Terancam Punah, Komitmen Konservasi Pohon Aren
Kelompok Getah Uyung Desa Pedawa
SINGARAJA, NusaBali
Kelompok Getah Uyung Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng yang merupakan perkumpulan petani aren, setahun terakhir membuat terobosan baru.
Mereka yang juga konsisten memproduksi gula merah Pedawa, menggiatkan konservasi pohon aren, penyuplai bahan baku produksi gula mereka. Komitmen pelestarian itu didasari karena keberadaan pohon aren di Desa Pedawa terancam punah.
Ketua Kelompok Getah Uyung, Gucci Adnyana, dalam peringatan hari ulang tahun kelompoknya, Kamis (16/12), mengatakan, saat ini lahan pohon aren yang tersisa di Desa Pedawa tak lebih dari 30 hektare. Padahal sebelumnya hampir seluruh kebun warga Desa Pedawa kurang lebih 350 hektare diisi dengan pohon aren.
“Dua puluh tahun terakhir, pohon aren terus berkurang, karena banyak warga di sini melakukan alih fungsi lahan dengan tanaman yang lebih menjanjikan seperti cengkih dan durian, sehingga sekarang yang tersisa hanya 15 persennya saja,” ucap Gucci Adnyana.
Dengan keterbatasan ketersediaan bahan baku dari tuak (hasil sadapan getah aren), maka warga Desa Pedawa yang dulu adalah daerah penghasil gula, terus berkurang. Saat ini hanya tersisa puluhan saja yang masih aktif memproduksi gula.
Di Kelompok Getah Uyung sendiri, beranggotakan 51 orang, namun hanya 50 persennya yang masih aktif berproduksi.
Untuk menarik minat warga Desa Pedawa kembali menggelorakan gula Pedawa sebagai ikon desa, Kelompok Getah Uyung melakukan sejumlah inovasi. Mulai dari pembibitan tanaman aren, penanaman, hingga inovasi produk gula aren. Saat ini Kelompok Getah Uyung sudah memiliki 5 varian gula aren. Selain gula batok yang merupakan ciri khas gula merah Pedawa, kini juga dikembangkan varian baru dengan bentuk-bentuk unik. Mulai dari bentuk spinder, kotak, pistol, gula batok dan satu produk turunan berupa gula semut.
Produk inovatif yang digiatkan setahun belakangan ini, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani aren. “Kalau yang batok kami jual Rp 40.000 - Rp 45.000 per kilogram, kalau yang varian bentuk Rp 50.000 per kilogram, sehingga ada selisih untung sepuluh ribu. Jelas ini sangat dirasakan oleh anggota kelompok kami,” ucap dia.
Program kelompok pelestari pohon aren ini sudah melakukan upaya dari hulu ke hilir. Pelestarian tanaman aren dengan pembibitan merupakan program hulu. Sedangkan program hilirnya menyangkut pemasaran. Gucci Adnyana mengakui sejauh ini produksi gula merah Pedawa sudah sangat bagus. Jika gula merah batok kelapa pemasarannya sudah tidak usah dikhawatirkan lagi. Sedangkan untuk varian baru dikemas dapat masuk ke hotel, restoran serta super market.
“Kalau yang varian bentuk-bentuk ini kami sudah masuk di beberapa hotel di Pancasari, Kuta dan Nusa Dua. Sedangkan untuk supermarket kami sudah berMoU, cuman masih mengejar izin PIRT dan izin edar dari BPOM. Tinggal menunggu ini bisa jalan semua,” kata dia.
Seluruh upaya pelestarian alam dan produk unggulan Buleleng berupa gula merah Pedawa, dia mengaku mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Baik dari instansi terkait Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UMKM Buleleng, Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP). Mulai dari pengurusan izin, packaging hingga peningkatan kualitas produk.
Sementara itu upaya yang dilakukan Kelompok Getah Uyung yang sudah mulai membuahkan hasil, sudah mulai menarik minat warga lain. Sejumlah warganya sudah mulai ikut memelihara kembali sisa pohon aren yang dimiliki. Bahkan beberapa warga juga sudah mulai menanam bibit. Hanya saja untuk menunggu pohon aren menghasilkan 17-20 tahun ke depan, warga petani aren diberikan bantuan bibit tanaman sela.
Gucci Adnyana mengaku optimis bisa mengembalikan taksu Desa Pedawa sebagai penghasil gula. Dia pun meyakini roh Desa Pedawa akan kembali, sebab menurutnya pohon aren merupakan roh desa pedawa yang diwarisi leluhurnya. Keyakinan itu pun diyakini petani aren karena dalam memelihara dan berproduksi gula merah menggunakan pendekatan asi-asian (kecocokan).
Terkadang petani aren tiba-tiba mengalami kejadian aneh, sadapan arennya mengering gara-gara hal sepele. Seperti dituturkan Gucci Adnyana, tuak hasil sadapan dari pohon aren sangat pantang dijual langsung. Jika dilakukan hal tersebut dapat memicu mengeringnya tuak. “Ini sudah banyak yang membuktikan petani aren. Padahal kalau dihitung segi ekonomis, dijual dalam bentuk tuak itu jatuhnya lebih untung. Tetapi tiba-tiba mengering hasil sadapan tidak ada. Ketika ada janji verbal mau dipakai buat gula, sadapan ada lagi. Ini yang kami sangat yakini sebagai taksu Desa Pedawa, pohon aren untuk produksi gula,” terang dia. Taksu tersebut pun dinilai sejalan, saat seluruh tradisi dan sarana upacara yang dilakukan menggunakan gula merah. *k23
Komentar