PHRI Diminta Rumuskan Konsep Masa Depan Pariwisata Bali
PHRI Bali
Cok Ace
Bali Tourism Board
Bali Tourism Board (BTB)
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati
Pariwisata Bali
DENPASAR, NusaBali
Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang juga selaku Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali mendorong jajaran PHRI Bali untuk memikirkan dan merumuskan konsep masa depan pariwisata Bali.
Hal itu disampaikan Cok Ace saat membuka Rakerda II PHRI Bali di Ruang Pertemuan Bali Tourism Board, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (5/2/).
Cok Ace menyampaikan beberapa hal yang harus dilakukan pelaku pariwisata, yaitu membangun sinergi lintas usaha dan lintas negara serta cermat membaca situasi yang berkembang di dalam dan luar negeri. Lebih jauh dia menekankan bahwa perkembangan pariwisata tak bisa dilepaskan dari berbagai faktor pendukung seperti sosial, politik, ekonomi, budaya dan keamanan.
Pertama terkait faktor sosial, dia menyebut pelaku usaha bidang pariwisata saat ini menghadapi situasi pelik, salah satunya keputusan PHK dan tuntutan karyawan untuk kembali dipekerjakan secara penuh karena menganggap situasi mulai pulih. Cok Ace berharap, jajaran manajemen bisa menyikapi situasi ini dengan bijak. "Masyarakat kita saat ini sensitif dan mudah tersinggung karena tekanan ekonomi yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Kita harus bisa menjelaskan secara terbuka gambaran dan kondisi kongkret perusahaan dalam bahasa yang tepat kepada pegawai," ujar tokoh Puri Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
Faktor lain yang patut diperhitungkan adalah politik, karena tahun 2023 sudah masuk tahun politik sebagai bagian dari persiapan perhelatan pemilu serentak 2024. Salah satu konsekwensinya adalah perhatian pemerintah terhadap sektor pariwisata bisa jadi sedikit berkurang karena harus fokus pada hajatan besar. Selain itu, menurut pandangan Cok Ace, pada situasi biasa saja (sebelum pandemi Covid-19, Red) hajatan politik sangat mempengaruhi usaha pariwisata. "Pariwisata rentan dengan isu politik, sekalipun kita kemas dalam atraksi budaya, hajatan politik masih mempengaruhi penilaian masyarakat luar," urai mantan Bupati Gianyar ini.
Faktor berikutnya adalah kebijakan pemerintah yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan usaha pariwisata. Cok Ace menginformasikan, Pemprov Bali saat ini tengah menggenjot sejumlah pembangunan infastruktur seperti short cut, Pusat Kebudayaan Bali (PKB) dan penataan kawasan Besakih. Dia memprediksi, penataan infrastruktur ini akan mempengaruhi peta dan wajah pariwisata Bali. Cok Ace mencontohkan pembangunan PKB di kawasan Gunaksa yang kemungkinan akan diikuti pertumbuhan usaha di sekitar kawasan itu.
"Ini harus kita cermati bersama, ingin tetap bertahan pada investasi yang sama atau melakukan diversifikasi," tegasnya sembari mengingatkan seluruh jajaran PHRI mengikuti dan mendukung program pemerintah. Masih terkait kebijakan pemerintah, Guru Besar ISI Denpasar ini juga menyinggung Konsep Ekonomi Kerthi Bali yang diluncurkan Gubernur Bali Wayan Koster. Dalam konsep EKB, sektor pariwisata ditempatkan pada posisi ke-6 dan disebut sebagai bonus. EKB menempatkan sektor pertanian dalam arti luas termasuk peternakan dan perkebunan pada posisi pertama dan disusul sektor kelautan/perikanan pada posisi kedua. Sedangkan sektor industri dan Industri Kecil Menengah (IKM) dan Koperasi ditempatkan pada posisi ke-3 dan 4, disusul sektor ekonomi kreatif dan digital pada posisi lima.
Menurut Wagub Cok Ace, penempatan pariwisata di posisi 6 dalam konsep EKB, bukan dimaksudkan untuk mengecilkan arti dari sektor ini. Konsep yang dirancang Gubernur Wayan Koster justru bertujuan mengembalikan marwah bahwa sesungguhnya pariwisata itu berawal dari budaya. Konsep EKB hendaknya menjadi bahan renungan bagi seluruh komponen untuk memberi perhatian lebih serius pada upaya pembenahan sektor pertanian, perkebunan dan UMKM. "Konsep ini dimaksudkan mengembalikan struktur pariwisata Bali seperti pada awal perkembangannya," ucapnya.
Berikutnya adalah faktor budaya yang belakangan mengalami pergeseran. Cok Ace mencontohkan mulai berkurangnya prosesi ngaben besar yang dulunya menjadi salah satu daya tarik pariwisata. Cok Ace menyebut, perubahan itu sebagai keniscayaan yang tak bisa dihindari. Oleh karena itu, para pelaku pariwisata diminta kembali mencermati apakah tetap menjadikan event upacara sebagai andalan atau berupaya mengimbanginya dengan pengembangan alternatif lain. Sedangkan terkait faktor keamanan, Cok Ace bersyukur karena di tengah beratnya tekanan ekonomi yang dihadapi, situasi keamanan Bali tetap kondusif dan terkendali.
Pada bagian lain, Cok Ace juga menyinggung kecenderungan pariwisata yang mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Selain itu juga, Cok Ace mengingatkan ketatnya persaingan yang harus dihadapi terkait kebijakan pemerintah mengembangkan sejumlah destinasi baru seperti Mandalika, NTB. Dia berharap pelaku usaha pariwisata di Bali tetap optimis dan tak berkecil hati. Karena menurutnya, pengembangan sektor pariwisata tak semata membutuhkan dukungan kelengkapan infrastruktur.
Yang tak kalah penting menurutnya adalah dukungan sumber daya manusia dan dia yakin Bali sejauh ini masih unggul. “Mari bersatu padu untuk memenangkan ketatnya persaingan dengan destinasi yang mulai tumbuh,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua Panitia Rakerda PHRI Bali, Perry Markus menyampaikan bahwa agenda ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan Rakercab dan merupakan amanat dari AD/ART organisasi. Rakerda dilaksanakan dengan sederhana menyesuaikan dengan kondisi prihatin yang dihadapi pelaku pariwisata Bali dan juga sejalan dengan penerapan protokol kesehatan mencegah makin meluasnya penyebaran varian omicron Covid-19. 7 nat
1
Komentar