Pakar NFT Bali Sebut Penyebab Ghozali Bisa Raup Miliaran Rupiah dari Foto Selfie
DENPASAR, NusaBali.com - Nama Ghozali Everyday mendadak tenar. Pasalnya hanya bermodal foto selfie yang ia pajang di salah satu marketplace NFT (Non-Fungible Token), ia berhasil meraup penjualan hingga Rp1,5 miliar.
Banyak yang penasaran kenapa ada yang bersedia membeli foto selfie Ghozali yang notabene hanyalah mahasiswa tingkat akhir salah satu perguruan tinggi di Semarang, Jawa Tengah.
Pria bernama lengkap Sultan Gustaf Al Ghozali, 22, memajang foto selfie dirinya di marketplace NFT bernama OpenSea, setiap hari, selama lima tahun terakhir, sejak tahun 2017.
Pakar NFT Bali, I Gede Putu Rahman Desyanta, mengatakan ada beberapa kemungkinan penyebab Ghozali meraup keuntungan dari ‘menjual’ foto wajahnya.
“Kita harus hargai Ghozali ini punya konsistensi (membuat foto selfie) yang luar biasa sekali, lima tahun, dia foto terus (setiap hari), itu nggak mudah. Ada keunikan di situ, itu mungkin yang membuat orang tertarik,” ujar Rahman Desyanta, Selasa (18/1/2022).
Selain konsistensi, Desyanta melihat ada faktor penting lainnya yang mendukung foto selfie Ghozali tiba-tiba memiliki nilai yang menjulang. Faktor komunitas, menurut Rahman, harus menjadi pertimbangan setiap orang yang ingin terjun ke dunia NFT.
“Yang kedua, dari komunitas jadi kebentuk. Jadi ada komunitas yang istilahnya membuat ini viral. Ada komunitas yang membuat angkanya menjadi terangkat,” kata Rahman Desyanta yang juga CEO Kepeng.io perusahaan berbasis di Bali yang menginisiasi marketplace NFT Baliola.com.
Desyanta yang juga berkecimpung di Bali Blockchain Center menyebut ada sisi positif dari viralnya keuntungan yang diraih Ghozali. Masyarakat, ujarnya, kini mulai tahu ataupun mencari tahu apa itu NFT.
“Dulu mungkin orang nggak sadar apa sih NFT, gara-gara Ghozali ini dengan sekadar foto selfie saja bisa bernilai. Itu menunjukkan ada potensi besar dari NFT, asal kita benar memberikan value nanti,” kata Desyanta.
Meski orang mulai keranjingan NFT, Desyanta melihat masih ada yang masih salah persepsi mengenai NFT. Mereka menganggap marketplace NFT sama dengan marketplace konvensional, seperti Tokopedia atau BukaLapak.
“Kayak sekarang kan lagi banyak nih, di OpenSea malah ada jualan KTP, siomay, lemari,” selorohnya.
Desyanta pun melihat efek Ghozali tidak akan berlangsung lama atau hanya musiman. Agar tidak sekadar viral sesaat, menurut Desyanta NFT harus disandingkan dengan utility (fungsi). Kalau hanya sekadar untuk mencari cuan dari penjualan NFT, lanjut Desyanta, suatu saat pasti akan menemukan titik jenuh.
“Misalnya beli NFT bisa mendapatkan diskon di kafe ini, saya dapat diskon kalau punya NFT ini. Nah itu ada utilitynya, ada kegunaannya, dengan begitu NFT ini akan jauh lebih sustainable, jauh lebih bertahan,” ucap Desyanta.
Setelah melihat NFT dapat bertransformasi menjadi utility, jauh ke depan Desyanta melihat NFT akan menjadi bagian dari Metaverse. Metaverse, ujar Desyanta, membutuhkan NFT.
“NFT adalah protokol kepemilikan digital terbaik sekarang,” ujar Rahman Desyanta.
Sekadar diketahui, Non-Fungible Token atau NFT adalah aset digital yang satu-satunya dimiliki oleh seseorang. NFT mewakili barang berharga atau unik dengan nilai tukar yang tidak bisa diganti. Barang yang bisa dijual dengan bentuk NFT bisa berupa karya seni seperti aset game, foto, video, musik dan lain-lainya.
Sebelum menjual karya dalam bentuk NFT, tentu harus memiliki akun di marketplace NFT. Marketplace NFT yang populer misalnya OpenSea, seperti yang digunakan Ghozali, Rarible, atau marketplace asli Indonesia (Bali) seperti Baliola.com.
Dalam merekam transaksi di dalamnya sebagian besar NFT menggunakan teknologi blockchain ethereum.
1
Komentar