Ketua AHLI Minta Aturan Jangan Berubah-ubah
Tak Ingin Moment Libur Nataru Terganggu
DENPASAR,NusaBali
Aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di masa pandemi diantaranya tentang perjalanan atau bepergian masa yang sering berubah-ubah dikhawatirkan berimbas terhadap antusias wisatawan ke Bali jelang Nataru.
Akibatnya, moment libur Nataru yang seharusnya bisa menggeliatkan pariwisata Bali, malah hasilnya tak optimal.
Seperti diketahui, sejak pandemi Corona meluluhlantakan perekonomian negeri ini khususnya di sektor Pariwisata, para pelaku pariwisata berusaha untuk tetap bertahan. Salah satunya dengan memanfaatkan liburan Nataru yang merupakan salah satu dari sedikit moment yang potensial menggeliatkan pariwisata Bali.
Namun di sisi lain, kebijakan Pemerintah melalui PPKM yang sering kali berubah-ubah membuat para pelaku pariwisata kebingungan untuk mengikuti atau menyesuaikan dengan aturan yang ada. Begitu juga dengan masyarakat khususnya yang ingin melakukan perjalanan jauh.
Karena itu, ketika Pemerintah memutuskan untuk membatalkan PPKM level 3 secara nasional yang awalnya akan diterapkan pada libur Nataru, para pelaku pariwisata menyambut dengan positif.
"Kalau boleh jangan sering berubah-ubah, " pinta Ketua Umum Association of Hospitality Leaders Indonesia(AHLI), I Ketut Swabawa, Senin(13/12).
Dikatakan aturan yang sering berubah apalagi perubahan itu dalam rentang waktu pendek, menurut Swabawa bisa berimbas pada kunjungan wisatawan ke Bali.
"Mereka (wisatawan) bisa saja khawatir jangan -jangan berubah lagi aturannya," kata Swabawa.
Karena itu yang sudah booking bisa jadi cancel. Padahal pada akhir tahun atau dalam suasana Nataru menjadi moment dan kesempatan Bali mendapatkan wisatawan lebih banyak. Walaupun baru wisatawan domestik.
"Karena pada masa Nataru merupakan waktu dipilih orang untuk liburan, selain liburan sekolah dan libur hari keagamaan lainnya, " kata Swabawa.
Dia khawatir aturan yang sering berubah berakibat moment Nataru tidak berdampak optimal bagi pariwisata Bali.
Swabawa pun mengingatkan posisi Bali dalam industri pariwisata Indonesia yang lebih berpengalaman dibanding DTW lain. "Kalau di Labuhan Bajo sekarang ini kami lihat ramai, " ungkap Swabawa.
Sedang di Bali rata-rata tingkat hunian baru 12-15 persen. Jika optimal okupansi hotel untuk segmen wisdom, menurut K Swabawa antara 40-45 persen. Sehingga 12-15 persen, okupansi belum optimal.
Sedang jumlah kamar hotel atau vila di Bali sekitar 140 ribu. Tambah Swabawa, sesungguhnya banyak pihak yang diuntungkan jika kunjungan pariwisata Bali bisa dioptimalkan pada liburan Nataru maupun moment liburan lainnya. Tidak saja bagi Bali, juga untuk daerah tetangga.
Produk pertanian maupun hortikultura serta produk UMKM, diantaranya dari Jawa dan NTB diyakini meningkat pemasarannya. "Karena kebutuhan produk akan meningkat juga, " kata Swabawa. *k17
1
Komentar