Karyawan dan Manajemen Sepakat 'Bangun' Kembali Perusahaan Yeh Buleleng
Pasca Panas Gaji Karyawan Nunggak 7 Bulan
SINGARAJA, NusaBali
Sempat bersitegang gara-gara masalah tunggakan gaji selama 7 bulan, pihak manajemen dan karyawan PT Tirta Mumbul Jaya Abadi akhirnya sepakat untuk membangun kembali perusahaan mereka bersama.
Perusahan yang memproduksi air kemasan merk ‘Yeh Buleleng’ ini pun memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, setelah 2 tahun merugi karena dampak pandemi Covid-19. Sedangkan tunggakan gaji karyawan yang belum dibayarkan 7 bulan, disepakati akan dilunasi secara bertahap tahun 2022 ini.
Kesepakatan itu diungkapkan Direktur Utama Perusahaan Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Hita Buleleng, I Made Lestariana, mewakili pihak pemilik saham terbesar atas perusahaan Yeh Buleleng, saat ditemui NusaBali di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Pahlawan Singaraja, Jumat (14/1) siang. Menurut Made Lestariana, kesepakatan tersebut diputuskan melalui pertemuan tripartite, yakni rapat antara pemegang saham, perusahaan, dan karyawan yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng beberapa waktu lalu.
“Sudah ada kesepakatan. Apa yang menjadi permasalahan karyawan sudah bisa teratasi. Terkait kewajiban gaji tertunggak karyawan, akan diselesaikan melalui mekanisme sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa,” jelas Made Lestariana.
Namun, kate Lestariana, dari empat skema penyelesaian yang diputuskan dalam RUPS Luar Biasa di Kantor PT Mumbul Jaya Abadi, Jalan Laksmana Singaraja kawasan Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Jumat (7/1) lalu, yang diutamakan adalah membangun kembali perusahaan dari awal bersama-sama, dengan konsep saling memiliki.
Lestariana menyebutkan, PT Tirta Mumbul Jaya Abadi masih terus berproduksi. Karyawan sebanyak 86 orang yang dipekerjakan di perusahaan Yeh Buleleng ini pun akan menerima upah penuh mereka mulai tahun 2022, baik sistem harian, bulanan, maupun borongan. Sedangkan tunggakan gaji karyawan yang belum dibayarkan selama 7 bulan, nantinya akan dilunasi secara bertahap.
“Kami pakai skema itu, agar perusahaan bisa jalan dulu. Kondisi perusahaan kita tanggung bersama, dengan rasa saling memiliki. Perusahaan jalan cari omset, cari keuntungan, sehingga bisa bayar tunggakan gaji karyawan. Itu harapan kami di tengah situasi pandemi yang mulai membaik. Hal itu juga sudah disetujui karyawan,” tandas Lestariana.
Menurut Lestariana, komitmen membangun kembali perusahaan PT Tirta Mumbul Jaya Abadi juga akan diikuti dengan perbaikan perusahaan Yeh Buleleng secara menyeluruh, baik dari manajemen, produk, marketing, maupun sumber daya manusia (SDM).
Perbaikan secara menyeluruh ini, kata Lestariana, akan dilihat perkembangannya dalam setahun ke depan. Jika menunjukkan perkembangan yang baik, akan terus dilanjutkan. Namun, setelah dilakukan berbagai upaya untuk bangkit tetap tidak mendapatkan untung, maka perusahaan Yeh Buleleng kemungkinan besar akan di-tutup.
Ditanya terkait 4 skema pelunasan tunggakan gaji karyawan yang telah disepakati dalam RUPS Luar Biasa sepekan lalu, menurut Lestariana, dari keempat skema pelunasan tunggakan gaji senilai total Rp 1,2 miliar itu, melihat kondisi saat ini hanya ‘penyertaan modal dari pemegang saham yang memungkinkan’. Sedangkan opsi untuk penjualan aset dan pinjaman ke pihak ketiga, sangat sulit dilakukan di masa pandemi Covid-19. Hal yang sama juga berlaku pada konversi tunggakan gaji karyawan menjadi saham, sulit dilakukan, karena seluruh karyawan menginginkan gajinya dibayarkan.
Hanya saja, kata Lestariana, penyertaan modal dari pemegang saham tidak dapat dilakukan tahun 2022 ini. Pasalnya, dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2022, Perumda Air Minum Tirta Hita Buleleng sebagai pemegang saham mayoritas tidak mencantumkan penyertaan modal untuk anak perusahaannya. Jadi, hal itu baru bisa dilakukan di anggaran perubahan pertengahan tahun ini. “Maka, kesepakatannya ya memang harus membangun perusahaan dari awal dulu dengan perbaikan secara menyeluruh,” tegas Lestariana.
Dalam RUPS Luar Biasa sepekan lalu, pemegang saham PT Mumbul Jaya Abadi siapkan empat skema penyelesaian masalah tunggakan gaji karyawannya selama 7 bulan. Skema pertama, dengan mengkonversi utang gaji karyawan sebagai saham. Skema kedua, dengan melepas aset yang tidak produktif, seperti lahan dan kendaraan, untuk segera mendapatkan uang tunai.
Skema ketiga, melakukan pinjaman kepada pihak ketiga dengan tambahan jaminan oleh pemegang saham. Skiema keempat, dengan penambahan dana segar atau dana talangan dari pemegang saham secara proporsional.“Kami akan upayakan upaya pertama, kedua, dan ketiga dulu. Setelah tahu dapatnya berapa, barulah akan dilengkapi dengan dana talangan dari pemegang saham secara proporsional,” ujar Les-tariana seusai RUPS Luar Biasa saat itu.
Selain siapkan 4 skema pelunasan tunggakan gaji karyawan, dalam RUPS juga disepakati untuk mengubah susunan kepengurusan di PT Mumbul Jaya Abadi. Poin utama perubahan ini adalah dengan me-mangkas atau melikuidasi jabatan Direktur Umum. Maka, nantinya hanya akan ada Direktur Utama (Dirut) dan Komisaris di perusahaan Yeh Buleleng ini. Pemangkasan jabatan Direktur Umum ini untuk efi-siensi.
Masalah tunggakan gaji 7 bulan karyawan PT Tirta Mumbul Jaya Abadi itu sendiri menyeruak ke publik ketika puluhan perwakilan karyawan mengadi ke DPRD Buleleng di Singaraja, Rabu (5/1) lalu. Mereka diterima langsung Ketua DPRD Buleleng, I Gede Supriatna.
Sehari berikutnya, Kamis (6/1) siang, perwakilan karyawan perusahaan Yeh Buleleng ini kembali mengadu ke Polres Buleleng terkait kasus yang sama. Mereka membuat pengaduan terkait gajinya yang selama 7 bulan macet alias belum dibayarkan perusahaan.
Koordinator perwakilan karyawan PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, Nyoman Sumiarta, membuat pengaduan masyarakat (Dumas) ke Polres Buleleng dengan nomor Dumas/09/Res 7.4./1/2022/SPKT/POLRES BULELENG. Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dengan pihak teradu Direktur Umum PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, Gede Ariadi.
Nyoman Sumiarta mengatakan, pengaduan ini merupakan tindak lanjut terkait gaji yang belum dibayarkan pihak manajemen. Bukan hanya itu, karyawan perusahaan Yeh Buleleng juga mengalami pemotongan gaji sejak 2020 lalu. Karyawan hanya menerima gaji sebesar Rp 200.000 per minggu atau Rp 800.000 per bulan. Dengan pemotongan itu, jika dihitung-hitung, karyawan sejatinya tidak mendapatkan gaji selama 7 bulan. *k23
1
Komentar