Peraih Rancage Lewat Novel ‘Sunari’ Ini 10 Tahun Bertahan dengan 1 Paru-paru
Sastrawan Senior asal Desa Sulang, Klungkung, I Ketut Rida Berpulang di Usia 83 Tahun
Meskipun jenazah almarhum di RSUD Klungkung, namun sejumlah kolega dan pejabat langsung melayat ke rumah duka, di antaranya Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
SEMARAPURA, NusaBali
Sastrawan senior I Ketut Rida, 83, meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung, pada Jumat (1/4) sore. Penulis kelahiran 11 September 1939 di Banjar Kanginan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung ini meninggal dunia di usia 83 tahun akibat penyakit sesak napas yang dideritanya sejak lama.
Bahkan, selama 10 tahun lebih Ketut Rida masih mampu bertahan hanya dengan 1 (satu) paru-paru di tubuhnya. Karena satu paru-parunya lagi mengecil. Namun, seiring bertambahnya usia kondisi kesehatan Ketut Rida semakin menurun hingga dinyatakan meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung, Jumat sore lalu.
Perbekel Desa Sulang, Wayan Sukasna, yang juga keponakan almarhum Ketut Rida, mengatakan pamannya memang sudah sakit sejak lama, dan selama ini sering bolak-balik rumah sakit. Namun, pada Jumat pagi, penyakitnya kembali kambuh. Sehingga oleh keluarganya langsung dilarikan ke RSUD Klungkung. "Beliau memiliki sakit sesak napas sejak lama," ujar Sukasna kepada NusaBali, Minggu (3/4).
Selanjutnya Ketut Rida sempat mendapatkan penanganan di ruang ICU RSUD Klungkung. Namun, karena kondisi semakin menurun Ketut Rida dinyatakan meninggal dunia, Jumat sore pukul 17.00 Wita. Untuk saat ini jenazah almarhum masih dititip di ruang jenazah RSUD Klungkung, karena akan langsung diaben di krematorium di Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung pada Buda Paing Landep, Rabu (6/4) nanti. "Itu pesan beliau untuk diaben di krematorium," kata Sukasna.
Lebih lanjut, Sukasna menceritakan sudah lebih dari 10 tahun pamannya bisa bertahan hanya dengan 1 paru-paru. Karena 1 paru-parunya mengkerut dan itu menjadi pemicu almarhum sering mengalami sesak. "Dokter pun sampai heran beliau selama ini masih bisa bertahan hanya dengan 1 paru-paru, bahkan lebih dari 10 tahun," ungkap Sukasna.
Disebutkan, sastrawan Ketut Rida, mulai tahun 1960 sampai 1987 diangkat menjadi guru di Sekolah Dasar. Kurang lebih 20 tahunan, I Ketut Rida menjabat sebagai Kepala SD. Selain itu, diangkat menjadi pengawas TK, SD dan SDLB. "Di desa beliau juga pernah dipercaya menjadi bendesa adat Desa Sulang," kata Sukasna.
Diketahui, Ketut Rida, menekuni dunia menulis atau mengarang sudah sejak masih kecil, setiap hari Ketut Rida dapat cerita dari neneknya. Ketut Rida sangat tekun mempelajari bahasa Kawi khususnya di Adiparwa.
Pada tahun 1977–1978, Ketut Rida menjadi pemenang II Sayembara Mengarang Bahasa Indonesia guru-guru SD Tingkat Provinsi Bali. Kemudian di Tahun 1979 menjadi pemenang I perlombaan mengarang prosa dalam Pésta Kesenian Bali (PKB). Tahun 1980 mendapat juara I Sayembara Mengarang Novel Bahasa Bali dalam rangka Bulan Bahasa. Tahun 1982, menjadi pemenang II Mengarang Geguritan di PKB. Tahun 1991 mendapatkan Juara I Lomba Cerpen Bahasa Bali salah satu koran harian. "Tahun 1995, mendapat juara harapan I Lomba Cerpen Bahasa Bali di PKB," kata Sukasna.
Pada tahun 1970 sampai tahun 1980, banyak karangan Ketut Rida yang dimuat salah satu koran harian. Begitupula Kumpulan puisinya yang berjudul ‘Nyiksik Bulu’ diterbitkan Balai Bahasa Denpasar tahun 2004. Kemudian, novel bahasa Balinya yang berjudul ‘Sunari’ diterbitkan Yayasan Obor, Jakarta tahun 1999. Novel ‘Sunari’ ini membuat I Ketut Rida mendapatkan Hadiah Sastera Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancagé Bandung tahun 2000. "Tahun 2014 Ketut Rida mendapatkan Widya Pataka dari Gubernur Bali dengan bukunya yang berjudul Lawar Goak," kata Sukasna.
Dikutip dari basabali.org, Ketut Rida diketahui menyelesaikan sekolah di SGA Stella Duce/Kanisius Jogjakarta tahun 1958, lalu melanjutkan B1 Bahasa Indonesia di Denpasar, namun tidak sampai tamat. Sementara itu, meskipun jenazah almarhum di RSUD Klungkung, sejumlah kolega dan pejabat langsung melayat ke rumah duka di Banjar Kanginan, Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung, di antaranya Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, didampingi Ny Ayu Suwirta. Dalam kesempatan itu Bupati Suwirta sekaligus menyerahkan Pitra Bakti kepada keluarga almarhum
Kepada keluarga almarhum, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menyampaikan turut berduka cita dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, serta berpesan kepada keluarga almarhum agar tetap menerapkan Prokes Covid-19 pada saat melaksanakan prosesi Ngaben. Dumogi Amor Ing Acintya," kata Bupati Suwirta. *wan
Bahkan, selama 10 tahun lebih Ketut Rida masih mampu bertahan hanya dengan 1 (satu) paru-paru di tubuhnya. Karena satu paru-parunya lagi mengecil. Namun, seiring bertambahnya usia kondisi kesehatan Ketut Rida semakin menurun hingga dinyatakan meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung, Jumat sore lalu.
Perbekel Desa Sulang, Wayan Sukasna, yang juga keponakan almarhum Ketut Rida, mengatakan pamannya memang sudah sakit sejak lama, dan selama ini sering bolak-balik rumah sakit. Namun, pada Jumat pagi, penyakitnya kembali kambuh. Sehingga oleh keluarganya langsung dilarikan ke RSUD Klungkung. "Beliau memiliki sakit sesak napas sejak lama," ujar Sukasna kepada NusaBali, Minggu (3/4).
Selanjutnya Ketut Rida sempat mendapatkan penanganan di ruang ICU RSUD Klungkung. Namun, karena kondisi semakin menurun Ketut Rida dinyatakan meninggal dunia, Jumat sore pukul 17.00 Wita. Untuk saat ini jenazah almarhum masih dititip di ruang jenazah RSUD Klungkung, karena akan langsung diaben di krematorium di Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung pada Buda Paing Landep, Rabu (6/4) nanti. "Itu pesan beliau untuk diaben di krematorium," kata Sukasna.
Lebih lanjut, Sukasna menceritakan sudah lebih dari 10 tahun pamannya bisa bertahan hanya dengan 1 paru-paru. Karena 1 paru-parunya mengkerut dan itu menjadi pemicu almarhum sering mengalami sesak. "Dokter pun sampai heran beliau selama ini masih bisa bertahan hanya dengan 1 paru-paru, bahkan lebih dari 10 tahun," ungkap Sukasna.
Disebutkan, sastrawan Ketut Rida, mulai tahun 1960 sampai 1987 diangkat menjadi guru di Sekolah Dasar. Kurang lebih 20 tahunan, I Ketut Rida menjabat sebagai Kepala SD. Selain itu, diangkat menjadi pengawas TK, SD dan SDLB. "Di desa beliau juga pernah dipercaya menjadi bendesa adat Desa Sulang," kata Sukasna.
Diketahui, Ketut Rida, menekuni dunia menulis atau mengarang sudah sejak masih kecil, setiap hari Ketut Rida dapat cerita dari neneknya. Ketut Rida sangat tekun mempelajari bahasa Kawi khususnya di Adiparwa.
Pada tahun 1977–1978, Ketut Rida menjadi pemenang II Sayembara Mengarang Bahasa Indonesia guru-guru SD Tingkat Provinsi Bali. Kemudian di Tahun 1979 menjadi pemenang I perlombaan mengarang prosa dalam Pésta Kesenian Bali (PKB). Tahun 1980 mendapat juara I Sayembara Mengarang Novel Bahasa Bali dalam rangka Bulan Bahasa. Tahun 1982, menjadi pemenang II Mengarang Geguritan di PKB. Tahun 1991 mendapatkan Juara I Lomba Cerpen Bahasa Bali salah satu koran harian. "Tahun 1995, mendapat juara harapan I Lomba Cerpen Bahasa Bali di PKB," kata Sukasna.
Pada tahun 1970 sampai tahun 1980, banyak karangan Ketut Rida yang dimuat salah satu koran harian. Begitupula Kumpulan puisinya yang berjudul ‘Nyiksik Bulu’ diterbitkan Balai Bahasa Denpasar tahun 2004. Kemudian, novel bahasa Balinya yang berjudul ‘Sunari’ diterbitkan Yayasan Obor, Jakarta tahun 1999. Novel ‘Sunari’ ini membuat I Ketut Rida mendapatkan Hadiah Sastera Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancagé Bandung tahun 2000. "Tahun 2014 Ketut Rida mendapatkan Widya Pataka dari Gubernur Bali dengan bukunya yang berjudul Lawar Goak," kata Sukasna.
Dikutip dari basabali.org, Ketut Rida diketahui menyelesaikan sekolah di SGA Stella Duce/Kanisius Jogjakarta tahun 1958, lalu melanjutkan B1 Bahasa Indonesia di Denpasar, namun tidak sampai tamat. Sementara itu, meskipun jenazah almarhum di RSUD Klungkung, sejumlah kolega dan pejabat langsung melayat ke rumah duka di Banjar Kanginan, Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung, di antaranya Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, didampingi Ny Ayu Suwirta. Dalam kesempatan itu Bupati Suwirta sekaligus menyerahkan Pitra Bakti kepada keluarga almarhum
Kepada keluarga almarhum, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menyampaikan turut berduka cita dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, serta berpesan kepada keluarga almarhum agar tetap menerapkan Prokes Covid-19 pada saat melaksanakan prosesi Ngaben. Dumogi Amor Ing Acintya," kata Bupati Suwirta. *wan
1
Komentar