Kejati 'Nekat' Lelang Aset Tri Nugraha
Lelang dilakukan sesuai mekanisme dari internal Kejagung dan petunjuk dari Kementerian Keuangan.
DENPASAR, NusaBali
Belasan asset senilai puluhan miliar milik tersangka Tri Nugraha, 53, mantan Kepala BPN Kota Denpasar yang tewas bunuh diri di toilet lantai II Kejati Bali dipastikan akan dilelang oleh Kejati Bali. “Sesuai dengan petunjuk dari Kejagung, akan dilakukan upaya pelelangan terhadap harta Tri Nugraha,” ujar Kajati Bali, Ade T Sutiawarman usai pertemuan dengan KPK di kantor Kejati Bali, Kamis (13/1).
Ditegaskan, lelang dilakukan sesuai mekanisme dari internal Kejagung dan petunjuk dari Kementerian Keuangan. “Terhadap barang-barang hasil TPPU, perlakuannya seperti ini (dilelang, red). Jadi, bukan keinginan kami, tapi memang petunjuknya seperti itu,” ujar Sutiawarman.
Aset yang akan dilelang merupakan aset milik Tri yang diduga terkait gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selama dirinya menjabat sebagai Kepala BPN Kota Denpasar (2007-2011). Ada 14 bidang tanah di 14 lokasi serta 12 unit kendaraan mewah yang terdiri dari 7 mobil, 1 truk militer dan 4 motor.
Sutiawarman menegaskan sudah berkoordinasi dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan berkas untuk pelelangan dan penilaian aset oleh KPKNL. Saat ditanya terkait belum adanya putusan pengadilan dalam perkara ini, Sutiawarman menyebut lelang dilakukan karena harus ada penyelesaian kasus.
Apalagi asset-aset milik Tri Nugraha sudah disita oleh jaksa penyidik. Selain itu juga ada pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) yang dikenakan. Dicecar terkait kasus TPPU yang seharusnya didahului pembuktian pidana pokoknya, Sutiarwarman berkelit. “Barangkali keluarganya tidak bisa membuktikan dari mana harta itu. Karena itu, harta yang sudah disita tidak dikembalikan pada keluarga,” lanjutnya.
Ditambahkan, sampai saat ini pihak keluarga mendiang Tri Nugraha juga tidak pernah menanyakan atau melakukan gugatan terkait asset yang sudah disita ini. “Kalau ada pihak keluarga yang merasa keberatan, silakan melakukan gugatan,” tambahnya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terkait dugaan penerimaan uang dari terdakwa kasus pensertifikatan lahan Tahura yang disidangkan beberapa waktu lalu. Hasil PPATK ini lalu dikirimkan ke penyidik Pidsus. Dari sinilah ditemukan adanya aliran dana puluhan miliar ke rekening Tri. Lalu dilakukan penyelidikan dengan menggandeng PPATK.
Setelah mendapatkan sejumlah alat bukti terkait dugaan gratifikasi dan pemeriksaan 12 orang saksi, penyidik akhirnya menetapkan Tri Nugraha sebagai tersangka pada 13 November. Lanjut pada 13 April 2020, Tri Nugraha kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Dari pemeriksaan beberapa saksi diketahui modus yang digunakan yaitu meminta sejumlah uang atas penerbitan sertifikat tanah.
Lalu saat penyidik akan melakukan penahanan pada 31 Agustus 2020 lalu, Tri Nugraha memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menembak dadanya di toilet lantai II Kejati Bali. *rez
Ditegaskan, lelang dilakukan sesuai mekanisme dari internal Kejagung dan petunjuk dari Kementerian Keuangan. “Terhadap barang-barang hasil TPPU, perlakuannya seperti ini (dilelang, red). Jadi, bukan keinginan kami, tapi memang petunjuknya seperti itu,” ujar Sutiawarman.
Aset yang akan dilelang merupakan aset milik Tri yang diduga terkait gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selama dirinya menjabat sebagai Kepala BPN Kota Denpasar (2007-2011). Ada 14 bidang tanah di 14 lokasi serta 12 unit kendaraan mewah yang terdiri dari 7 mobil, 1 truk militer dan 4 motor.
Sutiawarman menegaskan sudah berkoordinasi dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan berkas untuk pelelangan dan penilaian aset oleh KPKNL. Saat ditanya terkait belum adanya putusan pengadilan dalam perkara ini, Sutiawarman menyebut lelang dilakukan karena harus ada penyelesaian kasus.
Apalagi asset-aset milik Tri Nugraha sudah disita oleh jaksa penyidik. Selain itu juga ada pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) yang dikenakan. Dicecar terkait kasus TPPU yang seharusnya didahului pembuktian pidana pokoknya, Sutiarwarman berkelit. “Barangkali keluarganya tidak bisa membuktikan dari mana harta itu. Karena itu, harta yang sudah disita tidak dikembalikan pada keluarga,” lanjutnya.
Ditambahkan, sampai saat ini pihak keluarga mendiang Tri Nugraha juga tidak pernah menanyakan atau melakukan gugatan terkait asset yang sudah disita ini. “Kalau ada pihak keluarga yang merasa keberatan, silakan melakukan gugatan,” tambahnya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) terkait dugaan penerimaan uang dari terdakwa kasus pensertifikatan lahan Tahura yang disidangkan beberapa waktu lalu. Hasil PPATK ini lalu dikirimkan ke penyidik Pidsus. Dari sinilah ditemukan adanya aliran dana puluhan miliar ke rekening Tri. Lalu dilakukan penyelidikan dengan menggandeng PPATK.
Setelah mendapatkan sejumlah alat bukti terkait dugaan gratifikasi dan pemeriksaan 12 orang saksi, penyidik akhirnya menetapkan Tri Nugraha sebagai tersangka pada 13 November. Lanjut pada 13 April 2020, Tri Nugraha kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Dari pemeriksaan beberapa saksi diketahui modus yang digunakan yaitu meminta sejumlah uang atas penerbitan sertifikat tanah.
Lalu saat penyidik akan melakukan penahanan pada 31 Agustus 2020 lalu, Tri Nugraha memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menembak dadanya di toilet lantai II Kejati Bali. *rez
1
Komentar