Kena Sanksi Adat Setelah Dua Kali Menang Perkara Tanahnya
Kisah Jro Mangku Warka, Mantan Pamangku Pura Puseh Desa Adat Taro Kelod
Bendesa Adat Taro Kelod, Ketut Subawa, sebut sanksi terhadap keluarga Jro Mangku Warka sudah sesuai awig-awig dan perarem. Tidak ada pengucilan dalam sanksi ini.
GIANYAR, NusaBali
Nasib apes menimpa keluarga Jro Mangku I Ketut Warka, mantan pamangku Pura Puseh, Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang, Gianyar. Gara-gara memperjuangkan kepemilikan tanahnya hingga dua kali menang perkara di pengadilan, keluarga Jro Mangku Warka dikenai saksi adat, bahkan aliran air ke rumah dan sawahnya diputus. Jro Mangku Warka juga diberhentikan sebagai pamangku Pura Puseh.
Jro Mangku Warka menceritakan, semua berawal ketika dia hendak memperjuangkan tanah leluhur seluas 21 are. Jro Mangku Warka memiliki bukti kuat kepemilikan tanah. Selama ini, tanah tersebut ditempati oleh seorang warga.
“Awalnya, masalah perkara pribadi dengan I Sabit cs. Setelah di ranah pengadilan, kami selaku penggugat pada tahun 2017 memenangkan perkara. Kami atas nama I Ketut Warka,” ujar Jro Mangku Warka didampingi putranya, Wayan Gede Kartika, saat ditemui di rumahnya kawasan Desa Adat Taro Kelod, Selasa (11/1).
Menurut Jro Mangku Warka, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, I Sabit melakukan upaya perlawanan di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Di tingkat PT dan MA, kami kembali menang,” papar Jro Mangku Warka.
Disebutkan, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, pihak Desa Adat Taro Kelod masuk. Jro Mangku Warka mengatakan, desa adat mengklaim bahwa dari 21 are tanah tersebut, 8 are di antaranya merupakan Pekarangan Desa (PKD). “Sampai di sana, desa adat menggugat kami di pengadilan. Saat sidang di PN Gianyar, kami kembali memenangkan perkara dengan putusan NO,” kenang Jro Mangku Warka.
Jro Mangku Warka mengisahkan, setelah menang pengadilan buat kedua kalinta itulah, keluarganya dikenakan sanksi adat sejak tahun 2019. “Semua kewajiban saya, termasuk urunan, arah-arahan, dan apa pun bentuknya diskup desa adat. Intinya, kami dibebaskan,” katanya.
Saat sanksi adat sudah dijatuhkan, kata Jro Mangku Warka, Desa Adat Taro Kelod kembali menggugat dengan bukti baru. “Lagi-lagi, perkara itu dimenangkan saya dengan putusan NO,” jelas putra Jro Mangku Warka, Wayan Gede Kartika.
Kemudian, per 10 Desember 2021 lalu, saluran air bersih ke rumah keluarga Jro Mangku Warka juga diputus. Ini masih disusul dengan disumbatnya saluran air irigasi yang mengaliri sawah keluarga Jro Mangku Warka. “Keluarga kami kalau mau mandi, harus setok air hujan. Kadang saya mandi ke sungai. Anak saya yang kasihan,” keluh Kartika.
Dengan adanya sanksi tersebut, keluarga Jro Mangku Warka merasa dirugikan. “Kami tidak merasa salah dengan adat. Juga tidak merasa melawan adat, melanggar awig. Karena saya pertahankan hak milik dengan bukti, apalagi ada putusan pengadilan memenangkan kami,” terang Jro Mangku Warka.
Selama menjalani sanksi adat, hubungan keluarga Jro Mangku Warka dengan masyarakat Desa Taro masih baik. “Tidak ada masalah. Tapi, seolah-olah saya ada masalah dengan adat. Padahal, tidak ada masalah adat, karena ini murni kasus perdata,” sesalnya.
Menurut Jro Mangku Warka, pihaknya juga sudah mohon petunjuk ke Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Tegallalang. “Ada rekomendasi dari MDA bahwa itu bukan masalah adat. Namun, rekomendasi itu tidak diindahkan oleh prajuru adat sampai sekarang. Malah air ledeng dan air irigasi diputus,” keluh Jro Mangku Warka.
Sementara itu, Bendesa Adat Taro Kelod, I Ketut Subawa, membenarkan pihaknya telah mengenakan sanksi terhadap keluarga Jro Mangku Warka sejak tahun 2019. Namun, sanksi yang dijatuhkan bukanlah berupa pengucilan (kasepekang). “(Keluarga Jro Mangku Warka) Hanya dibebaskan dari hak dan kewajibannya, bukan dikucilkan berupa tidak boleh ini itu, biar tidak salah," tegas Ketut Subawa saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, tadi malam.
Menurut Subawa, pengenaan sanksi terhadap keluarga Jro Mangku Warka sudah sesuai awig-awig dan perarem desa adat. "Karena itu tanah PKD, ada sertifikatnya. Kalau gugatan itu kepada pribadi, jadi objeknya beda," katanya.
Subawa menegaskan, sanksi adat dikenakan karena keluarga Jro Mangku Warka tidak mengikuti awig-awig dan pararem yang berlaku. Hanya saja, bagian mana yang dilanggar, Subawa mengatakan perlu waktu untuk menjelaskan. "Nanti tiyang jelaskan secara langsung," tandas Subawa.
Dihubungi terpisah, Bendesa Alitan MDA Kecamatan Tegalalang, Made Mupu, mengaku sudah mendengar kasus sanksi adat yang menimpa keluarga Jro Mangku Warka di Desa Adat Taro Kelod. “Itu dari MDA Kabupaten Gianyar sudah diberikan surat. Itu ranah kabupaten,” ujar Made Mupu.
Namun, kata Made Mupu, surat dari MDA Kabupaten Gianyar untuk mencabut sanksi kanorayang tidak berlaku di Desa Adat Taro Kelod. Yang jelas, menurut dia, sanksi kanorayang tidak diperbolehkan lagi. “Itu sudah keputusan MDA Provinsi Bali berdasarkan Pesamuhan Agung,” tegas Made Mupu. *nvi
Jro Mangku Warka menceritakan, semua berawal ketika dia hendak memperjuangkan tanah leluhur seluas 21 are. Jro Mangku Warka memiliki bukti kuat kepemilikan tanah. Selama ini, tanah tersebut ditempati oleh seorang warga.
“Awalnya, masalah perkara pribadi dengan I Sabit cs. Setelah di ranah pengadilan, kami selaku penggugat pada tahun 2017 memenangkan perkara. Kami atas nama I Ketut Warka,” ujar Jro Mangku Warka didampingi putranya, Wayan Gede Kartika, saat ditemui di rumahnya kawasan Desa Adat Taro Kelod, Selasa (11/1).
Menurut Jro Mangku Warka, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, I Sabit melakukan upaya perlawanan di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Di tingkat PT dan MA, kami kembali menang,” papar Jro Mangku Warka.
Disebutkan, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, pihak Desa Adat Taro Kelod masuk. Jro Mangku Warka mengatakan, desa adat mengklaim bahwa dari 21 are tanah tersebut, 8 are di antaranya merupakan Pekarangan Desa (PKD). “Sampai di sana, desa adat menggugat kami di pengadilan. Saat sidang di PN Gianyar, kami kembali memenangkan perkara dengan putusan NO,” kenang Jro Mangku Warka.
Jro Mangku Warka mengisahkan, setelah menang pengadilan buat kedua kalinta itulah, keluarganya dikenakan sanksi adat sejak tahun 2019. “Semua kewajiban saya, termasuk urunan, arah-arahan, dan apa pun bentuknya diskup desa adat. Intinya, kami dibebaskan,” katanya.
Saat sanksi adat sudah dijatuhkan, kata Jro Mangku Warka, Desa Adat Taro Kelod kembali menggugat dengan bukti baru. “Lagi-lagi, perkara itu dimenangkan saya dengan putusan NO,” jelas putra Jro Mangku Warka, Wayan Gede Kartika.
Kemudian, per 10 Desember 2021 lalu, saluran air bersih ke rumah keluarga Jro Mangku Warka juga diputus. Ini masih disusul dengan disumbatnya saluran air irigasi yang mengaliri sawah keluarga Jro Mangku Warka. “Keluarga kami kalau mau mandi, harus setok air hujan. Kadang saya mandi ke sungai. Anak saya yang kasihan,” keluh Kartika.
Dengan adanya sanksi tersebut, keluarga Jro Mangku Warka merasa dirugikan. “Kami tidak merasa salah dengan adat. Juga tidak merasa melawan adat, melanggar awig. Karena saya pertahankan hak milik dengan bukti, apalagi ada putusan pengadilan memenangkan kami,” terang Jro Mangku Warka.
Selama menjalani sanksi adat, hubungan keluarga Jro Mangku Warka dengan masyarakat Desa Taro masih baik. “Tidak ada masalah. Tapi, seolah-olah saya ada masalah dengan adat. Padahal, tidak ada masalah adat, karena ini murni kasus perdata,” sesalnya.
Menurut Jro Mangku Warka, pihaknya juga sudah mohon petunjuk ke Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Tegallalang. “Ada rekomendasi dari MDA bahwa itu bukan masalah adat. Namun, rekomendasi itu tidak diindahkan oleh prajuru adat sampai sekarang. Malah air ledeng dan air irigasi diputus,” keluh Jro Mangku Warka.
Sementara itu, Bendesa Adat Taro Kelod, I Ketut Subawa, membenarkan pihaknya telah mengenakan sanksi terhadap keluarga Jro Mangku Warka sejak tahun 2019. Namun, sanksi yang dijatuhkan bukanlah berupa pengucilan (kasepekang). “(Keluarga Jro Mangku Warka) Hanya dibebaskan dari hak dan kewajibannya, bukan dikucilkan berupa tidak boleh ini itu, biar tidak salah," tegas Ketut Subawa saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, tadi malam.
Menurut Subawa, pengenaan sanksi terhadap keluarga Jro Mangku Warka sudah sesuai awig-awig dan perarem desa adat. "Karena itu tanah PKD, ada sertifikatnya. Kalau gugatan itu kepada pribadi, jadi objeknya beda," katanya.
Subawa menegaskan, sanksi adat dikenakan karena keluarga Jro Mangku Warka tidak mengikuti awig-awig dan pararem yang berlaku. Hanya saja, bagian mana yang dilanggar, Subawa mengatakan perlu waktu untuk menjelaskan. "Nanti tiyang jelaskan secara langsung," tandas Subawa.
Dihubungi terpisah, Bendesa Alitan MDA Kecamatan Tegalalang, Made Mupu, mengaku sudah mendengar kasus sanksi adat yang menimpa keluarga Jro Mangku Warka di Desa Adat Taro Kelod. “Itu dari MDA Kabupaten Gianyar sudah diberikan surat. Itu ranah kabupaten,” ujar Made Mupu.
Namun, kata Made Mupu, surat dari MDA Kabupaten Gianyar untuk mencabut sanksi kanorayang tidak berlaku di Desa Adat Taro Kelod. Yang jelas, menurut dia, sanksi kanorayang tidak diperbolehkan lagi. “Itu sudah keputusan MDA Provinsi Bali berdasarkan Pesamuhan Agung,” tegas Made Mupu. *nvi
Komentar