RSI Bali Dijamin Tidak Saingi RSUD
Ketua Komisi IV DPRD Bali Tangkis Isu ‘Liar’ di Medsos
Wakil Ketua DPD RI, Sultan Najamudin, sebut RSI Bali akan jadi fitur berwisata baru yang efektif tingkatkan grade wisata Bali.
DENPASAR, NusaBali
Pembangunan Rumah Sakit Internasional (RSI) Bali di Kawasan Inna The Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Denpasar Selatan, yang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan, mulai menjadi isu liar di media sosial. Ada yang sebut RSI Bali akan mematikan RSUD milik pemerintah daerah. Tangkis isu di Medsos, DPRD Bali pun meminta masyarakat tidak usah khawatir.
Ketua Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi masalah kesehatan), I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, menegaskan kehadiran RSI Bali tidak akan mematikan rumah sakit lokal di Bali. Penegasan ini disampaikan Gung De, menanggapi isu liar di media sosial yang seolah-olah kehadiran RSI Bali yang dibangun Kementerian BUMN akan mematikan rumah sakit yang sudah ada.
"Di Medsos isunya aneh-aneh. Rumah sakit lokal disebut akan dimatikan oleh RSI Bali. Itu pemahaman yang keliru, wawasannya tidak terbuka," ujar Gung De di Denpasar, Rabu (29/12).
Menurut politisi PDIP asal Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini, Komisi IV DPRD Bali sudah sempat mengecek dan menanyakan langsung ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali terkait dengan dampak pembangunan RSI Bali di Kawasan KEK Kesehatan Sanur. Dinas Kesehatan pun memastikan kehadiran RSI Bali tidak akan mematikan rumah sakit yang sudah ada, seperti RS Bali Mandara yang berlokasi di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan.
"RS Bali Mandara tidak akan dimatikan. Saya sudah cek dan hubungi Kadis Kesehatan Bali. RSI Bali tidak akan menjadi pesaing rumah sakit lokal. Sebab, RSI Bali ini adalah rujukan orang-orang kaya, yang ingin perawatan berkelas," tegas politisi yang juga menjabat Bendesa Adat Pedungan ini.
Gung De menegaskan, pembangunan RSI Bali memiliki tujuan memadukan kesehatan dan pariwisata. RSI Bali yang dibangun atas kerjasama dengan Mayo Clinic di Amerika Serikat, adalah jagonya dalam penanganan penyakit kanker, penyakit jantung, dan berbagai perawatan kesehatan berkelas lainnya. "Jadi, segmen mereka jelas. RSI Bali ini paduan bisnis kesehatan dan pariwisata. Krama Bali nggak usah khawatir," pinta Gung De.
Hanya saja, menurut Gung De, Pemprov Bali harus mengawal agar RSI Bali benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, terutama terkait dengan rekrutmen tenaga kerja lokal. Sebab, RSI Bali yang dibangun dengan kapasitas 300 kamar berkelas dan 800 bed perawatan, pastinya memerlukan banyak tenaga medis. "Peluang bagi tenaga kerja lokal Bali itu harus dikawal," pintanya.
Gung De mengatakan pro dan kontra di media sosial adalah hal biasa. Yang jelas, pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN sangat perhatian untuk peningkatan ekonomi Bali yang andalkan sektor pariwisata. Di musim pandemi Covid-19, pariwisata tenggelam. Nah, dengan kehadiran RSI Bali yang memadukan pariwisata dan kesehatan, pariwisata Bali akan bangkit dengan cepat.
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Bali dari Fraksi Golkar, I Wayan Rawan Atmaja, menyatakan khawatir pembangunan RSI Bali akan mematikan rumah sakit lokal, baik RSUD maupun RS swasta. Karena itu, pemerintah daerah diharapkan melakukan antisipasi. "Saya secara pribadi setuju ada pembangunan RS Internasional di Bali. Cuma, kan akan menyaingi rumah sakit yang sudah ada di kawasan tersebut, seperti RS Bali Mandara," ujar Rawan Atmaja secara terpisah, Rabu kemarin.
Rawan Atmaja pun desak Pemprov Bali melakukan antisipasi, dengan memperkuat kualitas layanan RSUD di kabupaten/kota dan RS Bali Mandara, supaya bisa bersaing dengan rumah sakit internasional. "Kualitas rumah sakit lokal diperkuat dulu, pelayanan juga harus cepat. Jangan sampai fenomena pasien menunggu berjam-jam ketika ingin mendapatkan layanan medis, masih saja terjadi," tandas Rawan Atmaja.
Rawan Atmaja mencontohkan kejadian selama ini ketika pasien mau operasi, mereka harus menunggu jadwal sampai berhari-hari. "Ini kelemahan kita di Indonesia," papar politisi Golkar asal Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, menilai pembangunan RSI Bali sebagai sebuah langkah maju. "Karena ini akan menjadi fitur berwisata baru yang efektif meningkatkan grade wisata Bali dan jumlah wisatawan lokal hingga asing ke Bali," ujar Sultan dalam keterangan tertulisnya yang diterima NusaBali di Jakarta, Rabu kemarin.
Menurut Sultan, dengan menyediakan fasilitas kesehatan kelas internasional, Bali tidak hanya akan menjadi destinasi wisata kelas dunia, tapi juga sebagai rujukan pengobatan dan pemulihan bagi kesehatan fisik dan psikis secara terintegrasi. Terlebih, saat peletakan batu pertama RSI Bali, Senin (27/12) lalu, Presiden Jokowi berharap masyarakat Indonesia tidak lagi berobat ke luar negeri. Masalahnya, se-lama ini ada 2 juta orang Indonesia pertahun yang berobar ke luar negeri, sehingga Indonesia praktis kehilangan uang Rp 97 triliun setahun.
"Tentu saja dibutuhkan kesadaran bersama, terutama kelompok masyarakat menengah atas untuk tidak lagi berobat ke luar negeri," tandas mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini. Sultan menjelaskan, image kecanggihan teknologi kesehatan dan keahlian dokter spesialis RS luar negeri, tentu menjadi pertimbangan masyarakat berobat ke sana. Hal tersebut menjadi PR yang harus dijawab oleh RSI Bali.
Sultan pun mendorong agar pembangunan RSI Bali dibarengi dengan peningkatan kualitas lembaga pendidikan vokasi dokter dan perawat di dalam negeri. SDM kesehatan dengan kualitas internasional juga harus dibangun sejak dini. Sejauh ini, kata dia, Indonesia belum memiliki lembaga sertifikasi internasional tenaga kesehatan, khususnya perawat. "Padahal, tenaga ahli madya perawat kita dibutuhkan oleh kalangan masyarakat Eropa yang mematok standar perawat kualitas tinggi," katanya. *nat,k22
Ketua Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi masalah kesehatan), I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, menegaskan kehadiran RSI Bali tidak akan mematikan rumah sakit lokal di Bali. Penegasan ini disampaikan Gung De, menanggapi isu liar di media sosial yang seolah-olah kehadiran RSI Bali yang dibangun Kementerian BUMN akan mematikan rumah sakit yang sudah ada.
"Di Medsos isunya aneh-aneh. Rumah sakit lokal disebut akan dimatikan oleh RSI Bali. Itu pemahaman yang keliru, wawasannya tidak terbuka," ujar Gung De di Denpasar, Rabu (29/12).
Menurut politisi PDIP asal Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini, Komisi IV DPRD Bali sudah sempat mengecek dan menanyakan langsung ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali terkait dengan dampak pembangunan RSI Bali di Kawasan KEK Kesehatan Sanur. Dinas Kesehatan pun memastikan kehadiran RSI Bali tidak akan mematikan rumah sakit yang sudah ada, seperti RS Bali Mandara yang berlokasi di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan.
"RS Bali Mandara tidak akan dimatikan. Saya sudah cek dan hubungi Kadis Kesehatan Bali. RSI Bali tidak akan menjadi pesaing rumah sakit lokal. Sebab, RSI Bali ini adalah rujukan orang-orang kaya, yang ingin perawatan berkelas," tegas politisi yang juga menjabat Bendesa Adat Pedungan ini.
Gung De menegaskan, pembangunan RSI Bali memiliki tujuan memadukan kesehatan dan pariwisata. RSI Bali yang dibangun atas kerjasama dengan Mayo Clinic di Amerika Serikat, adalah jagonya dalam penanganan penyakit kanker, penyakit jantung, dan berbagai perawatan kesehatan berkelas lainnya. "Jadi, segmen mereka jelas. RSI Bali ini paduan bisnis kesehatan dan pariwisata. Krama Bali nggak usah khawatir," pinta Gung De.
Hanya saja, menurut Gung De, Pemprov Bali harus mengawal agar RSI Bali benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, terutama terkait dengan rekrutmen tenaga kerja lokal. Sebab, RSI Bali yang dibangun dengan kapasitas 300 kamar berkelas dan 800 bed perawatan, pastinya memerlukan banyak tenaga medis. "Peluang bagi tenaga kerja lokal Bali itu harus dikawal," pintanya.
Gung De mengatakan pro dan kontra di media sosial adalah hal biasa. Yang jelas, pemerintah pusat melalui Kementerian BUMN sangat perhatian untuk peningkatan ekonomi Bali yang andalkan sektor pariwisata. Di musim pandemi Covid-19, pariwisata tenggelam. Nah, dengan kehadiran RSI Bali yang memadukan pariwisata dan kesehatan, pariwisata Bali akan bangkit dengan cepat.
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Bali dari Fraksi Golkar, I Wayan Rawan Atmaja, menyatakan khawatir pembangunan RSI Bali akan mematikan rumah sakit lokal, baik RSUD maupun RS swasta. Karena itu, pemerintah daerah diharapkan melakukan antisipasi. "Saya secara pribadi setuju ada pembangunan RS Internasional di Bali. Cuma, kan akan menyaingi rumah sakit yang sudah ada di kawasan tersebut, seperti RS Bali Mandara," ujar Rawan Atmaja secara terpisah, Rabu kemarin.
Rawan Atmaja pun desak Pemprov Bali melakukan antisipasi, dengan memperkuat kualitas layanan RSUD di kabupaten/kota dan RS Bali Mandara, supaya bisa bersaing dengan rumah sakit internasional. "Kualitas rumah sakit lokal diperkuat dulu, pelayanan juga harus cepat. Jangan sampai fenomena pasien menunggu berjam-jam ketika ingin mendapatkan layanan medis, masih saja terjadi," tandas Rawan Atmaja.
Rawan Atmaja mencontohkan kejadian selama ini ketika pasien mau operasi, mereka harus menunggu jadwal sampai berhari-hari. "Ini kelemahan kita di Indonesia," papar politisi Golkar asal Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, menilai pembangunan RSI Bali sebagai sebuah langkah maju. "Karena ini akan menjadi fitur berwisata baru yang efektif meningkatkan grade wisata Bali dan jumlah wisatawan lokal hingga asing ke Bali," ujar Sultan dalam keterangan tertulisnya yang diterima NusaBali di Jakarta, Rabu kemarin.
Menurut Sultan, dengan menyediakan fasilitas kesehatan kelas internasional, Bali tidak hanya akan menjadi destinasi wisata kelas dunia, tapi juga sebagai rujukan pengobatan dan pemulihan bagi kesehatan fisik dan psikis secara terintegrasi. Terlebih, saat peletakan batu pertama RSI Bali, Senin (27/12) lalu, Presiden Jokowi berharap masyarakat Indonesia tidak lagi berobat ke luar negeri. Masalahnya, se-lama ini ada 2 juta orang Indonesia pertahun yang berobar ke luar negeri, sehingga Indonesia praktis kehilangan uang Rp 97 triliun setahun.
"Tentu saja dibutuhkan kesadaran bersama, terutama kelompok masyarakat menengah atas untuk tidak lagi berobat ke luar negeri," tandas mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini. Sultan menjelaskan, image kecanggihan teknologi kesehatan dan keahlian dokter spesialis RS luar negeri, tentu menjadi pertimbangan masyarakat berobat ke sana. Hal tersebut menjadi PR yang harus dijawab oleh RSI Bali.
Sultan pun mendorong agar pembangunan RSI Bali dibarengi dengan peningkatan kualitas lembaga pendidikan vokasi dokter dan perawat di dalam negeri. SDM kesehatan dengan kualitas internasional juga harus dibangun sejak dini. Sejauh ini, kata dia, Indonesia belum memiliki lembaga sertifikasi internasional tenaga kesehatan, khususnya perawat. "Padahal, tenaga ahli madya perawat kita dibutuhkan oleh kalangan masyarakat Eropa yang mematok standar perawat kualitas tinggi," katanya. *nat,k22
Komentar