Hotel Berbintang Saling Banting Harga
Tarif hotel bintang 5 dijual murah, sebagian besar kamar hotel bintang 3 masih kosong.
DENPASAR,NusaBali
Berebut mendapatkan tamu atau pengunjung dalam liburan Natal dan Tahun Baru 2022, hotel dan akomodasi lainnya di Bali saling banting harga. Hotel bintang 5 pasang tarif sekelas hotel bintang 4 atau di bawahnya. Begitu juga hotel bintang 4 dijual dengan tarif bintang 3. Perang tarif tersebut semakin sengit mengingat jumlah kamar tak sebanding jumlah wisatawan.
Contohnya tarif hotel bintang 5 yang sebelumnya Rp 4 juta, bisa dijual hanya Rp 1,2 juta per malam. Bahkan ada yang sampai Rp 700 ribuan sampai Rp 500 ribuan untuk hotel bintang 4.
Dampaknya, hotel-hotel bintang 3 ke bawah nyaris tidak mendapatkan tamu. Wisatawan, tentu lebih memilih hotel berbintang di atasnya, karena tarifnya sudah diturunkan.
Perang tarif semacam itu memang bukan hal baru bagi para pelaku pariwisata. Namun kondisi tersebut terasa semakin menyulitkan, mengingat sektor pariwisata belum pulih dari dampak pandemi Corona.
“Memang sejak dari dulu,” ujar salah seorang GM Hotel di kawasan Sunset Road, Kuta membenarkan hal itu, Rabu (8/12).
Apalagi jumlah wisatawan yang datang ke Bali masih terpaut jauh dibanding dengan jumlah kamar yang ada.
“Kemungkinan sampai setahun ke depan harga masih kacau,” kata dia. Apalagi sampai saat ini tingkat hunian hotel masih minim. Okupansi baru berada di kisaran 30-40 persen. Dengan kondisi tingkat hunian tersebut, sulit bagi hotel atau akomodasi lainnya untuk mencapai break event point (BEP)
Meskipun Pemerintah sudah memberi kabar gembira lewat pembatalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, hal itu belum sepenuhnya berdampak pada bisnis penginapan di Bali.
“Pembatalan PPKM level 3 belum berdampak pada okupansi di hotel kami,” ucapnya. Kemungkinan, calon wisdom masih wait and see, karena khawatir ada perubahan aturan lagi terkait PPKM. Wajar saja, berdasarkan pengalaman sebelumnya aturan Pemerintah memang acap kali berubah.
Faizal, salah seorang praktisi biro perjalanan wisata (travel) menuturkan akibat banting harga tersebut, hotel bintang 3 ke bawah nyaris tidak kebagian tamu. Hal itu karena segmen pasar mereka ‘diambil’ oleh hotel bintang di atasnya. “Kasihan sebagian besar masih kosong,” ujar Faizal.
Walaupun terisi, namun masih jauh untuk bisa impas, karena rationya kecil. “Baru bisa BEP jika hunian minimal 50 persen,” ujar Faizal menirukan penuturan kalangan pengelola hotel bintang 3 ke bawah.
Terpisah Ketua BPC PHRI Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya menyatakan sampai saat ini rata-rata kunjungan wisdom per hari ke Bali, sekitar 10 ribu. “ Untuk weekend sampai 11 ribu,” jelasnya.
Dengan jumlah wisatawan hanya 10 ribu sampai 11 ribu tersebut, tidak mungkin bisa meng-cover 146 ribu kamar hotel/akomodasi di Bali. Artinya Bali memang minus wisatawan.
Menurut Rai Suryawijaya, Bali butuh sekitar 36 ribu orang wisatawan, baik domestik maupun manca negara dalam sehari. Dengan jumlah itulah, rata-rata tingkat hunian bisa mencapai 65-70 persen. “Barulah ada untung,” jelas tokoh pariwisata asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara.
Sedang untuk saat ini, industri perhotelan jelas masih merugi. “Satu dua hotel mungkin ada yang untung karena penuh. Namun hitungan regional untuk Bali, kita masih running lose,” kata Rai Suryawijaya yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung dan Wakil Ketua BPD PHRI Bali. *K17
Contohnya tarif hotel bintang 5 yang sebelumnya Rp 4 juta, bisa dijual hanya Rp 1,2 juta per malam. Bahkan ada yang sampai Rp 700 ribuan sampai Rp 500 ribuan untuk hotel bintang 4.
Dampaknya, hotel-hotel bintang 3 ke bawah nyaris tidak mendapatkan tamu. Wisatawan, tentu lebih memilih hotel berbintang di atasnya, karena tarifnya sudah diturunkan.
Perang tarif semacam itu memang bukan hal baru bagi para pelaku pariwisata. Namun kondisi tersebut terasa semakin menyulitkan, mengingat sektor pariwisata belum pulih dari dampak pandemi Corona.
“Memang sejak dari dulu,” ujar salah seorang GM Hotel di kawasan Sunset Road, Kuta membenarkan hal itu, Rabu (8/12).
Apalagi jumlah wisatawan yang datang ke Bali masih terpaut jauh dibanding dengan jumlah kamar yang ada.
“Kemungkinan sampai setahun ke depan harga masih kacau,” kata dia. Apalagi sampai saat ini tingkat hunian hotel masih minim. Okupansi baru berada di kisaran 30-40 persen. Dengan kondisi tingkat hunian tersebut, sulit bagi hotel atau akomodasi lainnya untuk mencapai break event point (BEP)
Meskipun Pemerintah sudah memberi kabar gembira lewat pembatalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, hal itu belum sepenuhnya berdampak pada bisnis penginapan di Bali.
“Pembatalan PPKM level 3 belum berdampak pada okupansi di hotel kami,” ucapnya. Kemungkinan, calon wisdom masih wait and see, karena khawatir ada perubahan aturan lagi terkait PPKM. Wajar saja, berdasarkan pengalaman sebelumnya aturan Pemerintah memang acap kali berubah.
Faizal, salah seorang praktisi biro perjalanan wisata (travel) menuturkan akibat banting harga tersebut, hotel bintang 3 ke bawah nyaris tidak kebagian tamu. Hal itu karena segmen pasar mereka ‘diambil’ oleh hotel bintang di atasnya. “Kasihan sebagian besar masih kosong,” ujar Faizal.
Walaupun terisi, namun masih jauh untuk bisa impas, karena rationya kecil. “Baru bisa BEP jika hunian minimal 50 persen,” ujar Faizal menirukan penuturan kalangan pengelola hotel bintang 3 ke bawah.
Terpisah Ketua BPC PHRI Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya menyatakan sampai saat ini rata-rata kunjungan wisdom per hari ke Bali, sekitar 10 ribu. “ Untuk weekend sampai 11 ribu,” jelasnya.
Dengan jumlah wisatawan hanya 10 ribu sampai 11 ribu tersebut, tidak mungkin bisa meng-cover 146 ribu kamar hotel/akomodasi di Bali. Artinya Bali memang minus wisatawan.
Menurut Rai Suryawijaya, Bali butuh sekitar 36 ribu orang wisatawan, baik domestik maupun manca negara dalam sehari. Dengan jumlah itulah, rata-rata tingkat hunian bisa mencapai 65-70 persen. “Barulah ada untung,” jelas tokoh pariwisata asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara.
Sedang untuk saat ini, industri perhotelan jelas masih merugi. “Satu dua hotel mungkin ada yang untung karena penuh. Namun hitungan regional untuk Bali, kita masih running lose,” kata Rai Suryawijaya yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung dan Wakil Ketua BPD PHRI Bali. *K17
Komentar