MPI: 'Sistem Paket' Jamin Keterwakilan Perempuan di KPU - Bawaslu
JAKARTA, NusaBali
Maju Perempuan Indonesia (MPI) mendorong Komisi II DPR untuk menggunakan ‘sistem paket’ guna menjamin formasi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) periode 2022 – 2027.
“Artinya, dari 7 nama yang dipilih tiap anggota Komisi II DPR memuat paling sedikit 3 nama perempuan calon anggota KPU serta untuk 5 nama yang dipilih untuk Bawaslu, memuat paling sedikit 2 nama perempuan calon,” kata Wakil Koordinator MPI Titi Anggraini dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Dengan demikian, tuturnya, ada jaminan yang lebih kuat untuk mewujudkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di KPU dan Bawaslu.
Dia berharap Komisi II DPR dapat mengawal tuntas keterwakilan perempuan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Kedua pasal tersebut mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. “Kata memperhatikan mesti ditempatkan sebagai komitmen utama oleh Komisi II DPR,” kata Titi.
Titi menyebutkan bahwa pihaknya meminta Komisi II DPR dalam memutuskan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu untuk memilih figur-figur yang memahami dan berpihak pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, anti-KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), antikekerasan, menghargai perbedaan dan keberagaman.
Adapun makna dari antikekerasan yang dimaksud adalah calon anggota KPU dan Bawaslu bukan merupakan pelaku ataupun orang yang permisif pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindak kekerasan seksual.
“Secara keseluruhan harus memenuhi kualifikasi integritas, kemandirian, kapasitas, dan kompetensi yang mampu menopang kebutuhan kelembagaan KPU dan Bawaslu,” ucapnya.
MPI meminta Komisi II DPR untuk memilih para calon yang memiliki kapasitas dan komitmen guna melahirkan kebijakan dan regulasi teknis yang berpihak pada upaya memperkuat keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu sesuai amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.
“Tersedia pilihan yang cukup, kredibel, dan layak dari daftar perempuan calon KPU dan Bawaslu yang bisa dipertimbangkan oleh Komisi II DPR untuk mengisi formasi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, bahkan untuk komposisi 50-50 sekalipun,” kata Titi.
Titi mengatakan, peran penyelenggara pemilu sangat signifikan. Kontribusi kepercayaan kepada penyelenggara pemilu jauh lebih besar ketimbang kontribusinya dalam meyakini pemilu berintegritas. Oleh karena itu, harus serius menempatkan penyelenggara pemilu. Untuk menempatkan penyelenggara pemilu, perlu memperhatikan keterwakilan perempuan.
“Mengapa perempuan patut hadir dalam penyelenggara pemilu? Alasannya karena konstitusional,” ujar Titi. Konstitusi, lanjut Titi, mendesain afirmasi keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di berbagai jabatan publik. Selain itu, perempuan punya keunggulan dari jumlah populasi yang mencapai setengah penduduk Indonesia. Dengan menghadirkan penyelenggara pemilu perempuan akan dinamis.
Sebab, mereka dapat memberikan pandangan dan perspektif khas perempuan. Kini, kunci pemilihan penyelenggara pemilu berada di Komisi II DPR RI. Lantaran mereka akan memilih tujuh orang anggota KPU RI dan lima orang anggota Bawaslu RI periode 2022–2027 melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Dari 14 calon anggota KPU RI yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, calon perempuan ada Betty Epsilon Idroos, Dahlia, Iffa Rosita, dan Yessy Yatty Momongan. Sedangkan dari 10 calon anggota Bawaslu RI, calon perempuan terdiri dari Andi Tenri Sompa, Lolly Suhenty, dan Mardiana Rusli. Nantinya calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI akan dipilih oleh Komisi II DPR RI pada 17 Februari 2022. *ant, k22
Dengan demikian, tuturnya, ada jaminan yang lebih kuat untuk mewujudkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di KPU dan Bawaslu.
Dia berharap Komisi II DPR dapat mengawal tuntas keterwakilan perempuan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Kedua pasal tersebut mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. “Kata memperhatikan mesti ditempatkan sebagai komitmen utama oleh Komisi II DPR,” kata Titi.
Titi menyebutkan bahwa pihaknya meminta Komisi II DPR dalam memutuskan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu untuk memilih figur-figur yang memahami dan berpihak pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, anti-KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), antikekerasan, menghargai perbedaan dan keberagaman.
Adapun makna dari antikekerasan yang dimaksud adalah calon anggota KPU dan Bawaslu bukan merupakan pelaku ataupun orang yang permisif pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindak kekerasan seksual.
“Secara keseluruhan harus memenuhi kualifikasi integritas, kemandirian, kapasitas, dan kompetensi yang mampu menopang kebutuhan kelembagaan KPU dan Bawaslu,” ucapnya.
MPI meminta Komisi II DPR untuk memilih para calon yang memiliki kapasitas dan komitmen guna melahirkan kebijakan dan regulasi teknis yang berpihak pada upaya memperkuat keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu sesuai amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.
“Tersedia pilihan yang cukup, kredibel, dan layak dari daftar perempuan calon KPU dan Bawaslu yang bisa dipertimbangkan oleh Komisi II DPR untuk mengisi formasi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, bahkan untuk komposisi 50-50 sekalipun,” kata Titi.
Titi mengatakan, peran penyelenggara pemilu sangat signifikan. Kontribusi kepercayaan kepada penyelenggara pemilu jauh lebih besar ketimbang kontribusinya dalam meyakini pemilu berintegritas. Oleh karena itu, harus serius menempatkan penyelenggara pemilu. Untuk menempatkan penyelenggara pemilu, perlu memperhatikan keterwakilan perempuan.
“Mengapa perempuan patut hadir dalam penyelenggara pemilu? Alasannya karena konstitusional,” ujar Titi. Konstitusi, lanjut Titi, mendesain afirmasi keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di berbagai jabatan publik. Selain itu, perempuan punya keunggulan dari jumlah populasi yang mencapai setengah penduduk Indonesia. Dengan menghadirkan penyelenggara pemilu perempuan akan dinamis.
Sebab, mereka dapat memberikan pandangan dan perspektif khas perempuan. Kini, kunci pemilihan penyelenggara pemilu berada di Komisi II DPR RI. Lantaran mereka akan memilih tujuh orang anggota KPU RI dan lima orang anggota Bawaslu RI periode 2022–2027 melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Dari 14 calon anggota KPU RI yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, calon perempuan ada Betty Epsilon Idroos, Dahlia, Iffa Rosita, dan Yessy Yatty Momongan. Sedangkan dari 10 calon anggota Bawaslu RI, calon perempuan terdiri dari Andi Tenri Sompa, Lolly Suhenty, dan Mardiana Rusli. Nantinya calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI akan dipilih oleh Komisi II DPR RI pada 17 Februari 2022. *ant, k22
Komentar