Gembelan Cina Penguat Panca Gita
Peristiwa itu (G30S/PKI) membuat keberadaan alat musik manolin lenyap, hingga tak ada satupun di Banjar Mincidan.
Dari Rekonstruksi Gong Nolin di Desa Sulang, Klungkung
SEMARAPURA, NusaBali
Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung merekonstruksi sebuah gamelan klasik manolin yang dikenal dengan nama Gong Nolin, di Banjar Mincidan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung. Gamelan yang nyaris punah ini dibangkitkan kembali, sebagai duta Klungkung pada Pesta Kesenian Bali (PKB) 2017.
Gamelan manolin mulanya berkembang di Banjar Mincidan, Desa Sulang, sekitar 1948 silam. Para panglingsir (tetua) di banjar setempat menyebut alat musik manolin diadopsi dari Cina. Setelah berkembang dan membudaya di masyarakat, musik ini dikolaborasikan dengan alat musik tradisional, antara lain kendang, tawa-tawa, dan lainnya.
Ketika itu keberadaan manolin berkembang pesat di Banjar Mincidan. Dari 60 kepala keluarga (KK) rata-rata setiap rumah memiliki manolin satu sampai empat buah. Alat musik ini kerap dimainkan oleh warga saat mereka pulang dari sawah, mengisi acara hiburan, termasuk digunakan mengiringi upacara piodalan di Pura dan prosesi upacara perkawinan.
“Gamelan manolin ini menggunakan lelambatan ilu (jenis tabuh Bali kuno), jadi bisa untuk mengiringi upacara yadnya,” ujar Koordinator Sekaa Gong Manolin Swarga Swari, Banjar Mincidan, Wayan Soma, saat ditemui NusaBali, Kamis (2/3).
Hanya saja saat terjadi peristiwa G30S/PKI wilayah Mincidan juga menjadi sasaran. Suasana pun menjadi mencekam, dan tidak ada yang berani memainkan musik manolin. Bahkan peristiwa itu (G30S/PKI) membuat keberadaan alat musik manolin lenyap, hingga tak ada satupun di Banjar Mincidan.
Soma menjelaskan, hingga akhir tahun 1965, salah seorang warga setempat, Wayan Mendra,73, secara tidak sengaja menemukan sebuah alat musik manolin saat ia bekerja pada sebuah toko milik orang Cina di Kota Semarapura. Namun kondisi manolinnya sudah terbengkelai dan tak terawat. Beruntung pemilik toko mengizinkan Mendra menyematkan alat musik ini secara cuma-cuma. Setelah diberikan sentuhan perawatan, Mendra pun kembali mengingat-ngingat tembang manolin yang pernah dimainkan di era 1948, secara mandiri di rumahnya. “Hingga kini manolin yang masih original tersebut masih disimpan,” jelas Soma. Akhirnya, setelah puluhan tahun vakum dan nyaris punah, pada tahun 2010, muncul niat dari sejumlah penabuh yang notabene usia lanjut kembali memainkan manolin. Di antaranya, Wayan Mendra,73, dan Putu Ariasa,51, memainkan manolin. Wayan Soma,53, Wayan Sudana,51, dan Nengah Sudiarta,53, memainkan kendang. Ketut Tisna,65, memainkan seruling, Ketut Wiyasa,65, memainkan gong. “Kami latihan rutin untuk mencari tembangnya, serta
menyelaraskan irama manolin dengan alat gamelan lain,” kata Wayan Soma.
Hingga saat ini Sekaa Gong Manolin Swarga Swari Banjar Mincidan, berhasil mengusai 6 (enam) tabuh. Yakni, Tabuh Pengalang, Telu, Tunju, Pat, Selasar, Semarandana dan Tabuh gilak. Pada awal-awal kembali melejit, sekaa gong ini sudah banyak menerima undangan dari krama terutama untuk mengiringi prosesi upacara perkawinan. Sekaa ini juga ngayah mengiringi upacara piodalan di pura sebagai unsur panca gita (5 bunyi-bunyian).
Wayan Soma juga Koordinator Penagihan Pajak di Kecamatan Klungkung, Dinas Pengelelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah, Klungkung. Ia menjelaskan, pemilihan gamelan manolin untuk direkonstruksi, bermula tahun 2016 lalu, anak dari Wayan Soma menikah. Dalam undangan hadir para pejabat, seperti Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Sekda Klungkung Gede Putu Winastra dan lainnya.
Saat itulah mereka melihat keunikan musik manolin, supaya tidak punah akhirnya direkonstruksi dan disiapkan menjadi duta Klungkung untuk pentas ke PKB. “Saya langsung yang ditunjuk sebagai koordinator,” kata Soma.
Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan latihan, serta menambah jumlah pemain dan alat musiknya menjadi 15 buah. Yaitu 3 alat musik manolin, 1 tawa-tawa, 2 kendang, 1 cengceng, 3 seruling, 1 rebab, 2 jublag, 1 gong dan 1 klenang. Disamping seniman senior, sekaa ini juga melibatkan sejumlah kaum muda. “Mudah-mudahan dengan pentas ke PKB nanti bisa menginspirasi generasi muda untuk melestarikan gamelan ini,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga I Nyoman Mudarta mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan koordinator gamelan manolin tersebut. Karena gambelan ini akan disiapkan pentas saat PKB 2017 mendatang. *wa
SEMARAPURA, NusaBali
Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung merekonstruksi sebuah gamelan klasik manolin yang dikenal dengan nama Gong Nolin, di Banjar Mincidan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung. Gamelan yang nyaris punah ini dibangkitkan kembali, sebagai duta Klungkung pada Pesta Kesenian Bali (PKB) 2017.
Gamelan manolin mulanya berkembang di Banjar Mincidan, Desa Sulang, sekitar 1948 silam. Para panglingsir (tetua) di banjar setempat menyebut alat musik manolin diadopsi dari Cina. Setelah berkembang dan membudaya di masyarakat, musik ini dikolaborasikan dengan alat musik tradisional, antara lain kendang, tawa-tawa, dan lainnya.
Ketika itu keberadaan manolin berkembang pesat di Banjar Mincidan. Dari 60 kepala keluarga (KK) rata-rata setiap rumah memiliki manolin satu sampai empat buah. Alat musik ini kerap dimainkan oleh warga saat mereka pulang dari sawah, mengisi acara hiburan, termasuk digunakan mengiringi upacara piodalan di Pura dan prosesi upacara perkawinan.
“Gamelan manolin ini menggunakan lelambatan ilu (jenis tabuh Bali kuno), jadi bisa untuk mengiringi upacara yadnya,” ujar Koordinator Sekaa Gong Manolin Swarga Swari, Banjar Mincidan, Wayan Soma, saat ditemui NusaBali, Kamis (2/3).
Hanya saja saat terjadi peristiwa G30S/PKI wilayah Mincidan juga menjadi sasaran. Suasana pun menjadi mencekam, dan tidak ada yang berani memainkan musik manolin. Bahkan peristiwa itu (G30S/PKI) membuat keberadaan alat musik manolin lenyap, hingga tak ada satupun di Banjar Mincidan.
Soma menjelaskan, hingga akhir tahun 1965, salah seorang warga setempat, Wayan Mendra,73, secara tidak sengaja menemukan sebuah alat musik manolin saat ia bekerja pada sebuah toko milik orang Cina di Kota Semarapura. Namun kondisi manolinnya sudah terbengkelai dan tak terawat. Beruntung pemilik toko mengizinkan Mendra menyematkan alat musik ini secara cuma-cuma. Setelah diberikan sentuhan perawatan, Mendra pun kembali mengingat-ngingat tembang manolin yang pernah dimainkan di era 1948, secara mandiri di rumahnya. “Hingga kini manolin yang masih original tersebut masih disimpan,” jelas Soma. Akhirnya, setelah puluhan tahun vakum dan nyaris punah, pada tahun 2010, muncul niat dari sejumlah penabuh yang notabene usia lanjut kembali memainkan manolin. Di antaranya, Wayan Mendra,73, dan Putu Ariasa,51, memainkan manolin. Wayan Soma,53, Wayan Sudana,51, dan Nengah Sudiarta,53, memainkan kendang. Ketut Tisna,65, memainkan seruling, Ketut Wiyasa,65, memainkan gong. “Kami latihan rutin untuk mencari tembangnya, serta
menyelaraskan irama manolin dengan alat gamelan lain,” kata Wayan Soma.
Hingga saat ini Sekaa Gong Manolin Swarga Swari Banjar Mincidan, berhasil mengusai 6 (enam) tabuh. Yakni, Tabuh Pengalang, Telu, Tunju, Pat, Selasar, Semarandana dan Tabuh gilak. Pada awal-awal kembali melejit, sekaa gong ini sudah banyak menerima undangan dari krama terutama untuk mengiringi prosesi upacara perkawinan. Sekaa ini juga ngayah mengiringi upacara piodalan di pura sebagai unsur panca gita (5 bunyi-bunyian).
Wayan Soma juga Koordinator Penagihan Pajak di Kecamatan Klungkung, Dinas Pengelelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah, Klungkung. Ia menjelaskan, pemilihan gamelan manolin untuk direkonstruksi, bermula tahun 2016 lalu, anak dari Wayan Soma menikah. Dalam undangan hadir para pejabat, seperti Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Sekda Klungkung Gede Putu Winastra dan lainnya.
Saat itulah mereka melihat keunikan musik manolin, supaya tidak punah akhirnya direkonstruksi dan disiapkan menjadi duta Klungkung untuk pentas ke PKB. “Saya langsung yang ditunjuk sebagai koordinator,” kata Soma.
Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan latihan, serta menambah jumlah pemain dan alat musiknya menjadi 15 buah. Yaitu 3 alat musik manolin, 1 tawa-tawa, 2 kendang, 1 cengceng, 3 seruling, 1 rebab, 2 jublag, 1 gong dan 1 klenang. Disamping seniman senior, sekaa ini juga melibatkan sejumlah kaum muda. “Mudah-mudahan dengan pentas ke PKB nanti bisa menginspirasi generasi muda untuk melestarikan gamelan ini,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga I Nyoman Mudarta mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan koordinator gamelan manolin tersebut. Karena gambelan ini akan disiapkan pentas saat PKB 2017 mendatang. *wa
Komentar