Buntut Peristiwa Gaib Keluarnya Tirta dan Api dari Pohon Pule
Sekaa Teruna Teruni berpakaian merah mundut potongan taru dari pohon Pule yang pernah mengeluarkan api, sementara kelompok berpakaian putih mundut potongan taru dari pohon Pule yang pernah keluarkan tirta.
Prosesi Upacara Ritual Ngepel Taru di Pura Alas Arum, Desa Pakraman Silungan, Ubud.
GIANYAR, NusaBali
Upacara ritual unik bertajuk ‘Ngepel Taru’ digelar di Pura Alas Arum, Desa Pakraman Silungan, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar pada Soma Kliwon Landep, Senin (7/12). Upacara ini dilaksanakan atas petunjuk niskala, menyusul terjadinya peristiwa gaib munculnya tirta (air suci) dan api dari dua pohon Pule tua di areal Pura Alas Arum, 9 tahun silam.
Sesuai namanya, upacara Ngepel Taru ini bermakna memohon kayu untuk dipakai tapakan Ida Batara berupa tapel Rangda. Berdasarkan petunjuk niskala, ada dua pohon Pule di areal Pura Alas Arum yang katunas (dimohon) untuk dipakai tapakan Ida Batara berupa tapel Rangda. Pertama, pohon Pule dengan unsur warna putih yang sebelumnya mengeluarkan tirta. Pohon Pule ini diyakini sebagai stananya Ida Batari Ayu Mas Sakti.
Kedua, pohon Pule yang berada di lokasi bawah berjarak sekitar 30 meter, yakni berada di Pura Beji Alas Arum. Pohon Pule yang memiliki unsur warna merah inilah yang dulu sempat mengluarkan api secara gaib. Pohon Pule ini diyakini sebagai stananya Ida Ratu Ayu Manik Geni.
Dalam upacara Ngepel Taru di Pura Alas Arum, Senin kemarin, ribuan krama dari 320 kepala keluarga (KK) Desa Pakraman Silungan ikut terlibat. Rosesi diawali dengan persembahyangan bersama. Kemudian, pohon Pule yang pernah mengeluarkan tirta dan pohon Pule yang sempat mengeluarkan api 9 tahun silam, diambil di bagian tengahnya dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, ketebalan 20 meter, menggunakan sensor. Po-hon pertama yang dipotong adalah Pule yang berada di Pura Beji Alas Arum (pernah mengeluarkan api). Kemudian, pohon Pule di areal Pura Alas Arum (yang pernah keluarkan tirta).
Potongan taru masing-masing dengan sepanjang 50 cm, lebar 30 cm, tebal 20 cm inilah yang katunas untuk dijadikan tapakan tapel Rangda. Potongan taru ini kapundut (diusung) oleh Sekaa Teruna Teruni (STT) Putra Sesana Silungan yang diyakini masih suci dan masing-masing berjumlah 28 orang untuk laki-laki dan 28 orang perempuan.
Teruna Teruni pemundut taru ini dibagi menjadi dua formasi, dengan masing-masing menggunakan pakaian merah dan putih. Kelompok pertama yang berpakaian merah, mundut taru dari pohon Pule di areal Pura Beji Alas Atrum. Kelompok kedua yang berpakaian putih, mundut taru dari pohon Pule di Pura Alas Arum. Potongan taru untuk tapakan Rangda yang diambil dari dua pohon berbeda tersebut kemudian kapundut menuju Utama Mandala Pura Alas Arum.
Bendesa Pakraman Silungan, I Wayan Budiartha, menyatakan upacara Ngepel Taru ini memang dilaksanakan atas kehendak Ida Sesuhunan. Masalahnya, dua pohon Pule di areal Pura Alas Arum sempat mengeluarkan tirta dan api sekitar 9 tahun silam. “Saya bersama krama desa ikut menyaksikan keluarnya tirta dari pohon Pule kala itu. Sedangkan untuk peristiwa pohon Pule keluar api, kejadiannya sudah lama dan tidak banyak orang yang menyaksikan. Saya tahu dari penuturan para panglingsir,” jelas Bendesa Wayan Budiartha saat ditemui NusaBali seusai upacara Ngepel Taru di Pura Alas Arum, Senin kemarin.
Begitu pohon Pule mengeluarkan air, prajuru Desa pakraman Silungan langsung nunas baos (minta petunjuk niskala) kepada seorang balian. Dari situ, diperoleh petunjuk agar dua pohon Pule berusia ratuasan tahun itu dibuatkan semacam tapakan, termasuk berweujud tapel Rangda. Tapakan Rangda itu harus dibuat dengan diawali upacara Ngepel Taru.
"Hanya saja, karena ada pergantian tapuk kepemimpinan di Desa Pakraman Silungan, upacara Ngepel Taru baru sekarang bisa dilaksanakan,” kenang Budiartha didampingi Wakil Ketua STT Putra Sesana Silungan, I Gusti Putu Gede Setiawan.
Selanjutnya...
1
2
Komentar