Mediasi, Pemkab Gianyar Di-deadline 'Abulan Pitung Dina'
Masalah Tanah Ayahan Desa di Desa Adat Taro Kelod, Tegallalang, Gianyar
Polres Gianyar tetap upayakan jalan damai, bahkan Kapolres bersama Sekda sudah turun langsung untuk mediasi dan diharapkan bisa selesai secara musyawarah.
GIANYAR, NusaBali
Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Pemkab Gianyar atensi masalah eksekusi yang dilakukan Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar terhadap tanah ayahan yang ditempati mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Jro Mangku Ketut Warka dan objek sengketa yang ditempati I Sabit pada Sukra Wage Wayang atau saat Rahina Ngembak Gni, Jumat (4/3) lalu. Pemkab Gianyar melalui tim terpadu di-deadline selama Abulan Pitung Dina (1 bulan 7 hari) untuk memediasi masalah ini.
Hal ini terungkap saat tim terpadu dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gianyar Made Gede Wisnu Wijaya MM bersama Kapolres Gianyar AKBP I Made Bayu Sutha Sarthana, Kepala Kesbangpol Gianyar Dewa Gede Amarta, Camat Tegallalang Wayan Ari Trisna Handayani dan pihak terkait menggelar rapat mediasi di Kantor Perbekel Taro, Sabtu (5/3).
Pertemuan dilaksanakan di Kantor Perbekel Taro yang dihadiri oleh semua Prajuru Desa, Kelian Adat serta Bendesa Adat Taro Kelod Ketut Subawa. "Pihak Desa Adat Taro Kelod memberikan kesempatan Pemkab Gianyar untuk melakukan mediasi sampai tenggang waktu 1 bulan 7 hari dan akan melakukan pembersihan terhadap alat-alat yang ditempatkan di pekarangan tempat tinggal warga yang diajak bersengketa," jelas Sekda Wisnu Wijaya yang juga Wakil Ketua III Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Gianyar saat dikonfirmasi, Senin (7/3).
Tim juga sudah melayangkan surat Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Desa Adat Taro Kelod Nomor 300/161/BID.IV/BKBP/2022. Tim ingin penyelesaian permasalahan bisa dilakukan secara damai. Meminta
kepada Bendesa Desa Adat Taro, Ketut Subawa untuk mempertimbangkan kembali sanksi adat yang dijatuhkan kepada Mangku Ketut Warka dan memberikan kesempatan kepada Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Gianyar untuk memediasi penyelesaian permasalahan secara damai.
Hanya saja setelah dimediasi oleh tim, ternyata alat-alat sisa upakara berupa potongan bambu masih dibiarkan menumpuk di tanah ayahan yang ditempati oleh Mangku Ketut Warka. "Belum ada upaya pembersihan atau pemindahan. Bambu sisa upakara itu masih menumpuk di rumah. Bahkan ada yang menutup tempat kami menyimpan gerabah," ujar Mangku Ketut Warka, 62, didampingi penasehat hukum I Gusti Ngurah Wisnu Wardana SH dan anaknya Wayan Gede Kartika, Senin kemarin.
Mangku Warka memilih untuk bersabar dan menyerahkan penyelesaian masalah ini pada pihak terkait. "Kami serahkan ke Pemda. Agar dipilah, dipilih, dibedakan. Mana soal adat, mana soal perkara yang putusannya sudah inkrah," tegasnya yang sudah 45 tahun ngayah sebagai Mangku Pura Puseh sebelum mengundurkan diri.
Disebutkan pula, tindakan dari Desa Adat Taro Kelod sudah membuat keluarganya tidak nyaman. Akses terbatas hingga beban psikis yang dirasakan oleh anak cucu Mangku Warka. "Anak saya yang SMP dan SMA, jadi enggan keluar rumah apalagi ke sekolah. Padahal baru mulai PTM. Yang kami sesali pula, eksekusi itu tidak ada rekomendasi dari MDA" ungkap anak Mangku Warka, Wayan Gede Kartika menambahkan.
Hal ini pula yang membuat Mangku Ketut Warka melakukan pengaduan ke Polres Gianyar. Pengaduan karena membuat perasaan tidak menyenangkan. Terkait pengaduan ke Polres Gianyar, Penasehat Hukum Wisnu Wardana mengatakan ada beberapa nama yang dilaporkan.
Selain itu, pengaduan juga dilayangkan ke Kemenkumham terkait adanya indikasi pelanggaran perlindungan HAM. "Ada seorang warga ditutup akses air, ekonomi, sawah, apa nunggu harus ada meninggal dulu? Ada anak-anak. Anak ini kan sekolah, kebebasan mengenyam pendidikannya gimana? Semua pihak terkait harus memperhatikan betul," terang Wisnu Wardana.
Dikonfirmasi terpisah Kapolres Gianyar AKBP I Made Bayu Sutha Sarthana membenarkan adanya pengaduan tersebut.
"Ada melapor ke Polres, merasa keberatan intinya ingin perlindungan hukum," jelasnya. Ketika memang memenuhi unsur tindak pidana, Kapolres AKBP Bayu Sutha memastikan akan memproses. "Kalau memang ada tindak pidananya kita proses. Tapi sementara kita upayakan damai, selesaikan secara baik-baik. Dalam hal ini sudah kami utus personel, Kasat Binmas, Kapolsek sudah turun. Saya sama Sekda juga sudah turun langsung untuk mediasi. Mudah-mudahan bisa selesai secara musyawarah," ujar AKBP Bayu Sutha.
Seperti diberitakan sebelumnya Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar eksekusi tanah ayahan desa seluas 8 are yang ditempati mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Jro Mangku Ketut Warka. Eksekusi langsung dilakukan hanya berselang 1 jam pasca berakhirnya Catur Brata Panyepian Tahun Baru Saka 1944 pada Sukra Wage Wayang, Jumat (4/3) pagi.
Eksekusi dilaksanakan sesuai dengan Surat Keputusan Desa Adat Taro Kelod Nomor 06/DA.TRKL/III/2022. Berdasarkan SK Desa Adat Taro Kelod tersebut, keluarga Jro Mangku Ketut Warka diberikan batas akhir untuk mengosongkan tanah ayahan desa hingga Ngembak Geni Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Jumat, 3 Maret 2022.
Namun, SK tersebut tidak digubris oleh keluarga Jro Mangku Warka, sehingga Desa Adat Taro Kelod pun langsung bergerak melakukan eksekusi. Dalam eksekusi ini, krama memasang spanduk kepemilikan tanah, kemudian menaruh sejumlah bambu dan perlengkapan upacara di tanah ayahan desa tersebut. *nvi
Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Pemkab Gianyar atensi masalah eksekusi yang dilakukan Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar terhadap tanah ayahan yang ditempati mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Jro Mangku Ketut Warka dan objek sengketa yang ditempati I Sabit pada Sukra Wage Wayang atau saat Rahina Ngembak Gni, Jumat (4/3) lalu. Pemkab Gianyar melalui tim terpadu di-deadline selama Abulan Pitung Dina (1 bulan 7 hari) untuk memediasi masalah ini.
Hal ini terungkap saat tim terpadu dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gianyar Made Gede Wisnu Wijaya MM bersama Kapolres Gianyar AKBP I Made Bayu Sutha Sarthana, Kepala Kesbangpol Gianyar Dewa Gede Amarta, Camat Tegallalang Wayan Ari Trisna Handayani dan pihak terkait menggelar rapat mediasi di Kantor Perbekel Taro, Sabtu (5/3).
Pertemuan dilaksanakan di Kantor Perbekel Taro yang dihadiri oleh semua Prajuru Desa, Kelian Adat serta Bendesa Adat Taro Kelod Ketut Subawa. "Pihak Desa Adat Taro Kelod memberikan kesempatan Pemkab Gianyar untuk melakukan mediasi sampai tenggang waktu 1 bulan 7 hari dan akan melakukan pembersihan terhadap alat-alat yang ditempatkan di pekarangan tempat tinggal warga yang diajak bersengketa," jelas Sekda Wisnu Wijaya yang juga Wakil Ketua III Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Gianyar saat dikonfirmasi, Senin (7/3).
Tim juga sudah melayangkan surat Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Desa Adat Taro Kelod Nomor 300/161/BID.IV/BKBP/2022. Tim ingin penyelesaian permasalahan bisa dilakukan secara damai. Meminta
kepada Bendesa Desa Adat Taro, Ketut Subawa untuk mempertimbangkan kembali sanksi adat yang dijatuhkan kepada Mangku Ketut Warka dan memberikan kesempatan kepada Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Gianyar untuk memediasi penyelesaian permasalahan secara damai.
Hanya saja setelah dimediasi oleh tim, ternyata alat-alat sisa upakara berupa potongan bambu masih dibiarkan menumpuk di tanah ayahan yang ditempati oleh Mangku Ketut Warka. "Belum ada upaya pembersihan atau pemindahan. Bambu sisa upakara itu masih menumpuk di rumah. Bahkan ada yang menutup tempat kami menyimpan gerabah," ujar Mangku Ketut Warka, 62, didampingi penasehat hukum I Gusti Ngurah Wisnu Wardana SH dan anaknya Wayan Gede Kartika, Senin kemarin.
Mangku Warka memilih untuk bersabar dan menyerahkan penyelesaian masalah ini pada pihak terkait. "Kami serahkan ke Pemda. Agar dipilah, dipilih, dibedakan. Mana soal adat, mana soal perkara yang putusannya sudah inkrah," tegasnya yang sudah 45 tahun ngayah sebagai Mangku Pura Puseh sebelum mengundurkan diri.
Disebutkan pula, tindakan dari Desa Adat Taro Kelod sudah membuat keluarganya tidak nyaman. Akses terbatas hingga beban psikis yang dirasakan oleh anak cucu Mangku Warka. "Anak saya yang SMP dan SMA, jadi enggan keluar rumah apalagi ke sekolah. Padahal baru mulai PTM. Yang kami sesali pula, eksekusi itu tidak ada rekomendasi dari MDA" ungkap anak Mangku Warka, Wayan Gede Kartika menambahkan.
Hal ini pula yang membuat Mangku Ketut Warka melakukan pengaduan ke Polres Gianyar. Pengaduan karena membuat perasaan tidak menyenangkan. Terkait pengaduan ke Polres Gianyar, Penasehat Hukum Wisnu Wardana mengatakan ada beberapa nama yang dilaporkan.
Selain itu, pengaduan juga dilayangkan ke Kemenkumham terkait adanya indikasi pelanggaran perlindungan HAM. "Ada seorang warga ditutup akses air, ekonomi, sawah, apa nunggu harus ada meninggal dulu? Ada anak-anak. Anak ini kan sekolah, kebebasan mengenyam pendidikannya gimana? Semua pihak terkait harus memperhatikan betul," terang Wisnu Wardana.
Dikonfirmasi terpisah Kapolres Gianyar AKBP I Made Bayu Sutha Sarthana membenarkan adanya pengaduan tersebut.
"Ada melapor ke Polres, merasa keberatan intinya ingin perlindungan hukum," jelasnya. Ketika memang memenuhi unsur tindak pidana, Kapolres AKBP Bayu Sutha memastikan akan memproses. "Kalau memang ada tindak pidananya kita proses. Tapi sementara kita upayakan damai, selesaikan secara baik-baik. Dalam hal ini sudah kami utus personel, Kasat Binmas, Kapolsek sudah turun. Saya sama Sekda juga sudah turun langsung untuk mediasi. Mudah-mudahan bisa selesai secara musyawarah," ujar AKBP Bayu Sutha.
Seperti diberitakan sebelumnya Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar eksekusi tanah ayahan desa seluas 8 are yang ditempati mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Jro Mangku Ketut Warka. Eksekusi langsung dilakukan hanya berselang 1 jam pasca berakhirnya Catur Brata Panyepian Tahun Baru Saka 1944 pada Sukra Wage Wayang, Jumat (4/3) pagi.
Eksekusi dilaksanakan sesuai dengan Surat Keputusan Desa Adat Taro Kelod Nomor 06/DA.TRKL/III/2022. Berdasarkan SK Desa Adat Taro Kelod tersebut, keluarga Jro Mangku Ketut Warka diberikan batas akhir untuk mengosongkan tanah ayahan desa hingga Ngembak Geni Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Jumat, 3 Maret 2022.
Namun, SK tersebut tidak digubris oleh keluarga Jro Mangku Warka, sehingga Desa Adat Taro Kelod pun langsung bergerak melakukan eksekusi. Dalam eksekusi ini, krama memasang spanduk kepemilikan tanah, kemudian menaruh sejumlah bambu dan perlengkapan upacara di tanah ayahan desa tersebut. *nvi
1
Komentar