Kenalkan Museum ke Yowana Melalui Sekolah dan Sekaa Teruna
Ida Ayu Nyoman Ratna Pawitrani, Kepala UPTD Museum Subak, Tabanan
TABANAN, NusaBali
Kepala Museum Subak Bali di Kabupaten Tabanan, Ida Ayu Nyoman Ratna Pawitrani, sangat fasih menuturkan tentang subak.
Mulai dari sejarahnya, organisasi, aktivitas pembuatan jaringan irigasi, mengolah lahan, pra panen, panen, dan pasca panen. Detil mulai dari prasasti, pembukaan subak, peralatan atau teknologi, ritual, hingga produk pertanian yang siap dikonsumsi. Atas kemampuannya itulah, Dayu Ratna Pawitrani kerap merangkap menjadi pemandu bagi pengunjung Museum Subak.
Pengunjung yang lancong ke Museum Subak mulai masyarakar umum hingga tamu VIP. Semua pernah dipandu oleh Dayu Pawitrani. Sesungguhnya, cita-cita ibu empat anak ini sebagai dosen. Mengikuti jejak almarhum ayah, Ida Bagus Mantra, yang Guru Besar Geografi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sebagai anak guru besar yang tugas di Kota Pelajar, Dayu Pawitrani juga menuntaskan pendidikannya dari jenjang SD hingga strata satu di Yogyakarta. Istri Ida Bagus Oka Wijana ini menempuh S1 di Fakultas Sastra Program Studi Antropoligi di UGM, Yogyakarta. “Aji (ayah) seorang Guru Besar di UGM, saya pun bercita-cita jadi dosen,” ungkap Dayu Pawitrani.
Dalam perjalanannya, Dayu Pawitrani berkarir sebagai PNS di Pemkab Tabanan sejak tahun 2000. Mengawali tugas di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan hingga dipercaya sebagai Kepala UPTD Museum Subak mulai Oktober 2010. “Meskipun saat ini saya tidak menjadi dosen, namun kurang lebih samalah (sebagai dosen) mentransfer ilmu kepada orang lain,” selorohnya. Jebolan Magister Akuntasi Sektor Publik Universitas Udayana ini sangat menyukai pekerjaan di UPTD Meseum Subak. Alasannya, sesuai latar belakang akademisnya, jurusan Antropologi dan mengantongi sertifikat sebagai kurator museum. “Itu membuat semakin betah di museum,” tutur ibunda Ida Bagus Mahardika, Ida Ayu Maharani, Ida Ayu Sanistri Sanjiwani, dan Ida Ayu Savitri Manohari ini.
Bekerja di musem membuatnya terus belajar karena bertemu dengan pengunjung yang berbeda-beda. Apalagi di konferensi-konferensi internasional ada kunjungan delegasi. Misalnya konferensi tentang perubahan iklim, bendungan, dan lainnya. Pada saat itulah biasanya didatangi para pakar subak. Kesempatan tersebut bagi Dayu Pawitrani sebagai momen menimba lebih banyak ilmu.Terutama yang bersifat teknis, berapa kecepatan air yang bagus untuk pertanian dan berapa intensitas hujan yang tidak merusak tanaman. Aspek-aspek teknis itu didapatkan dari kalangan pakar. “Saya lebih banyak menyampaikan pada aspek budayanya,” bebernya.
Dayu Prawitani mengaku sering belajar dari para tamu. “Ketika dia (tamu) bertanya, saya tidak bisa menjawabnya, itu tantangan bagi saya untuk menemukan jawabannya,” jelasnya. Bekerja di museum juga memberi kebanggaan bagi Dayu Pawitrani karena kadang yang datang ke museum adalah tamu VIP, seperti perdana menteri. Menurut Dayu Pawitrani, minat orang Indonesia berkunjung ke museum masih rendah. Karena itulah, dia akan sangat suka dan bersemangat jika ada keluarga Indonesia berkunjung ke museum. “Di museum tempat mencari ilmu sebenarnya, dengan berinteraksi lebih memudahkan untuk belajar,” jelas Dayu Pawitrani.
Dayu Pawitrani meningkatkan pengenalan museum melalui program museum keliling ke sekolah-sekolah dan sekaa teruna. Tujuannnya memperkenalkan, menyampaikan tentang Museum Subak sekaligus memperkenalkan subak kepada yowana atau generasi muda. “Banyak yang tidak tahu tentang subak,” ungkapnya. Dia menconotohkan, tengala (bajak). Banyak yang tidak bisa membayangkan cara kerja bajak. “Sapi penariknya ada di mana,” ungkap Dayu Pawitrani menirukan pertanyaan kalangan yowana. Program museum masuk sekolah dimulai pada tahun 2019. Tahun 2020, karena pandemi Covid-19, sekolah tidak buka, pindah sasaran ke sekaa teruna. “Program ini akan terus berlanjut,” ujar kelahiran Yogyakarta, 23 Februari 1969 ini. *k17
Komentar