IPRO Ajak Kolaborasi Daur Ulang Sampah Kemasan
Produsen Wajib Tarik Kembali Kemasan untuk Didaur Ulang
DENPASAR, NusaBali.com – Industri tak bisa lagi membiarkan produk yang dihasilkan menjadi sampah. Pasalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan kewajiban produsen untuk melakukan daur ulang terhadap produk yang dihasilkan berdasar Peraturan Menteri (Permen) KLHK Nomor P75 Tahun 2019.
Dalam pelaksanaan Permen tersebut, produsen dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam penyediaan fasilitas penampungan sampah kemasan.
Untuk melihat pelaksanaan Permen dimaksud, Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Taher, berkunjung ke mitra kerja Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) di Bali, Rabu (1/12/2021).
IPRO adalah organisasi independen non profit yang fokus pada peningkatan pengumpulan dan daur ulang sampah kemasan beranggotakan delapan perusahaan yakni, Coca Cola Indonesia, Danone Indonesia, Indofood Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia dan Unilever, Sampoerna Indonesia dan SIG.
Sejauh ini IPRO telah melaksanakan beberapa programnya dengan menggandeng sejumlah mitra kerja di Bali. Mitra kerja IPRO yang dikunjungi KLHK antara lain Eco Bali, Bali PET, Mokinsey.org, dan Bali Waste Cycle.
IPRO melihat pentingnya kolaborasi semua pihak, terutama dalam mengumpulkan sampah kemasan, untuk dipasok ke industri daur ulang.
"Kami bekerja dengan secara kolaboratif dengan pendekatan Extended Stakeholder Responsibility (ESR) yakni mengajak para pemangku kepentingan, mulai dari swasta dan sektor formal maupun informal untuk mengelola kemasan pasca pakai menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri daur ulang," kata General Manager IPRO, Zul Martini Indrawati.
.
Melalui konsep ESR, para pemangku kepentingan terlibat bersama mengelola sampah kemasan untuk mewujudkan circular economy. Circular economy merupakan sistem yang mempertahankan nilai material agar dapat digunakan berulang-ulang sampah. Saat ini, Indonesia tengah menuju sistem circular economy dalam pengelolaan sampah.
Untuk mengimplementasikan circular economy, salah satu program IPRO adalah bagaimana meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di pusat-pusat pengumpulan seperti di Tempat Penampungan Sampah Reduce Reuse Recycling (TPS3R) dan Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST).
Oleh karena itu, pada 15 November lalu, IPRO melakukan penandatangan MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman dengan PT Reciki Solusi Indonesia dalam pengembangan TPST Samtaku yang berlangsung di Jimbaran, Bali. Tujuannya untuk mendukung target pemerintah 'zero waste landfill'.
Reciki adalah perusahaan yang berpengalaman dalam mengelola TPST. Kerja sama itu dibutuhkan mengingat Indonesia masih dihadapkan oleh persoalan sampah yang tidak terkelola dan lebih banyak berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Melalui kolaborasi ini, IPRO dan mitra kerjasamanya berkontribusi dalam meningkatkan collecting rate dan daur ulang.
Novrizal Tahar menyambut baik dan mengapresiasi keberadaan IPRO sebagai mitra penting para Produsen dalam penarikan dan pengumpulan kembali kemasan pasca konsumsi untuk didaur ulang.
“Ini adalah langkah nyata komitmen dan tanggung jawab produsen dalam implementasi peta jalan pengurangan sampah oleh Produsen. IPRO dapat menjadi model pengembangan kemitraan kolektif dalam penarikan dan pengumpulan kemasan pasca konsumsi di Indonesia,” ujar Novrizal.
Novrizal menyatakan mendukung keberadaan IPRO karena dapat menjadi langkah awal membangun ekosistem circular economy dan tentunya berharap produsen lain dapat bergabung ke dalam IPRO.
“Ke depan, pola pengelolaan sampah harus berubah tidak lagi menggunakan pola linear tapi menjadi circular. Tujuannya untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan,” pungkasnya. *mao
Komentar