Pihak Desa Adat Guwang Menangkan Perkara Tanah Sengketa 71 Are
GIANYAR, NusaBali
Desa Adat Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar akhirnya memenangkan tanah sengketa seluas 71 are.
Kemenangan ini berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama di PN Gianyar, Rabu (19/1). Dalam sidang dengan agenda putusan hari itu, majelis hakim tolak gugatan yang diajukan Ketut Gede Dharma Putra, warga Desa Celuk, Kecamatan Sukawati.
Majelis hakim yang menangani perkara sengketa tanah ini di PN Gianyar, yang bersidang sejak 5 bulan lalu, diketuai Erwin Harlond, dengan anggota AA Putra Ariyana dan Astrid Anugrah. Dalam keterangannya, Kamis (20/1), hakim Erwin Harlon yang juga sebagai juru bicara PN Gianyar menyatakan gugatan penggugat ditolak.
“Tergugat (Desa Adat Guwang, Red) menggugat balik dan ternyata dapat membuktikan gugatan baliknya tersebut, sehingga tanah Desa Adat Guwang adalah milik dari Desa Adat Guwang,” tegas Erwin saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis kemarin.
Menurut Erwin, Desa Adat Guwang selaku tergugat mampu membuktikan dalil gugatan baliknya bahwa tanah sengketa 71 are itu adalah milik mereka yang dikuasai lebih dari 100 tahun, tanpa ada keberatan oleh pihak mana pun. Penggugat memang menyodorkan bukti pipil. Tetapi, pipil bukan sebagai bukti kepemilikan atas tanah, karena harus didukung oleh bukti yang lain sebagai penguat, bisa berupa sporadik penguasaan fisik tanah.
Sementara, Bendesa Adat Guwang, Ketut Karben Wardana, menyambut gembira putusan PN Gianyar yang menangkan sengketa tanah 71 are tersebut. “Keinginan kami memang seperti ini. Kami mengapresiasi keputusan hakim,” ujar Ketut Karben didampingi kuasa hukumnya, I Made Ari Seraya, Kamis kemarin.
Gugatan balik yang dikabulkan hakim, kata Ketut Karben, adalah bahwa tanah yang dikuasai Desa Adat Guwang di atasnya berdiri Kantor Desa Guwang, LPD Desa Adat Guwang, dan Pasar Tenten, sudah bersertifikat. "Sekolah (SDN 1, 2, 3 Guwang) meski belum bersertifikat, dinyatakan sah milik desa adat. Jadi, tanah 71 are itu semua dinyatakan sah milik desa adat,” tegas Ketut Karben.
Menurut Ketut Karben, gugatan baliknya yang tidak dikabulkan hakim adalah mengenai ganti rugi. "Kita minta ganti rugi juga kepada penggugat sebesar Rp 100 miliar, karena masyarakat terancam, terintimidasi, takut kehilangan pasar, sekolah, dan lain sebagainya. Itu tidak dikabulkan," jelas kuasa hukum Desa Adat Guwang, Made Adi Seraya.
Adi Seraya menyebutkan, selama sidang berlangsung, pihak Desa Adat Guwang menyerahkan 62 bukti surat, yang 3 di antaranya berupa sertifikat asli. Selain itu, juga sodorkan 7 orang saksi dan 1 saksi ahli tanah adat yang menjelaskan tentang bagaimana penguasaan tanah adat di Bali. Saksi ahli dimaksud adalah Anak Agung Sudiana, yang notabene Bendesa Madya MDA Kota Denpasar.
Sementara itu, Ketut Gede Dharma Putra selaku penggugat mengatakan masih berkoordinasi terkait putusan PN Gianyar, yang menolak gugatannya. Jadi, sejauh ini belum diputuskan apakah menjagikan upaya banding atau tidak atas putusn pengadilan tingkat pertama. "Kami masih berkoordinasi," ujar Dharma Putra melalui kuasa hukumnya, I Wayan Suardika, Kamis kemarin.
Kasus sengketa tanah itu sendiri, sebagaimana diberitakan, maju ke pengadilan atas gugatan I Ketut Gede Dharma Putra, seorang warga Desa Celuk, Kecamatan Sukawati. Dalam gugatannya terkait kepemilikan tanah di Desa Guwang, Dharma Putra menggugat tiga pihak: Dinas Pendidikan Gianyar, Desa Adat Guwang, dan Desa Guwang.
Objek sengketa dalam kasus ini adalah tanah Kantor Kepala Desa Guwang (dengan tergugat pihak Desa Guwang), tanah Pasar Tradisional Tenten, tanah LPD Desa Adat Guwang, dan Tanah Tentenmart (dengan tergugat adalah Desa Adat Guwang), serta lahan sekolah SDN 1 Guwang, SDN 2 Guwang, dan SDN 3 Guwang (dengan tergugat Dinas Pendidikan Gianyar).
Dharma Putra mengklaim punya bukti kuat atas tanah di Pasar Tradisional Tenten, LPD Desa Adat Guwang, Kantor Kepala Desa Guawang, serta SDN 1 Guwang, SDN 2 Guwang, dan SDN 3 Guwang. Bukti itu, antara lain, berupa Pipil Nomor 57 atas nama (alm) I Ketut Bawa nomor buku pendaftaran c9, Desa Guwang, nomor 57 Distrik Sukawati, yang ditandatangani oleh I Wayan Korea pada 7 Maret 1957.
Kemudian, nomor Persil C Nomor 9, Nomor blok 25, kelas II, Luas 6.100 meter persegi yang ditandatangani oleh Burhan Ibrahim pada 9 Agustus 1970. "Awalnya, kami tidak ada menggugat, melainkan ingin damai. Namun, prosesnya tidak bisa, sehingga dibawa ke pengadilan," ujar Dharma Putra, beberapa waktu lalu.
Dharma Putra mengakui awalnya melakukan mediasi kepada yang menduduki tanah, yakni Desa Adat Guwang, Desa Guwang, dan Dinas Pendidikan Gianyar. "Tetapi, dalam perjalanan, kami tidak bisa bertemu. Kami tidak bisa dapatkan kata sepakat. Karena itulah, kami masuk ke area pengadilan," tegas Dharma Putra. *nvi
Komentar