaan mulai berubah sejak tahun 1989. Sedikit demi sedikit tanah sawah di sekitar beralih fungsi. Sampai akhirnya puluhan hektare sawah beralih fungsi. Itulah yang kemudian berimbas pada Pura Bedugul. Nama subak masih, namun krama dan tanah sawah hampir tidak ada lagi. “Sejak itulah kondisi pura begini (tak terawat),” ujar Mangku Wara.
Dikatakannya, karena subak sudah habis beralih fungsi, Subak Dlod Pangkung dengan aktivitas ‘persubakannya’ tidak ada lagi dengan sendirinya. “Atau masih gabeng,“ tambah Mangku Wara. Mengapa gabeng? Karena yang membubarkan subak sesungguhnya tidak ada. Namun aktivitas subak, seperti urusan irigasi, bercocok tanam, tidak ada lagi. “Saya juga kelian subak, sekaligus mantan kelian,” kata Mangku Wara. Karena sesudahnya, tidak ada lagi kelian subak yang baru.
Mangku Wara mengaku sempat merembugkan kondisi Pura Bedugul tersebut dengan sesama kelian subak dari tempekan lainnya di sekitar. Namun belum menemukan jalan keluarga. Terkait itulah diaa berharap ada perhatian dari pihak terkait maupun warga sehubungan kondisi Pura Bedugul yang memprihatinkan. “Bagaimana pun kan pura, merupakan tempat suci,” kata Mangku Wara.
Belum ada penjelasan dari Pemkab Bangli terkait persoalan tersebut. Kabag Kesra Pemkab Bangli Jero Widata, ketika dikonfirmas menyatakan, hal yang menyangkut pura tidak berada di Bagian Kesra. Dia tak berani memberi penjelasan lebih jauh, OPD mana yang berkewenangan terkait pura. “Biar tak salah nanti,” ujarnya.
Terpisah Ketua PHDI Bangli I Nyoman Sukra, mengaku sejauh ini belum ada pihak yang menyampaikan persoalan tersebut kepada PHDI. Meski demikian, Sukra berpendapat, yang namanya tempat suci semestinya tetap ada pangemong atau pangemponnya. Siapa pangemponnya harus ditelusuri, dikaitkan dengan kepemilikan lahan atau tanah sekitar. “Bisa dijadikan pura dengan fungsi lain, seperti sebagai pura swagina dan lainnya,” tutur Sukra. Tergantung kesepakatan warga sekitar.Yang penting pura itu mesti ada pangemponnya. * k17
1
Komentar