Seni Unik, Menyisakan Hanya 1 Penari
Jejak Tapel Ngandong dari Desa Les, Buleleng
Ciri khas Topeng Ngandong terlihat jelas pada gerakan dan tingkah laku yang diperankan persis menyerupai Dadong Reod.
SINGARAJA, NusaBali
Seorang pria paruh baya, Wayan Madiana,57, warga Dusun Panjingan, Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, memakai sebuah dandanan yang tak biasa, untuk pertunjukan seni. Sejumlah buntalan dan juga boneka Dadong Reod (nenek renta) direkatkan di tubuhnya. Kostum pementasan itu membuatnya seakan sedang digendong oleh seorang Dadong Reod.
Madiana merupakan satu-satunya seniman tua nan unik, bidang seni Tapel Ngandong. Seni pertunjukan ini berasal dari Desa Les Kecamatan Tejakula, Buleleng. Madiana merupakan satu-satunya penari Tapel Ngandong yang masih melakoni seni yang disebut-sebut tetua setempat, sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang.
Ditemui di seputaran Kota Singaraja, Madiana diundang dalam sebuah acara peresmian. Tugasnya hanya menyambut tamu dan pejabat tinggi yang hadir. Namun cara penyambutan ala Topeng Ngandongnya sangat berbeda. Ciri khas Topeng Ngandong terlihat jelas pada gerakan dan tingkah laku yang diperankan persis menyerupai Dadong Reod.
Madiana menampilkan seni pertunjukan itu tanpa dialog. Sesekali dia melakukan gerakan ngangsogang (gerakan naik untuk membenahi posisi boneka manusia yang sedang digendong). Sesekali juga tampak nyeregseg (menyeret kaki seperti orang yang sedang keberatan beban dan akan jatuh).
Dia menceritakan, sudah melakoni seni tapel ini sejak tahun 1971. Meski bukan kesenian populer di Bali, seniman tua ini sering kali dihadirkan dalam acara peresmian, pawai hingga resepsi pernikahan. Fungsinya hanya sebagai penyambut tamu. Madiana menceritakan seni Tapel Ngandong yang dimainkannya merupakan kesenian turun temurun. Bahkan boneka dan tapel yang diajaknya berkesenian itu adalah warisan dari tetuanya terdahulu.
“Tepel ngandong ini memang sudah ada sejak dulu di Les. Bahkan kata tetua saya, dulu sudah ada sejak zaman Jepang. Dulu di Les ada tetamian (warisan) Tapel Ngandong sejak zaman Jepang itu, cuman sudah ilang. Kalau yang saya pakai ini juga tetamian sudah lama sekali,” ungkapnya.
Dalam kesenian Tapel Ngandong, disebut Madiana, menceritakan sosok Dadong Reod yang sedang menggendong suaminya yang lumpuh untuk diajak berobat. Menurutnya, tidak ada pakem khusus dalam pementasan seni ini, hanya perlu menghayati dua karakter yang dibawakan sebagai pasutri renta. Tatanan busananya pun harus diatur sedemikian rupa, sehingga Madiana dan Tapel Ngandongnya benar-benar tampak seperti dua orang.
Tapel Ngandong yang berwajah Dadong Reod terbuat dari kayu. Sedangkan bagian badannya menggunakan kain-kain perca. Sebagai kesenian tua, Tapel Ngandong sering diundang dalam kegiatan penting. Bahkan Madiana mengaku sudah pernah ke Jakarta, selain di lokalan Bali.
Tapel yang menemaninya selama ini pun tak memerlukan ritual dan perlakuan khusus. Sebagai sarana seni, Tapel Ngandong hanya dibuatkan persembahan berupa ayaban ajengan tumpeng saat Hari Raya Tumpek Landep dan Galungan/Kuningan. Sedangkan jika akan dipentaskan dia hanya perlu menghaturkan canang sari dan wewangian.
Madiana mengaku masih setia melakoni kesenian tua asli tanah kelahirannya ini. Karena merupakan dapat mengenalkan kesenian kebanggaan warga desanya. Selain karena kesenian tersebut sangat unik dan langka, sulit ditemui di tempat lain. “Karena ini sudah warisan tetamian, saya hanya menjalani saja sebagai sebuah kebanggaan,” ucap dia. *k23
Madiana merupakan satu-satunya seniman tua nan unik, bidang seni Tapel Ngandong. Seni pertunjukan ini berasal dari Desa Les Kecamatan Tejakula, Buleleng. Madiana merupakan satu-satunya penari Tapel Ngandong yang masih melakoni seni yang disebut-sebut tetua setempat, sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang.
Ditemui di seputaran Kota Singaraja, Madiana diundang dalam sebuah acara peresmian. Tugasnya hanya menyambut tamu dan pejabat tinggi yang hadir. Namun cara penyambutan ala Topeng Ngandongnya sangat berbeda. Ciri khas Topeng Ngandong terlihat jelas pada gerakan dan tingkah laku yang diperankan persis menyerupai Dadong Reod.
Madiana menampilkan seni pertunjukan itu tanpa dialog. Sesekali dia melakukan gerakan ngangsogang (gerakan naik untuk membenahi posisi boneka manusia yang sedang digendong). Sesekali juga tampak nyeregseg (menyeret kaki seperti orang yang sedang keberatan beban dan akan jatuh).
Dia menceritakan, sudah melakoni seni tapel ini sejak tahun 1971. Meski bukan kesenian populer di Bali, seniman tua ini sering kali dihadirkan dalam acara peresmian, pawai hingga resepsi pernikahan. Fungsinya hanya sebagai penyambut tamu. Madiana menceritakan seni Tapel Ngandong yang dimainkannya merupakan kesenian turun temurun. Bahkan boneka dan tapel yang diajaknya berkesenian itu adalah warisan dari tetuanya terdahulu.
“Tepel ngandong ini memang sudah ada sejak dulu di Les. Bahkan kata tetua saya, dulu sudah ada sejak zaman Jepang. Dulu di Les ada tetamian (warisan) Tapel Ngandong sejak zaman Jepang itu, cuman sudah ilang. Kalau yang saya pakai ini juga tetamian sudah lama sekali,” ungkapnya.
Dalam kesenian Tapel Ngandong, disebut Madiana, menceritakan sosok Dadong Reod yang sedang menggendong suaminya yang lumpuh untuk diajak berobat. Menurutnya, tidak ada pakem khusus dalam pementasan seni ini, hanya perlu menghayati dua karakter yang dibawakan sebagai pasutri renta. Tatanan busananya pun harus diatur sedemikian rupa, sehingga Madiana dan Tapel Ngandongnya benar-benar tampak seperti dua orang.
Tapel Ngandong yang berwajah Dadong Reod terbuat dari kayu. Sedangkan bagian badannya menggunakan kain-kain perca. Sebagai kesenian tua, Tapel Ngandong sering diundang dalam kegiatan penting. Bahkan Madiana mengaku sudah pernah ke Jakarta, selain di lokalan Bali.
Tapel yang menemaninya selama ini pun tak memerlukan ritual dan perlakuan khusus. Sebagai sarana seni, Tapel Ngandong hanya dibuatkan persembahan berupa ayaban ajengan tumpeng saat Hari Raya Tumpek Landep dan Galungan/Kuningan. Sedangkan jika akan dipentaskan dia hanya perlu menghaturkan canang sari dan wewangian.
Madiana mengaku masih setia melakoni kesenian tua asli tanah kelahirannya ini. Karena merupakan dapat mengenalkan kesenian kebanggaan warga desanya. Selain karena kesenian tersebut sangat unik dan langka, sulit ditemui di tempat lain. “Karena ini sudah warisan tetamian, saya hanya menjalani saja sebagai sebuah kebanggaan,” ucap dia. *k23
1
Komentar