Dalam 34 Tahun Terakhir, 25.699 Kasus HIV/AIDS di Bali
Cok Ace: Kasus Turun Seiring Pola Hidup Sehat di Masa Pandemi Covid-19
DENPASAR, NusaBali
Memperingati Hari AIDS Sedunia, Rabu (1/12), Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) mengajak seluruh masyarakat membangun kesadaran bersama, untuk mencegah HIV/AIDS.
Wagub Cok Ace mengatakan, HIV/AIDS ini seperti fenomena gunung es. Dalam kurun waktu 34 tahun sejak 1987, penderita HIV/AIDS di Bali mencapai 25.699 kasus.
Menurut Wagub Cok Ace, saat ini angka penularan HIV/AIDS sebenarnya relatif menurun. Catatan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, tahun 2020 lalu terjadi 2.225 kasus, sementara 2021 ini tercatat 1.754 kasus HIV/AIDS. Namun, hal tersebut tidak boleh dianggap sepele.
“Seluruh stakeholder tetap harus melakukan upaya pencegahan penularan penyakit ini, dengan sosialisasi gencar ke masyarakat,” ujar Cok Ace didampingi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr I Ketut Suarjaya NPPM, seusai hadiri lakukan kunjungan ke Kantor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali di Jalan Melati Denpasar, Rabu siang.
Cok Ace menyebutkan, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor penurunan jumlah penderita HIV/AIDS di Bali tahun ini. Hal ini mengindikasikan tumbuhnya suatu kesadaran di masyarakat untuk bersama menjauhi faktor risiko penularan HIV/AIDS. "Kita berharap meskipun nantinya pandemi Covid-19 selesai, tapi jumlah penderita HIV/AIDS juga terus menurun," tegas tokoh asal Puri Agung Ubud, Kelurahan.Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Selain karena tumbuhnya kesadaran masyarakat, kata Cok Ace, penurunan kasus HIV/AIDS di Bali juga terjadi karena menjalani pola hidup sehat di masa pandemi Covid-19. Selain itu, juga disebabkan adanya perubahan pola pikir atau stigma masyarakat terhadap para penderita HIV/AIDS.
“Perubahan stigma itu membuat mereka yang terinfeksi HIV/AIDS tumbuh rasa percaya dirinya untuk berobat. Mereka yang rentan berisiko, juga memeriksakan dirinya sedini mungkin," papar mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Menurut Cok Ace, kesadaran serta pemahaman masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS terus meningkat, karena penderitanya tidak lagi dikucilkan ataupun didiskriminasi di tengah masyarakat. Selain itu, kemajuan teknologi dan pengobatan yang terus berkembang juga membuat masyarakat dengan kesadaran sendiri untuk berobat. “Saya harap ke depan kasus AIDS akan terus menurun seiring peningkatan kesadaran dari masyarakat,” harap tokoh pariwisata yang juga Ketua BPD PHRI Bali ini.
Sementara itu, Kepala Sekretariat KPA Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Patria Nugraha, mengatakan di tengah pandemi Covid-19 saat ini, pihaknya tetap melakukan sosialisasi terkait pencegahan HIV/AIDS. "Sosialisasi kami lakukan melalui webinar maupun media online. Dengan demikian, diharapkan kasus AIDS di Provinsi Bali terus menurun penyebarannya," ujar Ngurah Patria.
Sedangkan Kadis Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya, menyebutkan angka kumulatif kasus HIV/AIDS di Bali sejak tahun 1987 sampai 2021 mencapai 25.699 kasus. Dari jumlah itu, 16.174 kasus di antaranya diderita laki-laki dan 9.525 kasus lainnya pada perempuan.
Menurut Suarjaya, 25.699 kasus HIV/AIDS tersebut tersebar di 9 kabupaten/kota se-Bali. Kasus terbanyak terjadi di Kota Denpasar mencapai 13.754 kasus HIV/AIDS. Sedangkan terbanyak kedua terjadi di Kabupaten Badung mencapai 3.427 kasus, disusul Buleleng (3.170 kasus), Gianyar (1.983 kasus), Jembrana (1.134 kasus), Tabanan (1.091 kasus), Karangasem (524 kasus), Klungkung (368 kasus), dan Bangli (248 kasus).
"Walaupun ada trend penurunan kasus, namun pencegahan dengan sosialisasi bahaya HIV/AIDS tetap gencar dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Bali bersama stakeholder terkait," jelas birokrat asal Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.
Suarjaya memaparkan, dari 25.699 kasus HIV/AIDS di Bali selama kurun waktu 34 rahun tersebut, penularannya terjadi akibat berbagai penyebab, di mana laki-laki memiliki faktor risiko lebih tinggi. "Penularan HIV/AIDS paling banyak disebabkan oleh hubungan seksual berisiko dan tidak aman, mulai dari biseksual, homoseksual, hingga heteroseksual. Ada juga disebabkan oleh tatto dengan jarum yang tidak steril," papar Suarjaya. *nat
Komentar