Mengenal Kesenian Rodat Kampung Muslim Kepaon yang ‘Ngayah’ di Palebon Ida Tjokorda Pemecutan XI
Asal-Usul Warga Muslim Kepaon Terkait Puri Pemecutan
DENPASAR, NusaBali.com - Ada yang berbeda dalam rangkaian palebon Ida Tjokorda Pemecutan XI pekan ini. Sekitar 30 pemuda berpakaian layaknya prajurit TNI Angkatan Laut berwarna merah dan biru menarikan sejenis kesenian silat.
Dua yang berpakaian merah di depan berlaku sebagai pemimpin sambil membawa pedang meliuk-liuk diiringi musik yang berasal dari alat musik yang disebut jidor dan kedonceng. Sekilas mereka tampak seperti rombongan marching band.
Mereka diketahui merupakan pemuda dari Persatuan Kesenian Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon. Tidak hanya sekali, selama rangkaian palebon Ida Tjokorda Pemecutan XI, mereka ‘ngayah’ sebanyak dua kali, yakni pada saat upacara mapeed (18 Januari 2022) dan pada puncak palebon (21 Januari 2022).
Pada saat mapeed, iring-iringan kesenian rodat bahkan memimpin di depan untuk mengitari 4 catus pata di Kota Denpasar. Sementara pada puncak palebon, mereka tampil di dalam puri sebelum jenazah (layon) Ida Tjokorda Pemecutan XI dibawa menuju Setra (tunon) Agung Badung.
“Setiap wenten acara besar di Puri Pemecutan pasti kami diinfokan untuk hadir di sana memeriahkan acara tersebut,” ujar Pembina Persatuan Kesenian Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon, Muhammad Sabri, Sabtu (22/1/2022).
Sabri menuturkan, keberadaan masyarakat Kampung Muslim Kepaon tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan Puri Pemecutan. Dikisahkan putri Ida Tjokorda Pemecutan IX yang gugur pada saat Perang Puputan 1906 melawan Belanda, dipersunting oleh seorang Raja Bangkalan Madura (Pangeran Cakraningrat IV) yang beragama Islam.
Masyarakat Kampung Islam Kepaon disebutnya merupakan keturunan dari para pengawal putri Raja Pemecutan yang bernama Gusti Ayu Made Rai atau setelah menikah bernama Raden Ayu Siti Khotijah.
“Kalau mengikuti upacara palebon di puri memang sudah dari dulu. Menyama braya kita masih lekat sampai sekarang,” tutur Sabri yang fasih berbahasa Bali.
Bukan mitos, cerita soal asal-usul warga muslim kepaon, kata Sabri, dapat ditelusuri dengan mendatangi kuburan keramat Raden Ayu Siti Khotijah yang terletak di sebelah utara Setra Agung Badung tepatnya di Jalan Gunung Batukaru Denpasar.
Lebih lanjut dijelaskan Sabri, kesenian rodat oleh warga Kampung Islam Kepaon biasanya juga mentas pada acara Maulid Nabi SAW, perkawinan, penyambutan pejabat, ataupun pada acara peresmian sebuah gedung/kantor. Pada masa kepemimpinan Walikota Denpasar, AA Gede Ngurah Puspayoga, kesenian rodat bahkan kerap tampil pada acara menyambut tahun baru.
Sabri melanjutkan, jika kesenian rodat sudah ada di Kampung Islam Kepaon sejak turun temurun. Kesenian rodat dikembangkan leluhur Kampung Islam Kepaon dari kegiatan mereka menumbuk padi di sawah yang akhirnya dikolaborasikan dengan gerakan tari dan musik.
Berjalannya waktu kesenian rodat, lanjut Sabri, menyebar ke luar Kampung Islam Kepaon. Kesenian rodat kini juga dapat dijumpai pada komunitas Islam di Klungkung (Kusamba) termasuk di Nusa Penida (Toya Pakeh).
“Tapi mungkin mereka mengubah lagi gerakannya, bagaimana masing-masing daerah akhirnya punya ciri khas masing-masing,” ujarnya.
Sabri mengakui kesenian Rodat belum begitu dikenal di luar Kota Denpasar. Meski sudah pernah tampil sebanyak tiga kali pada gelaran Pesta Kesenian Bali (PKB), ia berharap kesenian rodat lebih dikenal dan diakui keberadaannya oleh masyarakat Pulau Dewata.
“Kalau bisa ada pembinaan, supaya kesenian rodat berkembang menjadi sebuah tarian yang unik,” pinta Sabri.
1
Komentar