Jelang Tutup Tahun, Dinobatkan sebagai Pembina Riset Terbaik Nasional
I Wayan Madiya SPd MPd, Guru yang Sukses Antarkan Puluhan Siswa Berprestasi di SMAN Bali Mandara
Wayan Madiya diundang menjadi peserta Diklat ‘Pembelajaran Berbasis Riset’ yang dilaksanakan PPPPTK IPA Bandung, karena sebelumnya berhasil mengantarkan siswa SMAN Bali Mandara sabet 1 medali emas, 1 perak, dan grand winner dalam lomba karya tulis NASFIA 2021.
SINGARAJA, NusaBali
Satu lagi penghargaan yang diraih I Wayan Madiya SPd MPd, 35, guru pembina di balik kesuksesan siswa SMAN Bali Mandara, Desa Kecamatan Kubutambahan, Buleleng meraih prestasi di bidang riset tingkat nasional maupun internasional. Di pengujung tahun 2021, Wa-yan Madiya yang juga Ketua Dewan Riset SMAN Bali Mandara di-nobatkan sebagai ‘Pembina Riset Terbaik I Tingkat Nasional’.
Penghargaan ‘Pembina Riset Terbaik I Tingkat Nasional’ itu diraih Wayan Madiya saat mengikuti acara Diklat Pembelajaran Berbasis Riset yang dilaksanakan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan & Tenaga Kependidikan (PPPPTK) IPA Bandung, bekerjasama dengan Indonesia Scientific Society (ISS) di Bandung, 4-10 Desember 2021. Guru berusia 35 tahun ini terpilih menjadi salah satu dari 40 peserta Diklat, yang semuanya pembina riset berprestasi di Indonesia.
Wayan Madiya menceritakan dirinya terpilih menjadi peserta Diklat, karena sebelumnya berhasil mengantarkan siswa SMAN Bali Mandara sabet 1 medali emas, 1 perak, dan grand winner dalam lomba karya tulis yang dilaksanakan National Science Fair for Indonesia Adolescents (NASFIA) 2021. Kebetulan, dalam ajang yang sama, guru kelahiran 28 April 1986 asal Dusun Munti Guning, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem ini juga dinobatkan sebagai ‘Guru Pembimbing Ter-baik I Nasional’.
“Dengan keberhasilan itu, kemudian saya diundang menjadi salah satu peserta Diklat Pembelajaran Berbasis Riset yang mengedepankan ‘Peningkatan Keterampilan Siswa Abad 21’,” jelas Wayan Madya saat ditemui NusaBali di SMAN Bali Mandara, Senin (27/12).
Dalam Diklat tersebut, Wayan Madiya bersama guru-guru sekolah elite lainnya se-Indonesia yang sudah langganan juara penelitian, juga diberikan kesempatan untuk sharing. Kebetulan, Wayan Madiya saat itu mempresentasikan program Riset Base School (RBS) di SMAN Bali Mandara. Program RBS itulah yang selama ini mengantarkan siswa SMAN Bali Mandara berprestasi dalam berbagai lomba penelitian tingkat nasional maupun internasional.
“Saat saya memaparkan program RBS SMAN Bali Mandara, banyak teman guru di luar sana mengira siswa kami pantas mendapatkan juara, karena merupakan anak-anak yang pintar. Padahal, dalam kenyataannya, siswa yang kami bina adalah anak-anak miskin yang kemampuan intelektualnya juga sangat kurang. Nah, dari sana P4TK dan ISS terus menjadikan contoh pengembangan riset berbasis sekolah SMAN Bali Mandara,” papar guru yang menempuh S1 Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Undiksha Singaraja (tamat 2009) dan S2 Pendidikan IPA (Konsentrasi Kimia) PPs Undiksha Singaraja (tamat 2012) ini.
Menurut Wayan Madiya, pengembangan riset berbasis sekolah di Indonesia masih sangat sedikit. Hanya 2-3 sekolah saja yang selama ini mengembangkan pola itu, salah satunya SMAN Bali Mandara. Hal ini yang mengantarkan Wayan Madiya didapuk sebagai ‘Pembina Riset Terbaik Nasional’.
Wayan Madiya sendiri mengaku tak menyangka akan mendapatkan penghargaan tersebut. Pasalmya, selama mengikuti Diklat, dia hanya berupaya menjadi peserta yang baik. Namun, pengalamannya menjadi pembina riset SMAN Bali Mandara mendapatkan poin khusus dari panitia.
Selama 6 hari mengikuti Diklat, Wayan Madiya bersama 39 peserta lainnya dari berbagai daerah se-Indonesia juga ditugasi membuat desain buku pedoman riset sekolah secara umum. Dalam tugas tersebut, anak ke-9 dari 11 bersaudara pasangan I Nyoman Pasek Nami (alm) dan Ni Wayan Pasek Nami (alm) ini menyusun materi terkait ‘Pembelajaran Berbasis Riset di Kelas dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa Abad 21’.
Buku yang disusun bersama itu kini sedang digodok kembali oleh PPPPTK IPA Bandung untuk disempurnakan, sebelum nanti diterbitkan dan diedarkan ke seluruh sekolah di Indonesia. Dengan pengalamannya menjadi pembina riset di SMAN Bali Mandara, Wayan Madiya juga didorong PPPPTK Bandung untuk menjadi ‘Master Trainer’. Tugasnya adalah membina sekolah-sekolah di daerah yang ingin mengembangkan riset dalam pembelajaran.
Sementara itu, terkait pembinaan siswa di SMAN Bali Mandara dalam program RBS, menurut Wayan Madiya, cukup berhasil karena menerapkan sistem berasrama. Karena itu, komunikasi, koordinasi, pendampingan siswa dalam menyusun, perbaikan ide dapat lebih intens. Pembinaan siswa dalam menghasilkan penelitian setiap tahunnya pun tak pernah surut selama 1,5 tahun masa pandemi Covid-19. “Dewan Riset SMAN Bali Mandara, selain dikuatkan sejumlah guru pembina, juga dibantu oleh alumni,” beber ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Luh Putu Suarsani SPd ini.
Namun, dalam perjalannya selama ini, riset di SMAN Bali Mandara masih terkendala anggaran. Untungnya, setiap tahun mereka selalu mendapatkan jalan keluar, baik dari dukungan anggaran pemerintah melalui BOS Kinerja maupun sponsor dan donatur, yang datang ke SMAN Bali Mandara.
“Kendala lain meskipun riset diwajibkan untuk seluruh siswa sebagai syarat kelulusan, tidak semua siswa punya passion di penelitian. Nah, ketika menghadapi anak seperti itu, kami juga banyak berikan motivasi untuk bekal masa depan mereka yang lebih baik,” katanya. *k23
Penghargaan ‘Pembina Riset Terbaik I Tingkat Nasional’ itu diraih Wayan Madiya saat mengikuti acara Diklat Pembelajaran Berbasis Riset yang dilaksanakan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan & Tenaga Kependidikan (PPPPTK) IPA Bandung, bekerjasama dengan Indonesia Scientific Society (ISS) di Bandung, 4-10 Desember 2021. Guru berusia 35 tahun ini terpilih menjadi salah satu dari 40 peserta Diklat, yang semuanya pembina riset berprestasi di Indonesia.
Wayan Madiya menceritakan dirinya terpilih menjadi peserta Diklat, karena sebelumnya berhasil mengantarkan siswa SMAN Bali Mandara sabet 1 medali emas, 1 perak, dan grand winner dalam lomba karya tulis yang dilaksanakan National Science Fair for Indonesia Adolescents (NASFIA) 2021. Kebetulan, dalam ajang yang sama, guru kelahiran 28 April 1986 asal Dusun Munti Guning, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem ini juga dinobatkan sebagai ‘Guru Pembimbing Ter-baik I Nasional’.
“Dengan keberhasilan itu, kemudian saya diundang menjadi salah satu peserta Diklat Pembelajaran Berbasis Riset yang mengedepankan ‘Peningkatan Keterampilan Siswa Abad 21’,” jelas Wayan Madya saat ditemui NusaBali di SMAN Bali Mandara, Senin (27/12).
Dalam Diklat tersebut, Wayan Madiya bersama guru-guru sekolah elite lainnya se-Indonesia yang sudah langganan juara penelitian, juga diberikan kesempatan untuk sharing. Kebetulan, Wayan Madiya saat itu mempresentasikan program Riset Base School (RBS) di SMAN Bali Mandara. Program RBS itulah yang selama ini mengantarkan siswa SMAN Bali Mandara berprestasi dalam berbagai lomba penelitian tingkat nasional maupun internasional.
“Saat saya memaparkan program RBS SMAN Bali Mandara, banyak teman guru di luar sana mengira siswa kami pantas mendapatkan juara, karena merupakan anak-anak yang pintar. Padahal, dalam kenyataannya, siswa yang kami bina adalah anak-anak miskin yang kemampuan intelektualnya juga sangat kurang. Nah, dari sana P4TK dan ISS terus menjadikan contoh pengembangan riset berbasis sekolah SMAN Bali Mandara,” papar guru yang menempuh S1 Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Undiksha Singaraja (tamat 2009) dan S2 Pendidikan IPA (Konsentrasi Kimia) PPs Undiksha Singaraja (tamat 2012) ini.
Menurut Wayan Madiya, pengembangan riset berbasis sekolah di Indonesia masih sangat sedikit. Hanya 2-3 sekolah saja yang selama ini mengembangkan pola itu, salah satunya SMAN Bali Mandara. Hal ini yang mengantarkan Wayan Madiya didapuk sebagai ‘Pembina Riset Terbaik Nasional’.
Wayan Madiya sendiri mengaku tak menyangka akan mendapatkan penghargaan tersebut. Pasalmya, selama mengikuti Diklat, dia hanya berupaya menjadi peserta yang baik. Namun, pengalamannya menjadi pembina riset SMAN Bali Mandara mendapatkan poin khusus dari panitia.
Selama 6 hari mengikuti Diklat, Wayan Madiya bersama 39 peserta lainnya dari berbagai daerah se-Indonesia juga ditugasi membuat desain buku pedoman riset sekolah secara umum. Dalam tugas tersebut, anak ke-9 dari 11 bersaudara pasangan I Nyoman Pasek Nami (alm) dan Ni Wayan Pasek Nami (alm) ini menyusun materi terkait ‘Pembelajaran Berbasis Riset di Kelas dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa Abad 21’.
Buku yang disusun bersama itu kini sedang digodok kembali oleh PPPPTK IPA Bandung untuk disempurnakan, sebelum nanti diterbitkan dan diedarkan ke seluruh sekolah di Indonesia. Dengan pengalamannya menjadi pembina riset di SMAN Bali Mandara, Wayan Madiya juga didorong PPPPTK Bandung untuk menjadi ‘Master Trainer’. Tugasnya adalah membina sekolah-sekolah di daerah yang ingin mengembangkan riset dalam pembelajaran.
Sementara itu, terkait pembinaan siswa di SMAN Bali Mandara dalam program RBS, menurut Wayan Madiya, cukup berhasil karena menerapkan sistem berasrama. Karena itu, komunikasi, koordinasi, pendampingan siswa dalam menyusun, perbaikan ide dapat lebih intens. Pembinaan siswa dalam menghasilkan penelitian setiap tahunnya pun tak pernah surut selama 1,5 tahun masa pandemi Covid-19. “Dewan Riset SMAN Bali Mandara, selain dikuatkan sejumlah guru pembina, juga dibantu oleh alumni,” beber ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Luh Putu Suarsani SPd ini.
Namun, dalam perjalannya selama ini, riset di SMAN Bali Mandara masih terkendala anggaran. Untungnya, setiap tahun mereka selalu mendapatkan jalan keluar, baik dari dukungan anggaran pemerintah melalui BOS Kinerja maupun sponsor dan donatur, yang datang ke SMAN Bali Mandara.
“Kendala lain meskipun riset diwajibkan untuk seluruh siswa sebagai syarat kelulusan, tidak semua siswa punya passion di penelitian. Nah, ketika menghadapi anak seperti itu, kami juga banyak berikan motivasi untuk bekal masa depan mereka yang lebih baik,” katanya. *k23
1
Komentar