nusabali

KPPU Surati Jokowi soal Migor

  • www.nusabali.com-kppu-surati-jokowi-soal-migor

Beri saran terkait tata cara benahi persaingan usaha industri minyak goreng.

JAKARTA, NusaBali
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam surat itu, KPPU memberi saran kepada Jokowi terkait cara-cara membenahi persaingan usaha di industri kelapa sawit yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng.

Dalam keterangan resminya, Rabu (30/3), Deputi Kajian dan Advokasi Taufik Ariyanto mengatakan untuk jangka pendek, KPPU merekomendasikan agar pemerintah memperkuat pengendalian stok CPO sebagai tindak lanjut kebijakan Domestic Market Obligation-Domestic Price Obligation (DMO-DPO).

Jangka pendek tersebut dapat ditempuh dengan mempertimbangkan beberapa langkah alternatif. Pertama, pemerintah perlu memastikan keberadaan pasokan CPO dari tingkat perkebunan kelapa sawit ke industri pengolahan CPO sampai dengan industri pengguna CPO.

Kedua, pemerintah perlu memastikan keberadaan stok minyak goreng (migor) dari level produsen hingga distributor, agen, dan pedagang eceran (retail). Ketiga, pemerintah perlu menjadikan informasi dari proses pelacakan tersebut sebagai informasi pasar yang terbuka dan memuat cadangan dan stok CPO di tingkat pelaku usaha perkebunan sawit bagi pelaku usaha yang membutuhkan CPO untuk proses produksi, terutama untuk minyak goreng.

"Informasi yang sama juga berlaku untuk cadangan dan stok minyak goreng dari produsen sampai distributor dan pedagang eceran," kata Taufik seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Keempat, pemerintah perlu mendorong pelaku usaha minyak goreng untuk memaksimalkan kapasitas produksinya dan memastikan minyak goreng tersebut sampai ke tingkat pengecer (riteler).

Kelima, pemerintah perlu secara transparan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengikuti kebijakan DMO-DPO secara konsisten dan memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi produksi dan distribusi sebagaimana diatur dalam kebijakan DMO-DPO.

Dari perubahan kebijakan terakhir, beberapa poin saran KPPU telah terakomodasi. Terutama terkait perlunya pelacakan dan pengecekan stok di tingkat produsen dan distributor melalui sistem informasi pasar yang terbuka.

Rugi ratusan miliar
Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengklaim rugi ratusan miliar rupiah akibat kebijakan 'plin-plan' Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait minyak goreng.

"Ratusan miliar mereka rugi katanya (perusahaan minyak goreng)," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga ditemui di gedung DPR RI, Rabu (30/3).

Ia menyebut perubahan regulasi Kemendag yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat pelaku pasar bingung. Maka itu, ia meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tak lagi mengubah aturan atau meluncurkan regulasi baru menjelang bulan puasa dan Lebaran karena berpotensi mencipta kekacauan (chaos) saat permintaan sedang tinggi-tingginya.

"Jangan sampai ada regulasi baru aja, ini kita gelontorkan dulu, kalau ini chaos orang mau puasa dan lebaran, aduh negara besar gini malu," imbuhnya.

Polemik minyak goreng bermula pada Agustus 2021, saat harga bahan pokok itu mulai meroket mencapai level Rp20 ribu per liter di sejumlah wilayah di RI. Menurut Lutfi, hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga CPO di pasar internasional akibat terganggunya pasokan bahan baku minyak nabati lain.

Kemudian, pada Januari 2022 Lutfi memberlakukan kebijakan minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter. Untuk melaksanakannya, pemerintah mengalokasikan dana Rp7,6 triliun lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Tak lama berselang, Lutfi mengubah kebijakan lewat pemberlakuan DMO dan DPO minyak goreng pada akhir Januari 2022. Lutfi memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah Rp11.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500, dan minyak goreng kemasan premium Rp14 ribu. *

Komentar