Minyak Goreng Mahal Sulitkan Pedagang
APPSI kritik Pemerintah karena tak dilibatkan dalam penyaluran migor bersubsidi
JAKARTA, NusaBali
Pedagang pasar melalui Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengaku kesulitan dengan fenomena naiknya harga minyak goreng.
Wakil Ketua APPSI Ngadiran mengatakan, saat ini komoditi minyak goreng sudah menjadi dilema bagi rakyat kecil dan pedagang pasar. Dia juga mengkritik pemerintah yang tidak melibatkan pedagang pasar tradisional dalam menyalurkan minyak goreng bersubsidi.
"Pemerintah harus punya kebijakan (minyak subsidi) disalurkan melalui pedagang-pedagang tradisional, warung-warung tradisional. Tolong janganlah kebijakan hanya diberikan kepada retail, minimarket dan pasar modern. Itu tidak adil," kata Ngadiran seperti dilansir detikcom, Selasa (30/11).
Dia mengatakan, dari sekian banyak komoditi bahan sembako yang ada di pasar, harga minyak goreng ini sudah menjadi momok. "Yang lain harganya nggak ngangkat, minyak goreng ini kan luar biasa," tuturnya.
"Saya berharap selaku wakilnya pedagang, mohon dengan hormat kepada pemerintah, ini kan negara kita. Kebonnya ada di bumi Indonesia, tolong kebijakannya jangan hanya mementingkan ekspor," sambungnya.
Dia juga mengatakan, pedagang pasar tak bisa dibiarkan bersaing harga dengan lawannya. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa.
"Kalo harga tolong lah, jangan kita dibiarkan di lepas di hutan belantara, jangan. Saya berharap betul, karena ini menjadi inflasi yang sulit nanti kalau memang minyak goreng ini nggak dijaga oleh pemerintah. 'Oh itu terserah'. Ya Kalo terserah siap-siap aja kami demo," tuturnya.
Menurutnya, harga minyak goreng ada yang naik hingga Rp 19 ribu per kilogram dan tentu akan menyulitkan warga jika yang membeli minyak dari kalangan masyarakat pra sejahtera.
"Kalau orang yang duitnya banyak naik berapa kan nggak peduli, kalo rakyat yang biasanya (beli) Rp 11 ribu, botolan Rp 12,5 sekarang jadi Rp 19 ribu, itu kan keterlaluan," kata dia.
Sementara itu, Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) berharap, pemerintah memberikan insentif harga minyak goreng di tengah masyarakat guna mengurangi beban warga. Penyebabnya lantaran harga minyak goreng diprediksi masih terus mahal hingga akhir tahun sehingga memberatkan sejumlah kalangan.
Disampaikan oleh anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI Renti Maharaini Kerti, harga minyak goreng yang beredar saat ini jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Kalau kita lihat HET memang saat penyusunan HET itu harga komoditas minyak kelapa sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) ada di kisaran USD 500 hingga USD 600 per metrik ton, saat ini harga CPO mencapai USD 1.365 per ton itu langsung berpengaruh pada entitas produsen minyak goreng di kita," kata dia.
“Minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kenaikan harga minyak goreng di pasaran tentunya cukup meresahkan dan menjadi tambahan beban terhadap daya beli konsumen, apalagi di masa pandemi ini,” kata dia, dikutip dari Solopos.com.
“Oleh karena itu perlu perhatian dari pemerintah dan stakeholder terkait agar harga minyak goreng di pasaran bisa kembali stabil sehingga tidak memberatkan konsumen,” lanjut dia. *
Wakil Ketua APPSI Ngadiran mengatakan, saat ini komoditi minyak goreng sudah menjadi dilema bagi rakyat kecil dan pedagang pasar. Dia juga mengkritik pemerintah yang tidak melibatkan pedagang pasar tradisional dalam menyalurkan minyak goreng bersubsidi.
"Pemerintah harus punya kebijakan (minyak subsidi) disalurkan melalui pedagang-pedagang tradisional, warung-warung tradisional. Tolong janganlah kebijakan hanya diberikan kepada retail, minimarket dan pasar modern. Itu tidak adil," kata Ngadiran seperti dilansir detikcom, Selasa (30/11).
Dia mengatakan, dari sekian banyak komoditi bahan sembako yang ada di pasar, harga minyak goreng ini sudah menjadi momok. "Yang lain harganya nggak ngangkat, minyak goreng ini kan luar biasa," tuturnya.
"Saya berharap selaku wakilnya pedagang, mohon dengan hormat kepada pemerintah, ini kan negara kita. Kebonnya ada di bumi Indonesia, tolong kebijakannya jangan hanya mementingkan ekspor," sambungnya.
Dia juga mengatakan, pedagang pasar tak bisa dibiarkan bersaing harga dengan lawannya. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa.
"Kalo harga tolong lah, jangan kita dibiarkan di lepas di hutan belantara, jangan. Saya berharap betul, karena ini menjadi inflasi yang sulit nanti kalau memang minyak goreng ini nggak dijaga oleh pemerintah. 'Oh itu terserah'. Ya Kalo terserah siap-siap aja kami demo," tuturnya.
Menurutnya, harga minyak goreng ada yang naik hingga Rp 19 ribu per kilogram dan tentu akan menyulitkan warga jika yang membeli minyak dari kalangan masyarakat pra sejahtera.
"Kalau orang yang duitnya banyak naik berapa kan nggak peduli, kalo rakyat yang biasanya (beli) Rp 11 ribu, botolan Rp 12,5 sekarang jadi Rp 19 ribu, itu kan keterlaluan," kata dia.
Sementara itu, Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) berharap, pemerintah memberikan insentif harga minyak goreng di tengah masyarakat guna mengurangi beban warga. Penyebabnya lantaran harga minyak goreng diprediksi masih terus mahal hingga akhir tahun sehingga memberatkan sejumlah kalangan.
Disampaikan oleh anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI Renti Maharaini Kerti, harga minyak goreng yang beredar saat ini jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Kalau kita lihat HET memang saat penyusunan HET itu harga komoditas minyak kelapa sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) ada di kisaran USD 500 hingga USD 600 per metrik ton, saat ini harga CPO mencapai USD 1.365 per ton itu langsung berpengaruh pada entitas produsen minyak goreng di kita," kata dia.
“Minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kenaikan harga minyak goreng di pasaran tentunya cukup meresahkan dan menjadi tambahan beban terhadap daya beli konsumen, apalagi di masa pandemi ini,” kata dia, dikutip dari Solopos.com.
“Oleh karena itu perlu perhatian dari pemerintah dan stakeholder terkait agar harga minyak goreng di pasaran bisa kembali stabil sehingga tidak memberatkan konsumen,” lanjut dia. *
Komentar