Pengelola Wisata Penyu Jualan Seafood
DENPASAR,NusaBali
Sepi kunjungan sehingga minim pemasukan, pengelola penangkaran dan pelestarian Turtle Park atau Taman Penyu di Serangan, Denpasar Selatan berjualan kuliner.
Tujuannya selain untuk menopang perekonomian keluarga, juga mencari pemasukan untuk biaya pakan dan perawatan penyu yang merupakan satwa langka.
“Pandemi ini memang sangat berdampak,” ujar I Wayan Artana, Ketua Yayasan Pelestari Penyu yang mengelola Turtle Park di Serangan, Selasa (14/12).
Kata Artana, semua profesi terdampak pandemi sehingga berimbas juga ke kunjungan wisatawan ke Taman Penyu.
Dulu pada saat kondisi normal, sebelum pandemi Covid -19, 50 -100 orang wisatawan datang menyaksikan penyu- penyu yang ditangkarkan dalam kolam. Wisatawan tersebut, campuran. Ada domestik, ada wisman. Dari sisi usia, ada anak-anak, ada orang dewasa dan orang tua.
“Terutama anak-anak pelajar, SD dan SMP sangat antusias,” ungkap Artana. Namun sejak pandemi nyaris tidak ada pengunjung. Otomatis juga tidak ada pemasukkan. Padahal penyu harus rutin mendapatkan pakan dan juga perawatan. Termasuk cek kesehatannya.
Untuk pakan rata-rata butuh Rp 50 ribu per hari untuk membeli rumput laut. Sedang total termasuk untuk biaya perawatan lainya antara Rp 100 ribu- 150 ribu per hari.
Karena itulah Artana sejak April lalu, cari peluang. Ialah dengan berjualan kuliner khas Serangan, yakni seafood diantaranya ikan bakar dan lainnya.
Juga berjualan souvernir kulit kerang.
”Itu upaya, karena kami harus bertahan,” ujar Artana. Selain itu berjualan seafood, Artana juga mencari jaringan untuk menyampaikan Serangan sebagai daya tarik wisata, salah satunya penyu sebagai ikon. “Jadi itu upaya kita,” ujarnya.
Salah satu penyu yang menjadi ikon adalah penyu hijau yang berusia sudah tua . Lebar badannya sekitar 84 sentimeter dan panjang 1,20 meter. “Ini sudah biasa biasa ‘beriteraksi’ sehingga tampak jinak,” tunjuk Artana. *K17
“Pandemi ini memang sangat berdampak,” ujar I Wayan Artana, Ketua Yayasan Pelestari Penyu yang mengelola Turtle Park di Serangan, Selasa (14/12).
Kata Artana, semua profesi terdampak pandemi sehingga berimbas juga ke kunjungan wisatawan ke Taman Penyu.
Dulu pada saat kondisi normal, sebelum pandemi Covid -19, 50 -100 orang wisatawan datang menyaksikan penyu- penyu yang ditangkarkan dalam kolam. Wisatawan tersebut, campuran. Ada domestik, ada wisman. Dari sisi usia, ada anak-anak, ada orang dewasa dan orang tua.
“Terutama anak-anak pelajar, SD dan SMP sangat antusias,” ungkap Artana. Namun sejak pandemi nyaris tidak ada pengunjung. Otomatis juga tidak ada pemasukkan. Padahal penyu harus rutin mendapatkan pakan dan juga perawatan. Termasuk cek kesehatannya.
Untuk pakan rata-rata butuh Rp 50 ribu per hari untuk membeli rumput laut. Sedang total termasuk untuk biaya perawatan lainya antara Rp 100 ribu- 150 ribu per hari.
Karena itulah Artana sejak April lalu, cari peluang. Ialah dengan berjualan kuliner khas Serangan, yakni seafood diantaranya ikan bakar dan lainnya.
Juga berjualan souvernir kulit kerang.
”Itu upaya, karena kami harus bertahan,” ujar Artana. Selain itu berjualan seafood, Artana juga mencari jaringan untuk menyampaikan Serangan sebagai daya tarik wisata, salah satunya penyu sebagai ikon. “Jadi itu upaya kita,” ujarnya.
Salah satu penyu yang menjadi ikon adalah penyu hijau yang berusia sudah tua . Lebar badannya sekitar 84 sentimeter dan panjang 1,20 meter. “Ini sudah biasa biasa ‘beriteraksi’ sehingga tampak jinak,” tunjuk Artana. *K17
1
Komentar