Kasus PMI Kena Tipu Terkatung, Audiensi dengan DPRD Bali Tidak Digubris
DENPASAR, NusaBali.com - Kepincut gaji besar bekerja di kapal pesiar, belasan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali malah kena tipu agen penyalur tenaga kerja.
Lebih dari total Rp 400 juta melayang, bahkan ijazah dan dokumen penting masih belum jelas kapan bisa diterima kembali, setelah diserahkan kepada PT Dima (Dunia Insani Mandiri), perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri.
Kasus ini telah dilaporkan 10 bulan lalu ke Dir Reskrimum Polda Bali, namun hingga kini perkembangan kasusnya berjalan lamban.
Lama terkatung, upaya audiensi dengan anggota DPRD Bali pun dilakukan para korban bersama kuasa hukum, namun hingga kini tidak digubris wakil rakyat tersebut.
"Kami bersurat tanggal 20 Februari 2022, dan diterima pada hari yang sama oleh Sekretariat DPRD Provinsi Bali," ujar I Nengah Yasa Adi Susanto, kuasa hukum para korban kepada NusaBali.com, Senin (21/3/2022).
Adi Susanto menyebut, upaya audiensi dilakukan untuk menyampaikan aspirasi kepada para wakil rakyat atas adanya dugaan tindak pidana penipuan maupun tindak pidana perdagangan orang, yang sampai saat ini belum berjalan maksimal penyelidikannya di kepolisian.
"Jangankan dijadwalkan, dijawab saja surat kami tidak," sebut Adi.
Adi Susanto menyampaikan, 15 orang calon PMI memberikan kuasa kepada dirinya untuk mengajukan gugatan hukum kepada PT Dima dan pemiliknya selaku agen penyalur tenaga kerja yang diduga melakukan penipuan.
Namun, ia yakin lebih dari 50 orang calon PMI kena tipu agen yang sebelumnya berkantor di daerah Kerobokan, Badung tersebut.
Sebagian besar adalah para pemuda yang baru pertama kali mencoba peruntungan bekerja di luar negeri utamanya di kapal pesiar.
"Sebenarnya lebih dari 15 orang korbannya, saya perkirakan lebih dari 50 orang korbannya, tapi yang memberi kuasa hanya 15 orang," ujarnya.
Menurut Adi Susanto, upaya pemanggilan pemilik PT Dima, Dee Ratu Zhaqira, oleh pihak kepolisian sampai saat ini belum berhasil. Adi berharap ada upaya pemanggilan paksa jika yang bersangkutan mangkir berkali-kali dari pemanggilan.
"Sampai saat ini teradu belum pernah bisa dihadirkan. Yang kami juga agak kecewa, sampai saat ini proses ini masih Dumas (Pengaduan Masyarakat) belum masuk ke LP (Laporan Kepolisian)," kata Adi Susanto yang juga pemerhati Pekerja Migran Indonesia.
Lebih jauh dijelaskan, upaya hukum terpaksa dilakukan sebab mediasi yang sempat dilakukan sebelumnya oleh Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, 27 April 2021, tidak diikuti dengan realisasi pengembalian dana oleh PT Dima.
Merasa tidak ada itikad baik, PT Dima dan pemiliknya akhirnya dipolisikan.
"Setelah mereka membayar itu tidak ada keberangkatan sama sekali, mereka menunggu setahun, sampai saat ini tidak ada satu pun yang diberangkatkan," jelas Adi.
Adi berharap laporan pihaknya kepada kepolisian bisa segera ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Menurutnya alat bukti yang telah dilampirkan dan saksi-saksi yang dihadirkan telah cukup untuk menetapkan terlapor sebagai tersangka.
Sementara itu salah seorang calon PMI yang melakukan pelaporan, Putu Robi Julianta, 23, mengatakan ia dan teman-temannya melakukan pendaftaran kepada PT Dima mulai akhir 2019 dan awal tahun 2020.
Setelah melakukan mediasi pada 27 April 2021, para calon PMI justru tidak bisa lagi menghubungi pihak PT Dima termasuk pemiliknya.
"Saya pribadi kerugiannya Rp 32 juta, teman-teman ada yang sampai Rp 50 juta, Rp 35 juta, Rp 40 juta," ungkap pemuda asal Gerokgak, Buleleng.
Putu Robi tergiur dengan janji manis PT Dima yang menjanjikan proses cepat hingga bisa segera bekerja di luar negeri (kapal pesiar).
Ia menyebut, saat ini kantor PT Dima di daerah Kerobokan sudah tidak ada lagi. Dikabarkan pemiliknya sudah membuat perusahaan baru lagi di luar Bali.
"Sangat besar harapan saya dan teman-teman yang lain agar segera bisa secepatnya diproses kasus ini, karena sudah lama sekali," tandas dia.
Komentar