Minta Kenaikan Tarif PPN Ditunda
Giliran Pengusaha Mal Bersuara
JAKARTA, NusaBali
Pengusaha mal meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai keadaan ekonomi RI kembali normal.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja mengatakan pihaknya sudah meminta ke pemerintah untuk menunda kenaikan PPN menjadi 11% yang akan berlaku pada bulan depan, 1 April 2022.
"Pusat Perbelanjaan meminta kepada pemerintah untuk menunda pelaksanaan kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang direncanakan akan berlaku efektif mulai 1 April 2022," ujar Alphonzus seperti dilansir detikcom, Senin (14/3).
Menurutnya, permintaan itu didasari dengan menimbang dari sisi konsumen. APPBI menilai kenaikan PPN akan memicu kenaikan harga produk dan barang-barang di pusat perbelanjaan, sehingga membebani para konsumen.
"Rencana kenaikan tarif PPN harus ditunda sampai dengan tekanan ketidakpastian global berakhir atau sampai dengan kondisi perekonomian telah mulai pulih normal," tambahnya.
Secara terpisah, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga meminta pemerintah untuk menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), khususnya untuk PPN barang komoditas impor karena dikhawatirkan akan menambah beban rakyat.
Dengan situasi pandemi COVID-19 yang belum berakhir dan perang Rusia-Ukraina juga turun menyebabkan kenaikan harga-harga melonjak tinggi. Terlebih lagi, karena Rusia sebagai negara penghasil gandum terbesar di dunia, serta penghasil komoditas utama seperti minyak bumi dan gas dan berbagai produk mineral strategis seperti emas, batu bara, nikel, alumunium, tembaga, kobalt, titanium dan baja.
Akibat sanksi yang diberikan negara-negara Barat terhadap Rusia beberapa pekan lalu, membuat pasokan komoditas tersebut dalam sebulan terakhir mengalami kenaikan seperti pada minyak jenis Brent sebesar 16,37%, minyak jenis WTI sebesar 14,63%, gas alam sebesar 18,55%, emas sebesar 8,08%, perak sebesar 11,40%, tembaga sebesar 3,01%, dan platinum sebesar 5,26%. Selain itu, kenaikan pada sektor bahan pangan juga terjadi dalam sebulan terakhir seperti gandum naik 38,74%, jagung 16,71%, gula 5,21%.
Kenaikan harga-harga komoditas utama dunia ini, membuat sejumlah negara di Eropa, Amerika dan Amerika Latin menghadapi tekanan inflasi tinggi yang dramatis.
"Walaupun BPS dan BI belum mengeluarkan data inflasi terbaru, khususnya pada rentang Maret 2022, dimana saat perang di Ukraina berkecamuk, namun melihat tren kenaikan berbagai harga komoditas utama dunia, maka besar kemungkinan tekanan inflasi di beberapa sektor komoditas tidak terhindarkan," kata Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, Sabtu (12/3). *
Komentar