Komisi III akan Tanya Dinas PUPR
Terkait Ada Tidaknya Penalti dalam Proyek Penataan Heritage Gajah Mada
Sebagai Ketua Komisi III DPRD Denpasar, Eko Supriadi mengapresiasi adanya pembangunan tersebut untuk mendukung heritage city.
DENPASAR, NusaBali
Terkait sejumlah anggota DPRD Denpasar meminta ada penalti atau sanksi terhadap rekanan dalam proyek penataan kawasan heritage Gajah Mada yang sempat molor tiga hari, Ketua Komisi III DPRD Kota Denpasar, Eko Supriadi mengatakan akan menanyakan masalah itu ke Dinas PUPR Kota Denpasar. Sampai saat ini pihaknya mengaku belum tahu terkait apakah ada pengenaan penalti atau tidak kepada rekanan. Namun sebagai Ketua Komisi III DPRD Denpasar, Eko Supriadi mengapresiasi adanya pembangunan tersebut untuk mendukung heritage city.
"Kami belum tahu kalau harus ada penalti kami akan konfirmasi dulu besok (hari ini, Red). Yang jelas di luar dari permasalahan di lapangan kami apresiasi pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar apalagi bisa mendapatkan dana DAK tanpa menyentuh APBD," jelas Eko Supriyadi yang anggota Fraksi PDIP ini saat dihubungi, Minggu (12/12) malam.
Terpisah anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, AA Susruta Ngurah Putra mengatakan penalti tetap harus diberikan walaupun ada perubahan perencanaan proyek.
"Kalau dalam kontrak tertulis ada penalti, maka itu wajib dikenakan. Bila ada pengecualian, maka harus melalui ketetapan tertulis atas pembebasan penalti dan ada yang bertanggung jawab. Karena pembebasan penalti merupakan kerugian daerah juga," ujarnya. Sebelumnya diberitakan Wakil Ketua DPRD Denpasar dari Fraksi Golkar, Wayan Mariyana Wandira mengatakan seharusnya sesuai kontrak kerja yang disepakati kedua belah pihak dijalankan dengan baik. Termasuk waktu penyelesaiannya. Bila terjadi keterlambatan, maka tetap dijatuhi sanksi penalti.
“Kontrak kerja itu mengikat, kalau misalnya terlambat, kena sanksi. Berdasarkan dokumen yang ada, apapun alasannya harusnya ditegakkan,” katanya. Proyek yang digarap tersebut menggunakan uang rakyat, harus bertanggungjawan terhadap rakyat. Karena apapun istilahnya, apakah itu dana BKK, APBD, itu semua merupakan uang rakyat yang penggunaannya harus tepat waktu dan tepat sasaran.
Ketentuan seperti ini sudah lazim berlaku untuk proyek-proyek pemerintah. Terlebih, lagi saat ini Pemkot juga sedang membangun belasan gedung sekolah dasar. Perlakuan terhadap pelaksana proyek harus sama. Bila terjadi perbedaan akan menjadi preseden buruk ke depannya. “Kenapa ini boleh, kenapa ini tidak, kan demikian nanti pertanyaannya,” katanya.
Seperti diketahui, proyek penataan kawasan heritage Gajah Mada meliputi pekerjaan penambahan ornamen di Pasar Kumbasari, pembuatan patung Dewi Melanting di Pasar Badung dan pelebaran jembatan Jalan Gajah Mada, telah rampung per 9 Desember 2021.
Proyek dengan kontrak No 640/6399/DPUPR/2021 dan No 025/TJN-SPK/VI/2021 tertanggal 25 Juni 2021 ini seharusnya selesai pada Senin (6/12). Namun, proyek senilai Rp 17.696.340.000 baru selesai pada, Kamis (9/12). *mis
"Kami belum tahu kalau harus ada penalti kami akan konfirmasi dulu besok (hari ini, Red). Yang jelas di luar dari permasalahan di lapangan kami apresiasi pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar apalagi bisa mendapatkan dana DAK tanpa menyentuh APBD," jelas Eko Supriyadi yang anggota Fraksi PDIP ini saat dihubungi, Minggu (12/12) malam.
Terpisah anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, AA Susruta Ngurah Putra mengatakan penalti tetap harus diberikan walaupun ada perubahan perencanaan proyek.
"Kalau dalam kontrak tertulis ada penalti, maka itu wajib dikenakan. Bila ada pengecualian, maka harus melalui ketetapan tertulis atas pembebasan penalti dan ada yang bertanggung jawab. Karena pembebasan penalti merupakan kerugian daerah juga," ujarnya. Sebelumnya diberitakan Wakil Ketua DPRD Denpasar dari Fraksi Golkar, Wayan Mariyana Wandira mengatakan seharusnya sesuai kontrak kerja yang disepakati kedua belah pihak dijalankan dengan baik. Termasuk waktu penyelesaiannya. Bila terjadi keterlambatan, maka tetap dijatuhi sanksi penalti.
“Kontrak kerja itu mengikat, kalau misalnya terlambat, kena sanksi. Berdasarkan dokumen yang ada, apapun alasannya harusnya ditegakkan,” katanya. Proyek yang digarap tersebut menggunakan uang rakyat, harus bertanggungjawan terhadap rakyat. Karena apapun istilahnya, apakah itu dana BKK, APBD, itu semua merupakan uang rakyat yang penggunaannya harus tepat waktu dan tepat sasaran.
Ketentuan seperti ini sudah lazim berlaku untuk proyek-proyek pemerintah. Terlebih, lagi saat ini Pemkot juga sedang membangun belasan gedung sekolah dasar. Perlakuan terhadap pelaksana proyek harus sama. Bila terjadi perbedaan akan menjadi preseden buruk ke depannya. “Kenapa ini boleh, kenapa ini tidak, kan demikian nanti pertanyaannya,” katanya.
Seperti diketahui, proyek penataan kawasan heritage Gajah Mada meliputi pekerjaan penambahan ornamen di Pasar Kumbasari, pembuatan patung Dewi Melanting di Pasar Badung dan pelebaran jembatan Jalan Gajah Mada, telah rampung per 9 Desember 2021.
Proyek dengan kontrak No 640/6399/DPUPR/2021 dan No 025/TJN-SPK/VI/2021 tertanggal 25 Juni 2021 ini seharusnya selesai pada Senin (6/12). Namun, proyek senilai Rp 17.696.340.000 baru selesai pada, Kamis (9/12). *mis
Komentar