Undagi Bade yang Sering Didaulat Jadi MC Upacara Keagamaan
Ida Bagus Gede Pidada, Undagi Bade dari Griya Meranggi, Kesiman
Undagi Bade
Undagi Bali
Undagi
Ida Bagus Gede Pidada
Griya Meranggi
Arsitek
Aarsitek Bade
Ida Tjokorda Pemecutan XI
Puri Agung Pemecutan
DENPASAR, NusaBali
Ida Bagus Gede Pidada, 60, terkenal sebagai seorang undagi atau arsitek bade. Bade buatannya mulai yang sederhana hingga wadah bertumpang menjulang. Salah satunya bade yang digunakan saat pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI di Puri Agung Pemecutan, Jumat (21/1).
Selain kasub (terkenal) sebagai undagi, Ida Bagus Gede Pidada juga seorang dalang dan master of ceremony (MC) berbahasa Bali. Sering diminta ngenterang dudonan karya atau memandu jalannya upacara keagamaan di kawasan Denpasar dan sekitarnya.
Ida Bagus Gede Pidada menjadi undagi bade dengan belajar secara otodidak, selain faktor keturunan. Keluarganya di Griya Gede Meranggi, Desa Adat Kesiman, Denpasar merupakan keluarga keturunan undagi yang menjadi tempat warga bertanya, minta petunjuk, dan membuat peralatan upacara. Generasi pertama pembuat bade berawal dari kompyang atau kakek buyutnya, Ida Pedanda Wayahan Meranggi. Kasub sebagai undagi serbabisa pada zam an kerajaan Badung. Kakek buyutnya berasal dari Griya Gede Sanur atau Griya Jero Gede Sanur. Kemudian kawisuda dengan swagina sebagai undagi oleh Raja Puri Kaleran Kawan atau Pemecutan I. Upacara kawisuda diperkirakan tahun 1.906.
Setelah kawisuda, kesah (pindah) dari Sanur karena diberikan tempat tinggal di Abian Kapas. Selanjutnya diminta ikut mendampingi Raja di Puri Kesiman sehingga pindah tempat lagi dan tinggal di Griya Meranggi Kesiman dekat Puri Kesiman. Griya Meranggi Kesiman itulah merupakan rumah tua Ida Bagus Gede Pidada sebelum pindah ke Griya Meranggi di Jalan Sedap Malam No 2 Kesiman. “Ini pecak (bekas) Griya Pidada, namun tidak ada keturunan, tiang nyeburin meriki,” ungkap Ida Bagus Gede Pidada, Jumat (4/2).
Berawal dari Ida Pedanda Wayahan Meranggi, ilmu undagi menurun kepada kakek dan ayahnya sampai ke Ida Bagus Gede Pidada. “Titiang belajar otodidak, ini warisan Ida Bethara Leluhur,” ujar undagi kelahiran Kesiman, 31 Maret 1962 ini. Sebagai arsitek bade, Ida Bagus Gede Pidada sudah sering diminta bantuan membuat maupun merancang bade ke sejumlah tempat di Bali. Di antaranya Ubud, Peliatan, Sayan, Tegalalang, Carangsari, dan daerah lain. Tentu saja di Kota Denpasar dan sekitarnya. Tak terhitung sudah berapa bade yang digarap. Mulai dari yang kecil hingga bade berukuran besar bertumpang menjulang. “Itu semua untuk ngayah, ngayahin gumi,” ungkap suami Ida Ayu Indra ini.
Bagi orang awam, merancang bade merupakan pekerjaan rumit, detil, riskan serta menegangkan. Contohnya, pekerjaan memasang tumpang atau topi bade bertumpang. Riskan karena harus memanggul tumpang bade menuju ketinggian bade. Namun bagi undagi, itu pekerjaan biasa yang sering dilakoni. Tiap undagi punya teknik sendiri-sendiri. Ada yang dengan nabeng atau dengan teknik lain. Ida Bagus Gede Pidada memakai teknik liwa-liwa, mengikat sebagian tumpang ditopang dengan batang panjang lalu ditarik hingga tumpang terpasang. Sejauh ini teknik liwa-liwa paten, terbukti berjalan sesuai harapan, bade berdiri dengan selamat.
Melakoni pekerjaan sebagai undagi bade juga penuh suka duka. Paling sering kelelahan fisik jika waktu upacara mepet. “Begadang tiga malam itu sudah biasa, apalagi waktunya mepet,” ujar ayah Ida Bagus Winantara dan Ida Ayu Dian Kartini ini. Ada juga yang lebih pelik, jika waktu upacara di satu tempat dan di tempat lain bersamaan dan sama-sama minta bantuan Ida Bagus Gede Pidada untuk memandu upacara itu. Jika seperti itu, Ida Bagus Gede Pidada harus mengatur waktu agar bisa maksimal membantu orang yang punya upacara. “Itu beratnya, karena tiang tidak mungkin membagi diri,” ungkap jebolan SSRI Denpasar ini.
Sebaliknya merasa gembira jika bisa maksimal membantu orang yang maduwe karya sampai puput. “Jika sudah puput, itulah kepuasan sebagai undagi,” kata putra Ida Bagus Candra (alm) dan Ida Ayu Rai (alm) ini. Selain merancang bade, membuat petulangan, dan lainnya, Ida Bagus Gede Pidada juga kerap merangkap sebagai MC, pangenter dudonan upacara. Logat dan suaranya yang khas dengan sor singgih basa Bali menyapa para uleman atau tamu. Ida Bagus Gede Pidada juga sering membantu ngenterang yadnya di desa adat, pura, puri, braya, maupun wargi. Bagi Ida Bagus Gede Pidada, jika menginginkan Bali tetap ajeg, maka krama Bali, utamanya generasi muda harus menyeimbangkan antara kesuntukan menggeluti gadget dengan kepedulian terhadap pelestarian agama, adat, seni, dan budaya. “Harus seimbang. Keduanya sama-sama jalan,” saran Ida Bagus Gede Pidada. 7 k17
1
Komentar