Buruh Tewas Tertimbun Galian C
Seorang buruh galian C, Herman, tewas tertimbun saat aktivitas penggalian batu padas di Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Selasa (14/2) pagi.
Musibah Ketiga di Galian C Desa Kelating Sejak 2008
TABANAN, NusaBali
Masalahnya, terjadi longsor saat borban berada di galian sedalam 4 meter. Informasi di lapangan, saat bencana terjadu, Selasa pagi sekitar pukul 10.30 Wita, korban Herman sedang mengumpulkan batu padas diu dasar galian sedalam 4 meter. Batu badas yang dikumpulkan buruh galian C asal kawasan Batu Gepeng, Banyuwangi, Jawa Timur ini sudah siap dikerek ke atas. Namum, tebing petak seluas 1,25 are di sebelah utara mendadak longsor. Akibatnya, air terhempas masuk ke dasar galian di mana korban Herman bekerja.
Korban Herman pun tidak bisa menyelamatkan diri, karena tertimbun reruntuhan yang digenangi air. Hingga Selasa sore pukul 17.55 Wita, korban Herman masih tertimbun di dasar galian dan belum bisa dievakuasi.
Menurut kesaksian buruh galian C launnya, Andika, 34, saat musibah kemarin pagi, korban Herman berada di bawah pada kedalaman sekitar 4 meter sedang mengumpulkan batu padas untuk dibawa naik. Sedangkan Andika sendiri saat itu sedang istirahat makan di salah satu beteng atas petak---di lokasi TKP ada 4 petak dengan luas masing-maisng 1,25 are.
Sedangkan 2 buruh galian C lainnya, yakni Bu Nori dan Sucipto, 34, berada di atas tebing di mana korban Herman tertimbun. Sebab, keduanya kebagian tugas mengambil batu padas yang siap diangkut ke luar. Tiba-tiba, Bu Nori dan Sucipto berteriak karena terjadi longsor.
“Kami semua panik, karena air terhempas deras menuju petak kedua dan petak ketiga di lokasi Herman tertimbun,” cerita Andika di lookasi TKP, Selasa kemarin. Menurut Andika, dirinya sempat berpaya turun ke dasar galian untuk menolong korban Herman. Namun, petak yang diinjaknya malah longsor, sehingga Andika tercebur. “Meski kaki terlilit tali, tapi saya berhasil selamat karena bisa berenang,” papar buruh galian C asal asal kawasan Sabran, Jember, Jawa Timur ini.
Hingga Selasa sore, jasad korban Herman belum bisa dievakuasi dari dasar galian yang longsor dan terendam air. Menurut Kapolres Tabanan, AKBP Marsdianto, upaya evakuasi terkendala karena galian berkedalaman 4 meter masih penuh berisi air. "Kami masih mencari bantuan petugas BPBD, Tim SAR, Pemadam Kebakaran, dan pihak terkait lainnya untuk menguras air agar korban bisa dievakuasi," jelas Kapolres Marsdianto.
Sedangkan pemilik galian C di mana musibah maut terjadi, I Gede Sudika, mengatakan saat kejadian kemarin pagi, korban Herman berada di dasar galian untuk mengumpulkan batu padas yang siap dibawa naik. "Saya waktu itu tidak ada di lokasi,” cerita pemilik galian C asal Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan ini.
Menurut Gede Sudika, aktivitas penggaian di galian C miliknya ini sudah berlangsung sejak tahun 2001. Pada 2012, pihaknya sudah mengajukan izin. Hanya saja, izinnya tersebut belum keluar sampai sekarang. "Izinnya belum keluar, padahal satu-satu galian C yang akan mengurus izin adalah Galian C yang ada di Desa Kelating,” ungkap Gede Sudika sembari menyebut korban Herman sudah selama 7 tahun bekerja di tempat usahanya.
Saat ini, Gede Sudika mempekerjakan 5 buruh dalam mencari batu padas di galian C seluas 5 are tersebut. Menurut Sudika, gaji bagi buruh tergantung hasil galian batu padasnya. Setiap penggalian batu padas ukuran 38 cm x 18 cm dibayar Rp 300. Dalam sebulan, buruh galian C bisa mendapatkan Rp 2 juta per orang. Mereka kerja rutin 9 jam seharti, mulai pagi pukul 08.00 Wita hingga sore pukul 17.00 Wita.
Sementara itu, petaka maut buruh tewas dalam aktivitas penggalian batu padas di sebelah timur Telabah Yeh Lating, Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating ini merupakan kejadian ketiga kalinya sejak 2008. Kasus pertama terjadi 4 September 2008, dengan korban Sutikno, 35, buruh asal Jember, Jawa Timur.
Ketika itu, Sutikno yang bekerja sebagai kuli pengangkut batu padas melintasi titi (jembatan bambu) di atas jurang sedalam 25 meter bekas galian C. Jurang itu berisi air dengan kedalaman 15 meter. Mayat Sutikno mengambang di jurang bak sumur itu. Proses evakuasi mayat korban yang dilakukan Satuan Brimob Polda Bali menyedot perhatian warga sekitar.
Saat terjatuh di bekas galian ukuran 20 meter x 10 meter, Sutikno sempat teriak minta tolong. Diduga korban tak bisa berenang, sehingga tenggelam. Setelah tewas tubuhnya mengambang di air. Bos korban, I Gusti Made Sutarjana warga Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating mengungkapkan jika Sutikno baru bekerja dengannya selama 4 hari.
Kasus kedua menimpa Agus, 40, buruh asal Banyuwangi, Jawa Timur, 16 Maret 2015. Kala itu, sore sekitar pukul 16.00 Wita, korban Agus tertimpa batu padas hingga kepalanya pecah. Agus berada di dasar jurang bekas galian sedalam 25 meter. Setelah batu padas terbentuk menggunakan chainsaw (gergaji mesin), maka batu padas ditarik naik ke atas. * d,k21
TABANAN, NusaBali
Masalahnya, terjadi longsor saat borban berada di galian sedalam 4 meter. Informasi di lapangan, saat bencana terjadu, Selasa pagi sekitar pukul 10.30 Wita, korban Herman sedang mengumpulkan batu padas diu dasar galian sedalam 4 meter. Batu badas yang dikumpulkan buruh galian C asal kawasan Batu Gepeng, Banyuwangi, Jawa Timur ini sudah siap dikerek ke atas. Namum, tebing petak seluas 1,25 are di sebelah utara mendadak longsor. Akibatnya, air terhempas masuk ke dasar galian di mana korban Herman bekerja.
Korban Herman pun tidak bisa menyelamatkan diri, karena tertimbun reruntuhan yang digenangi air. Hingga Selasa sore pukul 17.55 Wita, korban Herman masih tertimbun di dasar galian dan belum bisa dievakuasi.
Menurut kesaksian buruh galian C launnya, Andika, 34, saat musibah kemarin pagi, korban Herman berada di bawah pada kedalaman sekitar 4 meter sedang mengumpulkan batu padas untuk dibawa naik. Sedangkan Andika sendiri saat itu sedang istirahat makan di salah satu beteng atas petak---di lokasi TKP ada 4 petak dengan luas masing-maisng 1,25 are.
Sedangkan 2 buruh galian C lainnya, yakni Bu Nori dan Sucipto, 34, berada di atas tebing di mana korban Herman tertimbun. Sebab, keduanya kebagian tugas mengambil batu padas yang siap diangkut ke luar. Tiba-tiba, Bu Nori dan Sucipto berteriak karena terjadi longsor.
“Kami semua panik, karena air terhempas deras menuju petak kedua dan petak ketiga di lokasi Herman tertimbun,” cerita Andika di lookasi TKP, Selasa kemarin. Menurut Andika, dirinya sempat berpaya turun ke dasar galian untuk menolong korban Herman. Namun, petak yang diinjaknya malah longsor, sehingga Andika tercebur. “Meski kaki terlilit tali, tapi saya berhasil selamat karena bisa berenang,” papar buruh galian C asal asal kawasan Sabran, Jember, Jawa Timur ini.
Hingga Selasa sore, jasad korban Herman belum bisa dievakuasi dari dasar galian yang longsor dan terendam air. Menurut Kapolres Tabanan, AKBP Marsdianto, upaya evakuasi terkendala karena galian berkedalaman 4 meter masih penuh berisi air. "Kami masih mencari bantuan petugas BPBD, Tim SAR, Pemadam Kebakaran, dan pihak terkait lainnya untuk menguras air agar korban bisa dievakuasi," jelas Kapolres Marsdianto.
Sedangkan pemilik galian C di mana musibah maut terjadi, I Gede Sudika, mengatakan saat kejadian kemarin pagi, korban Herman berada di dasar galian untuk mengumpulkan batu padas yang siap dibawa naik. "Saya waktu itu tidak ada di lokasi,” cerita pemilik galian C asal Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan ini.
Menurut Gede Sudika, aktivitas penggaian di galian C miliknya ini sudah berlangsung sejak tahun 2001. Pada 2012, pihaknya sudah mengajukan izin. Hanya saja, izinnya tersebut belum keluar sampai sekarang. "Izinnya belum keluar, padahal satu-satu galian C yang akan mengurus izin adalah Galian C yang ada di Desa Kelating,” ungkap Gede Sudika sembari menyebut korban Herman sudah selama 7 tahun bekerja di tempat usahanya.
Saat ini, Gede Sudika mempekerjakan 5 buruh dalam mencari batu padas di galian C seluas 5 are tersebut. Menurut Sudika, gaji bagi buruh tergantung hasil galian batu padasnya. Setiap penggalian batu padas ukuran 38 cm x 18 cm dibayar Rp 300. Dalam sebulan, buruh galian C bisa mendapatkan Rp 2 juta per orang. Mereka kerja rutin 9 jam seharti, mulai pagi pukul 08.00 Wita hingga sore pukul 17.00 Wita.
Sementara itu, petaka maut buruh tewas dalam aktivitas penggalian batu padas di sebelah timur Telabah Yeh Lating, Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating ini merupakan kejadian ketiga kalinya sejak 2008. Kasus pertama terjadi 4 September 2008, dengan korban Sutikno, 35, buruh asal Jember, Jawa Timur.
Ketika itu, Sutikno yang bekerja sebagai kuli pengangkut batu padas melintasi titi (jembatan bambu) di atas jurang sedalam 25 meter bekas galian C. Jurang itu berisi air dengan kedalaman 15 meter. Mayat Sutikno mengambang di jurang bak sumur itu. Proses evakuasi mayat korban yang dilakukan Satuan Brimob Polda Bali menyedot perhatian warga sekitar.
Saat terjatuh di bekas galian ukuran 20 meter x 10 meter, Sutikno sempat teriak minta tolong. Diduga korban tak bisa berenang, sehingga tenggelam. Setelah tewas tubuhnya mengambang di air. Bos korban, I Gusti Made Sutarjana warga Banjar Dauh Jalan, Desa Kelating mengungkapkan jika Sutikno baru bekerja dengannya selama 4 hari.
Kasus kedua menimpa Agus, 40, buruh asal Banyuwangi, Jawa Timur, 16 Maret 2015. Kala itu, sore sekitar pukul 16.00 Wita, korban Agus tertimpa batu padas hingga kepalanya pecah. Agus berada di dasar jurang bekas galian sedalam 25 meter. Setelah batu padas terbentuk menggunakan chainsaw (gergaji mesin), maka batu padas ditarik naik ke atas. * d,k21
1
Komentar