Guru Anom Ungkap Ritual Pawang Hujan Ada di Lontar Penyarangan
Apresiasi Aksi Rara di Sirkuit Mandalika
DENPASAR, NusaBali.com - Tiga hari berlalu sejak gelaran MotoGP Mandalika, sosok Rara Istiati Wulandari atau Mbak Rara masih viral di jagat maya. Warganet belum bisa move on dari aksi pawang hujan Mbak Rara pada gelaran balap internasional tersebut.
Tentu saja ada pro kontra terhadap aksi Mbak Rara.Salah satu yang mendukung aksi Mbak Rara adalah tokoh budaya asal Desa Kesiman, Denpasar, I Gede Anom Ranuara. Menurutnya bukan masalah aksi 'Nerang' Mbak Rara dilakukan pada event yang bukan bersifat tradisional.
"Kita tidak melihat objeknya, apakah itu event sifatnya tradisi, apakah nasional, internasional, untuk kepentingan urgent seperti itu kan sah-sah saja untuk memanfaatkan supranatural," ujar Ranuara yang dikenal sebagai Guru Anom, Rabu (23/3/2022).
Guru Anom mengatakan, ritual Nerang di Bali selain banyak dilakukan pada acara-acara tradisional, juga sudah kerap dilakukan pada event-event non-tradisional, seperti pada gelaran Pesta Kesenian Bali, lomba layang-layang, hingga kongres partai.
Menurut Guru Anom, Nerang bukanlah suatu sikap menentang kekuatan alam atau Tuhan. Melainkan suatu permohonan kepada Yang Mahakuasa agar hujan atau awan gelap dipindahkan dari tempat pawang hujan melakukan ritualnya.
Untuk di Bali, Guru Anom menjelaskan, ritual Nerang tertulis pada lontar Penyarangan, berisi sarana yang harus digunakan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan.
"Sarananya ada berbagai jenis dan aktivitasnya berpuluh-puluh jenis," ungkap Guru Anom.
Tidak sembarangan, seorang juru Nerang sebelum melakuakan ritual juga harus meminta izin kepada Sesuhunan yang dipuja di tempat akan melakukan ritual Nerang.
Guru Anom yang juga pernah melakukan ritual Nerang, melihat ritual Nerang atau pawang hujan yang dilakukan Mbak Rara adalah perpaduan ritual dari berbagai daerah bahkan negara.
Selain menggunakan sesajen ala Bali, Guru Anom juga melihat ritual yang dilakukan Mbak Rara seperti yang dilakukan Suku Dayak Maratus di pedalaman Kalimantan. Sementara tempat air berwarna emas yang diputar-putar Mbak Rara banyak dijumpai di India.
"Itu dominan dia memakai hotra. Kalau untuk acara Nerang itu, memang unsur vitalnya itu adalah hotra atau api," imbuh Guru Anom.
Menurut Guru Anom aktivitas Nerang bukanlah sesuatu yang bersifat negatif justru sebaliknya merupakan satu bentuk kearifan lokal yang patut dipertahankan.
"Ini suatu bentuk budaya, kearifan lokal, yang memang perlu kita lestarikan dan difungsikan sebagaimana fungsinya," sebutnya. "Kalau itu sifatnya positif kenapa tidak."
Sosok Mbak Rara sendiri ternyata bukanlah sosok yang baru pertama kali dipercaya sebagai pawang hujan pada acara-acara tingkat nasional.
Perempuan kelahiran Papua, 22 Oktober 1983, merupakan pawang hujan profesional yang telah bertugas mengendalikan hujan di berbagai perhelatan besar di Indonesia, seperti acara vaksinasi massal, kampanye Presiden Jokowi, dan pembukaan Asian Games 2018.
1
Komentar