Fintech Kian Diminati, BI Bentuk FTO
Bank Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku fintech di bidang sistem pembayaran.
DENPASAR, NusaBali
Kemunculan layanan teknologi keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech) kini cenderung kian diminati dan dimanfaatkan oleh para pebisnis. Mengantisipasi segala tantangan yang akan terjadi, terutama fintech yang bergerak di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia membentuk Fintech Office (FTO).
Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Pengelolaan Uang Rupiah dan Layanan Administrasi BI Bali, Zulfan Nukman, Rabu (8/2), mengatakan, BI FTO tersebut sudah dibentuk sejak 14 November 2016 di kantor pusat, sebagai sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sehat dengan tetap mengutamakan kehati-hatian dan perlindungan konsumen. "Keberadaan BI FTO diposisikan untuk menjaga level playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi," terangnya.
Sebagaimana dikatakan, melihat perkembangan fintech di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku tersebut. Inovasi pelaku usaha, kata dia, dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan ekonomi Indonesia, seperti mendorong penggunaan alat pembayaran non-tunai.
Selain itu juga menjembatani kebutuhan dan menggerakan kegiatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sekaligus turut mendorong inklusi keuangan. “Melalui pemanfaatan dan inovasi teknologi, konsumen dapat menikmati berbagai kemudahan dan kecepatan transaksi, konsumen atau masyarakat yang hendak melakukan transaksi tersebut harus berhati- hati,” tegasnya.
Perhatian khusus terkait fintech ini kemudian dituangkan dalam salah satu Program Strategis Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan kajian yang bersifat multidisiplin terkait cakupan dan pemetaan risiko fintech dari sisi moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, hukum dan teknologi informasi. Hal ini untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan andal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, mengedepankan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan perlindungan konsumen sesuai tujuan BI selaku otoritas sistem pembayaran.
Zulfan memaparkan, BI FTO memiliki empat fungsi utama. Pertama sebagai fasilitator atau katalisator bagi pertukaran ide inovatif pengembangan fintech di Indonesia. Kedua, sebagai business intelligence, dimana BI FTO akan secara rutin memberikan update melalui diseminasi hasil kajian dan pertemuan termasuk dengan kementerian dan otoritas terkait serta lembaga internasional.
Sedangkan ketiga, fungsi asesmen, dimana BI FTO akan melakukan pemantauan dan pemetaan atas potensi manfaat sekaligus risiko dari inovasi model bisnis dan produk yang ditawarkan. Hasil asesmen tersebut akan menjadi dasar bagi perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Lalu yang kempat, sebagai fungsi koordinasi dan komunikasi, yang berperan memberikan pemahaman atas kerangka pengaturan yang ada, dan mendorong harmonisasi regulasi lintas otoritas.
Sebagai bagian dari fungsi asesmen, kata dia, BI FTO tengah mempersiapkan sebuah inisiatif yang dinamakan regulatory sandbox. Regulatory sandbox dapat dianalogikan sebagai sebuah laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku fintech dan Bank Indonesia untuk menguji produk, layanan, model bisnis atau teknologi yang bersifat inovatif, khususnya sebelum masuk ke dalam rezim perizinan secara penuh.
“Melalui regulatory sandbox, Bank Indonesia dapat memonitor secara intensif keberlangsungan Fintech dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain digunakan untuk evaluasi, metode ini juga akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah antisipatif dan korektif di waktu yang tepat apabila diperlukan. Lebih lanjut, data yang dihasilkan sepanjang proses monitoring dan pendampingan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas respons kebijakan,” jelasnya. *in
Kemunculan layanan teknologi keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech) kini cenderung kian diminati dan dimanfaatkan oleh para pebisnis. Mengantisipasi segala tantangan yang akan terjadi, terutama fintech yang bergerak di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia membentuk Fintech Office (FTO).
Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Pengelolaan Uang Rupiah dan Layanan Administrasi BI Bali, Zulfan Nukman, Rabu (8/2), mengatakan, BI FTO tersebut sudah dibentuk sejak 14 November 2016 di kantor pusat, sebagai sebuah unit kerja dengan fungsi untuk menjaga agar inovasi fintech di Indonesia dapat tumbuh berkembang dengan sehat dengan tetap mengutamakan kehati-hatian dan perlindungan konsumen. "Keberadaan BI FTO diposisikan untuk menjaga level playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi," terangnya.
Sebagaimana dikatakan, melihat perkembangan fintech di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memandang perlu untuk mendukung tumbuhnya inovasi dari pelaku tersebut. Inovasi pelaku usaha, kata dia, dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan ekonomi Indonesia, seperti mendorong penggunaan alat pembayaran non-tunai.
Selain itu juga menjembatani kebutuhan dan menggerakan kegiatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sekaligus turut mendorong inklusi keuangan. “Melalui pemanfaatan dan inovasi teknologi, konsumen dapat menikmati berbagai kemudahan dan kecepatan transaksi, konsumen atau masyarakat yang hendak melakukan transaksi tersebut harus berhati- hati,” tegasnya.
Perhatian khusus terkait fintech ini kemudian dituangkan dalam salah satu Program Strategis Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya selama tahun 2016, Bank Indonesia telah melakukan kajian yang bersifat multidisiplin terkait cakupan dan pemetaan risiko fintech dari sisi moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, hukum dan teknologi informasi. Hal ini untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan andal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, mengedepankan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan perlindungan konsumen sesuai tujuan BI selaku otoritas sistem pembayaran.
Zulfan memaparkan, BI FTO memiliki empat fungsi utama. Pertama sebagai fasilitator atau katalisator bagi pertukaran ide inovatif pengembangan fintech di Indonesia. Kedua, sebagai business intelligence, dimana BI FTO akan secara rutin memberikan update melalui diseminasi hasil kajian dan pertemuan termasuk dengan kementerian dan otoritas terkait serta lembaga internasional.
Sedangkan ketiga, fungsi asesmen, dimana BI FTO akan melakukan pemantauan dan pemetaan atas potensi manfaat sekaligus risiko dari inovasi model bisnis dan produk yang ditawarkan. Hasil asesmen tersebut akan menjadi dasar bagi perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Lalu yang kempat, sebagai fungsi koordinasi dan komunikasi, yang berperan memberikan pemahaman atas kerangka pengaturan yang ada, dan mendorong harmonisasi regulasi lintas otoritas.
Sebagai bagian dari fungsi asesmen, kata dia, BI FTO tengah mempersiapkan sebuah inisiatif yang dinamakan regulatory sandbox. Regulatory sandbox dapat dianalogikan sebagai sebuah laboratorium yang digunakan bersama oleh pelaku fintech dan Bank Indonesia untuk menguji produk, layanan, model bisnis atau teknologi yang bersifat inovatif, khususnya sebelum masuk ke dalam rezim perizinan secara penuh.
“Melalui regulatory sandbox, Bank Indonesia dapat memonitor secara intensif keberlangsungan Fintech dalam perimeter risiko yang terjaga. Selain digunakan untuk evaluasi, metode ini juga akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah antisipatif dan korektif di waktu yang tepat apabila diperlukan. Lebih lanjut, data yang dihasilkan sepanjang proses monitoring dan pendampingan dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas respons kebijakan,” jelasnya. *in
1
Komentar