DB Renggut Remaja Sukasada
Korban demam sejak hari Sabtu dan akhirnya tak tertolong karena sudah berada di fase Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
SINGARAJA, NusaBali
Kasus Demam Berdarah (DB) di Buleleng hingga memakan korban jiwa kembali terjadi. Putu Dodi Eka Pratama, 18, remaja asal Banjar Dinas Wita jati, Desa Selat, Kecamatan Sukasada, menjadi korban dan dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (8/3) sekitar pukul 12.30 Wita di RSUD Buleleng. Sebelumnya, Dodi dibawa keluarganya ke rumah sakit pada Selasa (7/3) malam sekitar pukul 10.00 Wita.
Menurut kesaksian ayah Dodi, Gede Mudita, 43, yang ditemui usai acara penguburannya di setra Desa Pakraman Selat, mengatakan bahwa Dodi mengaku mengalami demam dan sakit kepala sejak Sabtu (4/3) lalu. Saat itu korban baru saja tiba di rumah sepulang sekolah dan mengaku sudah sempat memeriksakan diri ke Puskesmas.
Hari itu juga, karena panas dan sakit kepalanya tidak juga mereda, Mudita dan istrinya Luh Merta, 36, memberikan Dodi obat tradisional. Mudita membantunya untuk meminum air kelapa muda melalui hidung dan ibunya menggosok punggungnya menggunakan daun kelor yang dicampur minyak. Pada malam hari, kondisinya pun mereda sehingga orangtuanya menjadi sedikit tenang.
Nah pada hari Minggu (5/3) siang, Dodi yang saat ini masih berstatus siswa kelas XII SMKN 3 Singaraja, mengaku mual dan mau muntah. Kondisi tersebut pun berlangsung hingga Senin (6/3). “Senin malam kebetulan saya sedang melayat ke keluarga yang sedang meninggal, ditelepon ipar saya, katanya Dodi muntah-muntah, terus saya bilang untuk kasih jamu daun jambu biji dulu. Setelah saya sampai di rumah dia sudah tidur, dan saya biarkan istirahat” ujarnya.
Sakit Dodi pun semakin memburuk hingga Selasa (7/3), meski panasnya sudah mereda, orangtuanya memaksanya untuk kembali periksa ke Puskesmas Buleleng II yang berlokasi di Desa Anturan. Negosiasinya pun cukup alot karena Dodi menolak diajak periksa ke dokter lantaran takut disuntik. Setelah dipaksa akhirnya ia pun mau pergi diajak periksa oleh Mudita pada Selasa sore.
Dari Puskesmas, Dodi diberikan obat sirup yang diminumnya setiba di rumah. Dia pun saat itu sempat meminta bubur, dan makan banyak. Namun seusai makan dan minum obat sekitar pukul 20.00 Wita, Dodi kembali muntah-muntah yang disertai dengan darah. “Saya kira merah itu karena usai minum sirup, ternyata setelah disenter, ada darah. Saya panik dan langsung membawanya ke rumah sakit,” kenang Mudita.
Sesampainya di RSUD Buleleng, Dodi terus mengalami muntah dan berak darah, hingga ia harus mendapatkan perawatan yang intensif. Semalam di ruang perawatan Cempaka pada Rabu (8/3) siang, Dodi dipindahkan ke ICU setelah diperiksa oleh dokter. Saat itu Mudita sudah mendengar kabar bahwa anaknya terkena DB.
Saat menjalani perawatan di rumah sakit, kondisi Dodi pun masih bagus, ia masih sempat bercakap dengan keluarganya dan sempat memotret dua suster dengan HP miliknya. Kondisinya mulai melemah sejak ia dipindahkan ke ruang ICU. Sekitar baru setengah jam berada di ICU, pihak keluarga disuruh menyiapkan donor darah untuk Dodi, sembari menunggu proses rontgen. Namun saat Dodi dibawa ke ruang rontgent seketika itu juga mengalami drop, ia pun pingsan di ruang rontgen. Pertolongan resusitasi sempat dilakukan oleh tim medis namun Dodi tidak dapat tertolong, dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 12.30 Wita.
Sementara itu pihak RSUD Buleleng yang diwakili oleh Kasubag Humas I Ketut Budiartawan, mengatakan bahwa korban Dodi memang mendapatkan penanganan yang lambat. Saat dibawa oleh keluarganya korban sudah berada di fase Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). “Saat sampai di sini sudah dalam kondisi muntah darah, perut kembung dan panas, sudah dalam kondisi parah sehingga penanganannya pun sudah terlambat,” kata dia.
Pihaknya mengatakan kasus demam berdarah yang terdata di RSUD Buleleng sejak awal tahun 2017, sudha mengalami penurunan yang cukup drastis. Pada bulan Januari tercatat dari 109 pasien yang dirawat akibat BD, di bulan Februari menurun menjadi 90 kasus dan per Kamis (9/3) ini sudah ada 23 kasus DB. Yang dinyatakan meninggal dunia akibat DB di RSUD Buleleng satu orang saja. *k23
Kasus Demam Berdarah (DB) di Buleleng hingga memakan korban jiwa kembali terjadi. Putu Dodi Eka Pratama, 18, remaja asal Banjar Dinas Wita jati, Desa Selat, Kecamatan Sukasada, menjadi korban dan dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (8/3) sekitar pukul 12.30 Wita di RSUD Buleleng. Sebelumnya, Dodi dibawa keluarganya ke rumah sakit pada Selasa (7/3) malam sekitar pukul 10.00 Wita.
Menurut kesaksian ayah Dodi, Gede Mudita, 43, yang ditemui usai acara penguburannya di setra Desa Pakraman Selat, mengatakan bahwa Dodi mengaku mengalami demam dan sakit kepala sejak Sabtu (4/3) lalu. Saat itu korban baru saja tiba di rumah sepulang sekolah dan mengaku sudah sempat memeriksakan diri ke Puskesmas.
Hari itu juga, karena panas dan sakit kepalanya tidak juga mereda, Mudita dan istrinya Luh Merta, 36, memberikan Dodi obat tradisional. Mudita membantunya untuk meminum air kelapa muda melalui hidung dan ibunya menggosok punggungnya menggunakan daun kelor yang dicampur minyak. Pada malam hari, kondisinya pun mereda sehingga orangtuanya menjadi sedikit tenang.
Nah pada hari Minggu (5/3) siang, Dodi yang saat ini masih berstatus siswa kelas XII SMKN 3 Singaraja, mengaku mual dan mau muntah. Kondisi tersebut pun berlangsung hingga Senin (6/3). “Senin malam kebetulan saya sedang melayat ke keluarga yang sedang meninggal, ditelepon ipar saya, katanya Dodi muntah-muntah, terus saya bilang untuk kasih jamu daun jambu biji dulu. Setelah saya sampai di rumah dia sudah tidur, dan saya biarkan istirahat” ujarnya.
Sakit Dodi pun semakin memburuk hingga Selasa (7/3), meski panasnya sudah mereda, orangtuanya memaksanya untuk kembali periksa ke Puskesmas Buleleng II yang berlokasi di Desa Anturan. Negosiasinya pun cukup alot karena Dodi menolak diajak periksa ke dokter lantaran takut disuntik. Setelah dipaksa akhirnya ia pun mau pergi diajak periksa oleh Mudita pada Selasa sore.
Dari Puskesmas, Dodi diberikan obat sirup yang diminumnya setiba di rumah. Dia pun saat itu sempat meminta bubur, dan makan banyak. Namun seusai makan dan minum obat sekitar pukul 20.00 Wita, Dodi kembali muntah-muntah yang disertai dengan darah. “Saya kira merah itu karena usai minum sirup, ternyata setelah disenter, ada darah. Saya panik dan langsung membawanya ke rumah sakit,” kenang Mudita.
Sesampainya di RSUD Buleleng, Dodi terus mengalami muntah dan berak darah, hingga ia harus mendapatkan perawatan yang intensif. Semalam di ruang perawatan Cempaka pada Rabu (8/3) siang, Dodi dipindahkan ke ICU setelah diperiksa oleh dokter. Saat itu Mudita sudah mendengar kabar bahwa anaknya terkena DB.
Saat menjalani perawatan di rumah sakit, kondisi Dodi pun masih bagus, ia masih sempat bercakap dengan keluarganya dan sempat memotret dua suster dengan HP miliknya. Kondisinya mulai melemah sejak ia dipindahkan ke ruang ICU. Sekitar baru setengah jam berada di ICU, pihak keluarga disuruh menyiapkan donor darah untuk Dodi, sembari menunggu proses rontgen. Namun saat Dodi dibawa ke ruang rontgent seketika itu juga mengalami drop, ia pun pingsan di ruang rontgen. Pertolongan resusitasi sempat dilakukan oleh tim medis namun Dodi tidak dapat tertolong, dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 12.30 Wita.
Sementara itu pihak RSUD Buleleng yang diwakili oleh Kasubag Humas I Ketut Budiartawan, mengatakan bahwa korban Dodi memang mendapatkan penanganan yang lambat. Saat dibawa oleh keluarganya korban sudah berada di fase Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). “Saat sampai di sini sudah dalam kondisi muntah darah, perut kembung dan panas, sudah dalam kondisi parah sehingga penanganannya pun sudah terlambat,” kata dia.
Pihaknya mengatakan kasus demam berdarah yang terdata di RSUD Buleleng sejak awal tahun 2017, sudha mengalami penurunan yang cukup drastis. Pada bulan Januari tercatat dari 109 pasien yang dirawat akibat BD, di bulan Februari menurun menjadi 90 kasus dan per Kamis (9/3) ini sudah ada 23 kasus DB. Yang dinyatakan meninggal dunia akibat DB di RSUD Buleleng satu orang saja. *k23
Komentar