Bupati Gianyar Disebut Terima Rp 300 Juta
Sidang Perdana Kasus Gratifikasi Mantan Sekda Kabupaten Buleleng
Mantan Sekda Kabupaten Buleleng Dewa Ketut Puspaka dijerat dakwaan berlapis, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara
DENPASAR, NusaBali
Sidang perdana kasus dugaan gratifikasi sejumlah pembangunan di Buleleng senilai Rp 16 miliar yang seret mantan Sekda Kabupaten Buleleng 2011-2020, Dewa Ketut Puspaka, 61, sebagai terdakwa, digelar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/12) pagi. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, terungkap ada aliran dana Rp 300 juta ke rekening Made Agus Mahayastra, yang kini menjabat Bupati Gianyar.
Persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa pagi mulai pukul 10.00 Wita, digelar secara daring dan offline. Terdakwa Dewa Ketut Puspaka menjalani sidang secara daring dari tempat penahanannya di LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Sidang kasus gratifikasi terdakwa Dewa Puspaka dipimpin majelis hakim yang diketuai Heriyanti.
Ada pun aliran dana Rp 300 ke rekening Bupati Agus Mahayastra itu diduga dari pengurusan izin pembangunan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Dalam dakwaan JPU disebutkan, salah satu gratifikasi yang diterima terdakwa Dewa Puspaka adalah terkait perizinan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang tahun 2015.
Dalam pengurusan izin pembuangan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang yang diajukan PT PEI itu, pemohon sudah mengeluarkan biaya Rp 1,8 miliar. Dana tersebut ditransfer ke rekening Made Sukawan Adika, yang merupakan anak buah terdakwa Dewa Puspaka. Saat itu, Dewa Puspaka juga menjanjikan kemudahan perizinan untuk PT PEI.
Sementara, dari sejumlah uang yang ditransfer tersebut, digunakan untuk jasa konsultan sebesar Rp 725 juta. Sedangkan Rp 300 juta disebutkan mengalir ke rekening Made Mahayastra, yang kini menjabat Bupati Gianyar 2018-2023. Uang juga mengalir ke salah satu mantan pebulutangkis andalan Bali, Made Candra Beratha, sebesar Rp 25 juta.
Meski menerima sejumlah aliran dana yang diduga dari gratifikasi perizinan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang, namun Made Agus Mahayastra tak pernah dipanggil penyidik Kejati Bali untuk diperiksa sebagai saksi. Agus Mahayastra sendiri membenarkan pernah menerima uang transferan dari Dewa Puspaka sebesar Rp 300 juta pada tahun 2015---saat itu politisi PDIP asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Gianyar ini masih menjabat Wakil Bupati Gianyar. Namun, Mahayastra membantah jika uang tersebut terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat terdakwa Dewa Puspaka.
"Saya tidak pernah diperiksa dan juga tidak ada kaitan nya dengan dugaan perkara tersebut. Kalau transferan itu sudah cukup lama tahun 2015, sesuai dengan hasil PPATK. Sementara perkara Pak Sekda (Dewa Puspaka) kan tahun 2018," dalih Bupati Mahayastra kepada NusaBali melalui WhatsApp, Selasa kemarin.
Di sisi lain, Kasi Penkum Kejati Bali, Luga Harlianto, mengatakan selama penyidikan kasus dugaan gratifikasi dengfan terdakwa Dewa Puspaka, penyidik kejaksaan tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Mahayastra terkait aliran dana tersebut. "Kami masih fokus ke Dewa Puspaka. Tapi, nanti kami akan lihat perkembangan dalam sidang," tegas Luga Harlianto saat dihubungi NusaBali terpisah, Selasa sore.
Sementara itu, dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU Agus Eko Purnomo cs di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa kemarin, terdakwa Dewa Puspaka diduga menerima gratifikasi senilai 16 miliar dalam sejumlah pembangunan di Kabupaten Buleleng selama kurun waktu 2015-2020.
Di antaranya, gratifikasi terkait izin pembangunan Bandara Bali Utara di Bule-leng tahun 2018. Gratifikasi diduga diterima dari beberapa orang dalam rangka membantu percepatan izin pembangunan bandara di pusat. Penyerahan uang gratifikasi dilakukan 3 tahap selama periode 2018-2019.
Selain itu, terdakwa Dewa Puspaka juga diduga menerima gratifikasi dalam pengurusan izin pembangunan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang. Terakhir, terdakwa Dewa Puspaka juga diduga menerima gratifikasi terkait penyewaan lahan tanah di kawasan Yeh Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, yang dilakukan suatu perusahaan.
Atas perbuatannya, mantan Sekda asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng yang pensiun setahun lalu ini dijerat dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, kesatu Pasal 12 huruf (e) UU Tipikor atau kedua Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor, atau ketiga Pasal 11 UU Tipikor, atau keempat Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau kelima Pasal 12 huruf (g) UU Tipikor. Dakwaan kedua, kesatu Pasal 3 UU RI nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU atau kedua Pasal 4 UU yang sama. Terdakwa Dewa Pusaka, yang juga mantan pebulutangkis andalan Bali, terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Menanggapi dakwaan JPU ini, penasihat hukum terdakwa Dewa Puspaka yang dikoamando Agus Sujoko dan Pande Made Sugiarta menyatakan tidak melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dan siap buka-bukaan dalam sidang nantinya. “Kami tidak ajukan eksepsi,” ujar Pande Made Sugiarta mewakili tim penasihat hukum terdakwa. *rez
Persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa pagi mulai pukul 10.00 Wita, digelar secara daring dan offline. Terdakwa Dewa Ketut Puspaka menjalani sidang secara daring dari tempat penahanannya di LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Sidang kasus gratifikasi terdakwa Dewa Puspaka dipimpin majelis hakim yang diketuai Heriyanti.
Ada pun aliran dana Rp 300 ke rekening Bupati Agus Mahayastra itu diduga dari pengurusan izin pembangunan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Dalam dakwaan JPU disebutkan, salah satu gratifikasi yang diterima terdakwa Dewa Puspaka adalah terkait perizinan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang tahun 2015.
Dalam pengurusan izin pembuangan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang yang diajukan PT PEI itu, pemohon sudah mengeluarkan biaya Rp 1,8 miliar. Dana tersebut ditransfer ke rekening Made Sukawan Adika, yang merupakan anak buah terdakwa Dewa Puspaka. Saat itu, Dewa Puspaka juga menjanjikan kemudahan perizinan untuk PT PEI.
Sementara, dari sejumlah uang yang ditransfer tersebut, digunakan untuk jasa konsultan sebesar Rp 725 juta. Sedangkan Rp 300 juta disebutkan mengalir ke rekening Made Mahayastra, yang kini menjabat Bupati Gianyar 2018-2023. Uang juga mengalir ke salah satu mantan pebulutangkis andalan Bali, Made Candra Beratha, sebesar Rp 25 juta.
Meski menerima sejumlah aliran dana yang diduga dari gratifikasi perizinan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang, namun Made Agus Mahayastra tak pernah dipanggil penyidik Kejati Bali untuk diperiksa sebagai saksi. Agus Mahayastra sendiri membenarkan pernah menerima uang transferan dari Dewa Puspaka sebesar Rp 300 juta pada tahun 2015---saat itu politisi PDIP asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Gianyar ini masih menjabat Wakil Bupati Gianyar. Namun, Mahayastra membantah jika uang tersebut terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat terdakwa Dewa Puspaka.
"Saya tidak pernah diperiksa dan juga tidak ada kaitan nya dengan dugaan perkara tersebut. Kalau transferan itu sudah cukup lama tahun 2015, sesuai dengan hasil PPATK. Sementara perkara Pak Sekda (Dewa Puspaka) kan tahun 2018," dalih Bupati Mahayastra kepada NusaBali melalui WhatsApp, Selasa kemarin.
Di sisi lain, Kasi Penkum Kejati Bali, Luga Harlianto, mengatakan selama penyidikan kasus dugaan gratifikasi dengfan terdakwa Dewa Puspaka, penyidik kejaksaan tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Mahayastra terkait aliran dana tersebut. "Kami masih fokus ke Dewa Puspaka. Tapi, nanti kami akan lihat perkembangan dalam sidang," tegas Luga Harlianto saat dihubungi NusaBali terpisah, Selasa sore.
Sementara itu, dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU Agus Eko Purnomo cs di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa kemarin, terdakwa Dewa Puspaka diduga menerima gratifikasi senilai 16 miliar dalam sejumlah pembangunan di Kabupaten Buleleng selama kurun waktu 2015-2020.
Di antaranya, gratifikasi terkait izin pembangunan Bandara Bali Utara di Bule-leng tahun 2018. Gratifikasi diduga diterima dari beberapa orang dalam rangka membantu percepatan izin pembangunan bandara di pusat. Penyerahan uang gratifikasi dilakukan 3 tahap selama periode 2018-2019.
Selain itu, terdakwa Dewa Puspaka juga diduga menerima gratifikasi dalam pengurusan izin pembangunan Terminal LNG di Desa Celukan Bawang. Terakhir, terdakwa Dewa Puspaka juga diduga menerima gratifikasi terkait penyewaan lahan tanah di kawasan Yeh Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, yang dilakukan suatu perusahaan.
Atas perbuatannya, mantan Sekda asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng yang pensiun setahun lalu ini dijerat dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, kesatu Pasal 12 huruf (e) UU Tipikor atau kedua Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor, atau ketiga Pasal 11 UU Tipikor, atau keempat Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau kelima Pasal 12 huruf (g) UU Tipikor. Dakwaan kedua, kesatu Pasal 3 UU RI nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU atau kedua Pasal 4 UU yang sama. Terdakwa Dewa Pusaka, yang juga mantan pebulutangkis andalan Bali, terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Menanggapi dakwaan JPU ini, penasihat hukum terdakwa Dewa Puspaka yang dikoamando Agus Sujoko dan Pande Made Sugiarta menyatakan tidak melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dan siap buka-bukaan dalam sidang nantinya. “Kami tidak ajukan eksepsi,” ujar Pande Made Sugiarta mewakili tim penasihat hukum terdakwa. *rez
1
Komentar