Akibat Cekcok Keluarga Sejak 2014
Kisah di Balik Ngepah Karang di Tegallinggah
GIANYAR, NusaBali
Dua bersaudara kandung, I Dewa Putu Tilem,71, dan I Dewa Nyoman Samba,62, angkat bicara terkait kasus Ngepah Karang oleh Desa Adat Tegalinggah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Sabtu (26/2).
Ngapah Karang ini atas permohonannya. Karena dua bersaudara ini tidak harmonis dan cekcok dengan adik bungsunya, I Dewa Putu Raka Adnyana,52, sejak bertahun-tahun.
Tepatnya, ketika Dewa Putu Tilem pensiun dari PNS di Jembrana tahun 2014. "Sejak kami pulang, selama 9 tahun kami benar-benar tidak bisa hidup nyaman. Sebab terus berselisih dengan adik bungsu, Dewa Raka Adnyana," ungkap Dewa Tilem didampingi Dewa Nyoman Samba, Senin (28/2). Selama itu pula sudah dimusyawarahkan, namun tidak mencapai kesepakatan.
Masalah semakin menjadi-jadi ketika Dewa Putu Tilem dilarang menempati Balai Delod. ‘’Padahal balai ini saya yang membangun,’’ jelas mantan Camat Negara dan Kepala Dinas Kominfo Jembrana ini. Kata dia, si bungsu Dewa Raka Adnyana, merasa sebagai Sentana Rajeg. Sebab diantara tiga bersaudara ini, hanya dia yang memiliki anak laki-laki. Sementara Dewa Putu Tilem memiliki 4 anak perempuan, 3 orang sudah menikah dan satu rencananya akan ngidih sentana. Sedangkan Dewa Nyoman Samba putung alias tidak punya anak. "Keinginan kami untuk ngangkat anak dan ngalih sentana sebagai penerus kami nanti, ditolak mentah-mentah oleh dia (Dewa Raka Adnyana, Red)," jelas Dewa Putu Tilem.
Ketidakharmonisan ini pula, membuat Dewa Putu Tilem lebih sering mengunjungi anak cucunya yang tinggal di Denpasar. Sedangkan Dewa Nyoman Samba pilih tinggal di pondok yang tak jauh dari rumah pokok. Kemudian tak berselang lama, Dewa Raka Adnyana bermaksud membangun kamar mandi di Balai Delod, namun karena tidak diizinkan oleh Dewa Tilem, berujung pada laporan ke Polsek Blahbatuh. "Kami disebut mengancam, tapi setelah pemeriksaan polisi tuduhan itu tidak terbukti," jelas Dewa Tilem.
Cekcok antara tiga saudara kandung ini juga berimbas pada kehidupan beragama. Terjadi beberapa kali perusakan tempat tirta, perusakan banten dan pelarangan mabanten di Mrajan Kemulan dengan alasan dua bersaudara ini tidak mawinten Saraswati. "Saat ada perintah nyejerang daksina di Kemulan selama Karya Pancawali Krama di Pura Samuan Tiga, Bedulu, belum sehari kami haturkan sudah diturunkan oleh dia. Hal-hal kecil seperti itu membuat perasaan kami tidak nyaman," jelas Dewa Tilem.
Ketidaknyamanan juga muncul setiap kali dua bersaudara ini pulang kampung dan mebanten, selalu dipancing amarah dengan menyindir hingga berkata kasar. Maka itu, tiga bersaudara ini sempat berdialog terkait keinginan untuk rukun dan pembagian karang di rumah tersebut, namun ditolak oleh Dewa Raka Adnyana. "Dia beralasan karang tidak boleh dibagi dan selalu mengatakan depin keto (biarkan). Oleh karena tidak ada jalan lain, kami mohon pamutus dari Desa Adat Tegalinggah," jelasnya.
Permohonan pamutus Ngepah Karang ini sudah dilayangkan ke Desa Adat pada 30 Maret 2020. Namun dalam proses mediasi, melalui rapat para pihak di Balai Banjar Tegalinggah, kata Dewa Tilem, adik bungsunya Dewa Raka Adnyana selalu tidak bisa hadir. Sehingga dua bersaudara ini kembali melayang surat penegasan mohon ngepah karang pada 15 Juli 2020. "Begitulah kronologisnya, sehingga masalah keluarga ini sampai diselesaikan oleh desa adat. Eksekusi ngepah karang ini berdasarkan Keputusan Sabha Kerta MDA Provinsi Bali," jelas Dewa Tilem.
Meski sudah dilakukan eksekusi ngepah karang yang ditandai dengan pemasangan patok penyekat dan membentangkan benang, Dewa Raka Adnyana tetap diberikan akses ke Mrajan maupun Balai Dangin. "Tapi semenjak dipasang patok, dia hanya mabanten di Balai Dauh saja. Tidak sampai ke Mrajan. Padahal tidak dilarang," jelas Dewa Tilem.
Sebelumnya diberitakan, pekarangan rumah warga di Desa Adat Tegallinggah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, dipasang patok penyekat, Sabtu (26/2) pagi. Patok ditanam oleh Prajuru Adat Desa Adat Tegallinggah disaksikan Perbekel Bedulu I Putu Ariawan, Camat Blahbatuh I Wayan Eka Putra, TNI/Polri tanpa kehadiran Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Blahbatuh dan MDA Kabupaten Gianyar. Rumah yang termasuk karang ayahan desa ini selama ini ditempati I Dewa Putu Alit (almarhum) beserta ketiga putranya, masing-masing I Dewa Putu Tilem,71, I Dewa Nyoman Samba,62, dan Dewa Putu Raka Adnyana,57. *nvi
Komentar