Pagerwesi, Puluhan Krama di Buleleng Mamunjung
SINGARAJA, NusaBali
Perayaan Hari Raya Pagerwesi pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (30/3), menjadi momen bagi puluhana KK krama di Buleleng untuk Mamunjung.
Tradisi ini yakni menyuguhkan penganan dilengkapi banten untuk sanak saudara yang sudah meninggal atau belum diaben. Seperti terlihat di Setra (kubuyran) Desa Adat Buleleng, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Rabu (30/3) pagi. Tampak sejumlah krama berada di tengah makam sanak saudara mereka yang sudah meninggal. Mereka datang dengan banten Punjung. Tradisi Mamunjung tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Desa Afat Buleleng, sejak zaman dahulu.
Bendesa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan tradisi Mamunjung sejatinya untuk mendoakan para leluhur yang sudah meninggal, namun belum diaben. Dalam tradisi ini mereka biasanya menghaturkan banten berisi buah dan sayur yang dikemas dalam munjung. Punjung itu dihaturkan lebih dulu kemudian disantap bersama-sama di pusara. "Banten yang disajikan berupa buah, sayur dan daging. Setelah dihaturkan, banten itu dimakan bersama-sama di pusara," ujar Bendesa Sutrisna.
Sutrisna mengungkapkan, seiring berjalannya waktu, krama yang melakukan tradisi ini semakin berkurang. Sebab krama sebagian besar memilih untuk mempercepat proses pengabenan. Pada momen Pagerwesi kemarin, ada sekitar 50 krama yang menjalani tradisi Mamunjung. Sebagian besar merupakan krama yang ada di wawidangan (wilayah) Banjar Jawa.
"Jadi yang menjalani tradisi ini mulai berkurang. Karena kebanyakan krama saat ini memilih untuk mempercepat proses pengabenan. Krematorium yang ada di Setra Desa Adat Buleleng juga terjangkau paling rendah Rp 7,5 juta, paling tinggi Rp 50 juta dengan tidak mengurangi dresta atau tatanan bebantenan secara Hindu Bali," kata Sutrisna.
Sutrisna mengaku optimis, tradisi Mamunjung ini tidak akan hilang. Sebab salah satu dadia di wawidangan Banjar Jawa masih memiliki tradisi apabila meninggal dunia, harus makingsan ring pertiwi (dikubur) terlebih dahulu. Upacara Pangabenan baru dapat dilaksanakan setelah setahun kemudian. "Meski jumlah krama Mamunjung tak sebanyak dahulu, saya tetap meyakini tradisi ini akan terus ada," tandasnya. *mz
1
Komentar