Tanggul Penahan Abrasi di Pantai Pebuahan Porakporanda
Gelombang setinggi 4 meter di Pantai Pebuahan, Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana porakporandakan warung kuliner dan gazebo di lokasi itu.
NEGARA, NusaBali
Tanggul penahan abrasi juga luluhlantak. Warga bahkan bongkar paksa bangunan rumah yang masih kokoh untuk hindari bencana.
Warga di pesisir pantai Pebuahan, Jumat (10/2) tampak perbaiki tanggul penahan abrasi yang terbuat dari batu beronjong dan ban bekas. Warga sudah berulang kali buat tanggul penahan abrasi secara swadaya. Sementara itu, warung dan gazebo tampak bertumbangan dan dibersihkan pemiliknya. Begitu juga salah satu rumah permanent yang berdiri kokoh dibongkar pemiliknya karena khawatir tergerus abrasi.
Informasi di lapangan, ada empat warung yang mengalami kerusakan parah akibat terjangan gelombang pasang setinggi 4 meter. Keempat warung kuliner itu Warung Fina, Warung Buri Laut, Warung Dua Dara, dan Warung Samudra Indah. Warung Fina, Warung Buri Laut, dan Warung Dua Dara berada dalam satu deret dan masih merupakan milik satu keluarga, Jubaida, 70. Di empat warung itu ada 9 gazebo roboh. Bangunan aula di Warung Fina juga hancur, dipastikan tidak aman untuk difungsikan kembali. “Semua hancur. Kemarin diterjang gelombang pasang mulai pukul 20.00 Wita sampai pukul 02.00 Wita,” ujar Jubaida.
Sejak terjadi abrasi mulai tahun 2011 lalu, pemerintah belum turun tangan melakukan perbaikan. Jangankan membangun senderan, bantuan membuat tanggul sementara juga tidak ada. “Kami heran kenapa Pantai Rening yang mendapatkan bantuan senderan. Padahal di Pebuahan merupakan kawasan pemukiman, sedangkan di Pantai Rening hanya ada hotel,” sesal Jubaida. Pemilik Warung Samudra Indah, Sutrisno, 31, yang mengalami kerugian paling besar akibat hantaman gelombang pasang tersebut juga sesalkan tidak ada bantuan dari pemerintah.
Sebelum menggerus 1 bangunan aula serta 7 bangunan gazebo di warungnya, kata Sutrisno, gelombang pasang menjebol tanggul pasangan batu beronjong. Sejak 6 tahun terjadi abrasi, ia mengaku sempat beli batu sebanyak 225 truk engkel. Harga batu mulai dari Rp 160 ribu per truk engkel hingga Rp 180 ribu per truk engkel. “Tinggal dikalikan saja. Belum lagi tali jaring buat mengikat batu dan ongkos pasang. Itu baru tanggul, belum termasuk bangunan saya yang hancur,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Permukiman (PUPR-PKP) Jembrana, I Gusti Putu Merthadana, mengaku tidak mampu bicara untuk penanganan abrasi karena kewenangan ada di pemerintah pusat. Gusti Merthadana memastikan sudah melaporkan kondisi abrasi di wilayahnya, baik melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida maupun langsung ke pemerintah pusat. Harapannya mendapat prioritas penanganan abrasi. “Sudah berulangkali kami ajukan. Tetapi arus bersabar karena membutuhkan anggaran yang besar,” katanya. * ode
Tanggul penahan abrasi juga luluhlantak. Warga bahkan bongkar paksa bangunan rumah yang masih kokoh untuk hindari bencana.
Warga di pesisir pantai Pebuahan, Jumat (10/2) tampak perbaiki tanggul penahan abrasi yang terbuat dari batu beronjong dan ban bekas. Warga sudah berulang kali buat tanggul penahan abrasi secara swadaya. Sementara itu, warung dan gazebo tampak bertumbangan dan dibersihkan pemiliknya. Begitu juga salah satu rumah permanent yang berdiri kokoh dibongkar pemiliknya karena khawatir tergerus abrasi.
Informasi di lapangan, ada empat warung yang mengalami kerusakan parah akibat terjangan gelombang pasang setinggi 4 meter. Keempat warung kuliner itu Warung Fina, Warung Buri Laut, Warung Dua Dara, dan Warung Samudra Indah. Warung Fina, Warung Buri Laut, dan Warung Dua Dara berada dalam satu deret dan masih merupakan milik satu keluarga, Jubaida, 70. Di empat warung itu ada 9 gazebo roboh. Bangunan aula di Warung Fina juga hancur, dipastikan tidak aman untuk difungsikan kembali. “Semua hancur. Kemarin diterjang gelombang pasang mulai pukul 20.00 Wita sampai pukul 02.00 Wita,” ujar Jubaida.
Sejak terjadi abrasi mulai tahun 2011 lalu, pemerintah belum turun tangan melakukan perbaikan. Jangankan membangun senderan, bantuan membuat tanggul sementara juga tidak ada. “Kami heran kenapa Pantai Rening yang mendapatkan bantuan senderan. Padahal di Pebuahan merupakan kawasan pemukiman, sedangkan di Pantai Rening hanya ada hotel,” sesal Jubaida. Pemilik Warung Samudra Indah, Sutrisno, 31, yang mengalami kerugian paling besar akibat hantaman gelombang pasang tersebut juga sesalkan tidak ada bantuan dari pemerintah.
Sebelum menggerus 1 bangunan aula serta 7 bangunan gazebo di warungnya, kata Sutrisno, gelombang pasang menjebol tanggul pasangan batu beronjong. Sejak 6 tahun terjadi abrasi, ia mengaku sempat beli batu sebanyak 225 truk engkel. Harga batu mulai dari Rp 160 ribu per truk engkel hingga Rp 180 ribu per truk engkel. “Tinggal dikalikan saja. Belum lagi tali jaring buat mengikat batu dan ongkos pasang. Itu baru tanggul, belum termasuk bangunan saya yang hancur,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Permukiman (PUPR-PKP) Jembrana, I Gusti Putu Merthadana, mengaku tidak mampu bicara untuk penanganan abrasi karena kewenangan ada di pemerintah pusat. Gusti Merthadana memastikan sudah melaporkan kondisi abrasi di wilayahnya, baik melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida maupun langsung ke pemerintah pusat. Harapannya mendapat prioritas penanganan abrasi. “Sudah berulangkali kami ajukan. Tetapi arus bersabar karena membutuhkan anggaran yang besar,” katanya. * ode
Komentar