Pengusaha Gaji Karyawan di Bawah UMK
Di salah satu rumah sakit swasta ditemukan masalah pelanggaran tenaga kerja, berupa penyitaan ijazah.
NEGARA, NusaBali
Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten Jembrana menemukan banyak pelanggaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) saat melaksanakan monitoring ke sejumlah perusahaan di Kota Negara. Terkait temuan itu, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jembrana akan surayi Tim Pengawasan Provinsi Bali agar turun menyelidiki perusahaan yang belum menerapkan UMK. Termasuk menyikapi temuan sejumlah pelanggaran hak tenaga kerja lainnya. Monitoring UMK ke sejumlah perusahaan di Kota Negara ini berlangsung selama dua hari dari hari Selasa (7/3) hingga Rabu (8/3) kemarin.
Ketua SPSI Jembrana, Sukirman, mengatakan, pada hari pertama monitoring, Selasa (7/3) menyasar empat perusahaan. Masing-masing toko pakaian ternama di Negara, Rumah Sakit swasta, pabrik penyosohan beras, dan hotel pemerintah. Dari keempat perusahaan itu, semuanya belum menerapkan penggajian sesuai UMK Jembrana tahun 2017 sebesar Rp 2.006.617. “Hari pertama itu parah semua. Rata-rata dari empat perusahaan itu, upah paling tinggi untuk karyawan Rp 1,6 juta,” ungkap Sukirman, Rabu (8/3).
Monitoring hari kedua mulai pukul 10.00 Wita sampai pukul 15.00 Wita, menyasar Perusda Jembrana, hotel swasta, serta bank swasta, masuk kategori mengkhwatirkan dari sisi upah untuk pegawai kontrak di Perusda Jembrana. Pegawai kontrak yang merupakan upah pungut itu, pengupahannya menggunakan sistem persentase, sehingga tidak jelas nomimalnya. “Tukang pungut ini dapat 22,5 persen dari hasil pungutan setelah dipotong 40 persen dari Pemkab, sehingga tidak jelas berapa nilai pastinya,” ujarnya.
Selain upah di bawah UMK, saat monitoring di salah satu rumah sakit swasta juga menemukan masalah pelanggaran tenaga kerja, berupa penyitaan ijazah. Manajemen rumah sakit menerapkan perjanjian yang merugikan karyawanannya. Jika berhenti sebelum 2 tahun, karyawan dikenakan penalti, berupa harus membayarkan uang kepada perusahaan sesuai akumulasi gaji sisa massa kerjanya. “Perjanjian semacam menerapkan penalti, sudah jelas hanya menguntungkan perusahaan. Model-model begini harus ditindak,” ujar Sukirman. Dikatakan, saat monitoring ia mengajak Sekretaris APINDO Jembrana, Aji Kastam, serta Kabid Tenaga Kerja Dinas Penanaman Modal, Pelayanan dan Tenaga Kerja Jembrana, I Ketut Doster.
Sukirman mengatakan, dalam cakupan Lembaga Kerjasama Tripartit, SPSI memang tidak memiliki wewenang melakukan tindakan. Wewenangnya ada di Tim Pengawas Provinsi Bali. Karena itu, SPSI Jembrana segera bersurat kepada Tim Pengawas Provinsi Bali agar segera terjun menindaklanjuti hasil temuan monitoring UMK tersebut. “Pelanggaran UMK masuk pelanggaran pidana. Kami serahkan ke Tim Pengawas Provinsi Bali,” tandas Sukirman yang juga Ketua LPM Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara ini. * ode
Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten Jembrana menemukan banyak pelanggaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) saat melaksanakan monitoring ke sejumlah perusahaan di Kota Negara. Terkait temuan itu, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jembrana akan surayi Tim Pengawasan Provinsi Bali agar turun menyelidiki perusahaan yang belum menerapkan UMK. Termasuk menyikapi temuan sejumlah pelanggaran hak tenaga kerja lainnya. Monitoring UMK ke sejumlah perusahaan di Kota Negara ini berlangsung selama dua hari dari hari Selasa (7/3) hingga Rabu (8/3) kemarin.
Ketua SPSI Jembrana, Sukirman, mengatakan, pada hari pertama monitoring, Selasa (7/3) menyasar empat perusahaan. Masing-masing toko pakaian ternama di Negara, Rumah Sakit swasta, pabrik penyosohan beras, dan hotel pemerintah. Dari keempat perusahaan itu, semuanya belum menerapkan penggajian sesuai UMK Jembrana tahun 2017 sebesar Rp 2.006.617. “Hari pertama itu parah semua. Rata-rata dari empat perusahaan itu, upah paling tinggi untuk karyawan Rp 1,6 juta,” ungkap Sukirman, Rabu (8/3).
Monitoring hari kedua mulai pukul 10.00 Wita sampai pukul 15.00 Wita, menyasar Perusda Jembrana, hotel swasta, serta bank swasta, masuk kategori mengkhwatirkan dari sisi upah untuk pegawai kontrak di Perusda Jembrana. Pegawai kontrak yang merupakan upah pungut itu, pengupahannya menggunakan sistem persentase, sehingga tidak jelas nomimalnya. “Tukang pungut ini dapat 22,5 persen dari hasil pungutan setelah dipotong 40 persen dari Pemkab, sehingga tidak jelas berapa nilai pastinya,” ujarnya.
Selain upah di bawah UMK, saat monitoring di salah satu rumah sakit swasta juga menemukan masalah pelanggaran tenaga kerja, berupa penyitaan ijazah. Manajemen rumah sakit menerapkan perjanjian yang merugikan karyawanannya. Jika berhenti sebelum 2 tahun, karyawan dikenakan penalti, berupa harus membayarkan uang kepada perusahaan sesuai akumulasi gaji sisa massa kerjanya. “Perjanjian semacam menerapkan penalti, sudah jelas hanya menguntungkan perusahaan. Model-model begini harus ditindak,” ujar Sukirman. Dikatakan, saat monitoring ia mengajak Sekretaris APINDO Jembrana, Aji Kastam, serta Kabid Tenaga Kerja Dinas Penanaman Modal, Pelayanan dan Tenaga Kerja Jembrana, I Ketut Doster.
Sukirman mengatakan, dalam cakupan Lembaga Kerjasama Tripartit, SPSI memang tidak memiliki wewenang melakukan tindakan. Wewenangnya ada di Tim Pengawas Provinsi Bali. Karena itu, SPSI Jembrana segera bersurat kepada Tim Pengawas Provinsi Bali agar segera terjun menindaklanjuti hasil temuan monitoring UMK tersebut. “Pelanggaran UMK masuk pelanggaran pidana. Kami serahkan ke Tim Pengawas Provinsi Bali,” tandas Sukirman yang juga Ketua LPM Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara ini. * ode
Komentar