Setiap Lekukan Keris Punya Makna Tersendiri Bagi Pemiliknya
Pande Made Sabar, Satu-satunya Pengrajin Keris di Desa Batuan, Sukawati
Menurut Pande Made Sabar, setiap pande keris memiliki ciri khas dan pakem tersendiri, namun semuanya terikat pada pegangan Dharmaning Pakerisan.
GIANYAR, NusaBali
Pande Made Sabar, 51, menjadi satu-satunya pengrajin atau Pande keris yang tetap eksis di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Berawal dari mengikuti garis keturunan orangtua sebagai penjual dan pembuat warangka keris, Pande keris yang akrab disapa Jro Made Sabar ini memantapkan diri terjun ke dunia pekerisan sejak tahun 2015 lalu. Saat ini pesanan keris untuk koleksi dan keris pusaka berdatangan. Dalam setahun, Jro Sabar bisa menuntaskan pesanan sekitar 20 keris pusaka (pajenengan). Ditemui di kediamannya, Banjar Jeleka, Desa Batuan, Sukawati, Jro Sabar menyebutkan saat ini penjual keris di Desa Batuan ada sekitar 5 orang. Sedangkan satu-satunya pembuat keris di Batuan dirinya sendiri.
"Orangtua saya dulu tahun 1965 adalah penjual dan pembuat warangka keris. Sangat sedikit orang yang berani terjun sebagai pande keris, selain membutuhkan ketekunan juga memahami seni membuat keris. Proses membuat keris itu ribet dari pemilihan waktu pembuatan, memilih bahan untuk keris," jelasnya kepada NusaBali, Jumat (8/4).
Untuk satu bilah keris diselesaikannya dengan waktu sekitar 10 hari belum termasuk membuat warangka. "Dalam setahun, paling tidak hanya bisa mengerjakan 20 bilah keris, karena harus dimulai dengan hari baik (dewasa ayu) dan ada waktu-waktu tertentu yang tidak boleh mengerjakan keris," paparnya. Untuk sebilah keris, paling rendah dihargai Rp 3,5 juta sampai puluhan juta, tergantung panjang dan rumitnya pengerjaan.
Sebagai pembuat keris pemula, dirinya pernah belajar ke Mpu keris di Madura, lalu berguru pada pande keris di Kaba-kaba, Tabanan dan perajin keris di Blahbatuh, Gianyar. Gayung bersambut, setelah tekun belajar membuat keris, Jro Sabar mendapat hadiah Prapen dari temannya di Madura. "Prapen ini dikirim langsung dari Madura tahun 2010. Saya dikasih tanpa membayar sepeserpun," jelasnya. Namun saat itu, Jro Sabar masih bingung bagaimana mempergunakan. Sehingga selama 5 tahun dirinya mengasah diri.
Disebutnya, setiap pande keris memiliki ciri khas dan pakem tersendiri, namun semuanya terikat pada pegangan Dharmaning Pakerisan. "Saya sendiri, pembuatan keris menggunakan pakem kuno dan kebanyakan kerisnya untuk keris pusaka," ujarnya. Jro Sabar membuat keris menggunakan paham kuno. Mulai pemilihan hari hingga mencari tahu kelahiran si pemesan keris. "Keris ada yang untuk seni dikoleksi dan ada yang untuk pusaka,” ujarnya. Untuk keris koleksi, kata Jro Sabar, bisa dipilih sesuai keinginan dan kegemaran. Bahkan, di toko tersedia berbagai ukuran dan harga.
“Kalau keris pusaka sebaiknya dengan bahan yang terbaik,” jelasnya. Bahan terbaik, menurut dia, menggunakan bahan nikel. Kemudian ditempa sekian kali untuk menemukan corak yang indah, bisa juga disatukan dengan batu meteor.
Jro Sabar yang membuat keris menggunakan paham kuno itu membeberkan, setiap orang memiliki hari kelahiran tersendiri. Jadi setiap hari kelahiran seseorang memiliki makna. “Maka setiap kelahiran berbeda koleksi kerisnya. Disesuaikan dengan Luk (lekukan keris),” ungkapnya. Di samping itu, setiap Luk keris juga memiliki makna bagi pengguna. “Ada Luk untuk pedagang. Ada untuk keharmonisan keluarga,” terangnya.
Jro Sabar juga menyarankan setiap masyarakat yang memiliki keris tidak terlalu takut merawat keris mereka. “Ada keluarga yang menyucikan keris sampai tidak berani membuka. Tahu-tahu kerisnya merah (karatan, Red) dan ada yang sampai mau putus (karena lapuk),” ujarnya.
Sehingga pemilik keris setidaknya merawat keris pada hari tertentu, terutama rahina Tumpek Landep. “Tujuan dirawat supaya corak pada keris tidak hilang karena merah,” jelasnya. Selain membuat keris, tak jarang Jro Sabar menservis keris masyarakat yang karatan. “Kebanyakan yang datang ke rumah menghilangkan karat. Saya pakai bahan jeruk nipis. Yang luk-nya berubah, harus diservis hati-hati, karena lekukan keris itu ibarat sikut satak rumah. Setiap sudut punya makna,” terangnya.
Rahina Tumpek Landep, kata Jro Sabar merupakan rentetan setelah hari raya Saraswati. Rahina Tumpek Landep umat Hindu melakukan puji syukur atas berkah yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati.
"Hari suci Saraswati dimaknai sebagai turunnya ilmu pengetahuan, keesokan harinya Banyupinaruh umat melakukan penyucian diri, lalu Pagerwesi memagari nyengker ilmu yang telah didapat kemudian ditajamkan kembali saat Tumpek Landep. Landep berarti runcing, divisualisasikan ketajaman pikiran itu lewat media keris," jelasnya. Versi Jro Sabar, setiap rumah idealnya memiliki keris pusaka. Karena keris diyakini memiliki fungsi perlindungan dari serangan sekala niskala. *nvi
"Orangtua saya dulu tahun 1965 adalah penjual dan pembuat warangka keris. Sangat sedikit orang yang berani terjun sebagai pande keris, selain membutuhkan ketekunan juga memahami seni membuat keris. Proses membuat keris itu ribet dari pemilihan waktu pembuatan, memilih bahan untuk keris," jelasnya kepada NusaBali, Jumat (8/4).
Untuk satu bilah keris diselesaikannya dengan waktu sekitar 10 hari belum termasuk membuat warangka. "Dalam setahun, paling tidak hanya bisa mengerjakan 20 bilah keris, karena harus dimulai dengan hari baik (dewasa ayu) dan ada waktu-waktu tertentu yang tidak boleh mengerjakan keris," paparnya. Untuk sebilah keris, paling rendah dihargai Rp 3,5 juta sampai puluhan juta, tergantung panjang dan rumitnya pengerjaan.
Sebagai pembuat keris pemula, dirinya pernah belajar ke Mpu keris di Madura, lalu berguru pada pande keris di Kaba-kaba, Tabanan dan perajin keris di Blahbatuh, Gianyar. Gayung bersambut, setelah tekun belajar membuat keris, Jro Sabar mendapat hadiah Prapen dari temannya di Madura. "Prapen ini dikirim langsung dari Madura tahun 2010. Saya dikasih tanpa membayar sepeserpun," jelasnya. Namun saat itu, Jro Sabar masih bingung bagaimana mempergunakan. Sehingga selama 5 tahun dirinya mengasah diri.
Disebutnya, setiap pande keris memiliki ciri khas dan pakem tersendiri, namun semuanya terikat pada pegangan Dharmaning Pakerisan. "Saya sendiri, pembuatan keris menggunakan pakem kuno dan kebanyakan kerisnya untuk keris pusaka," ujarnya. Jro Sabar membuat keris menggunakan paham kuno. Mulai pemilihan hari hingga mencari tahu kelahiran si pemesan keris. "Keris ada yang untuk seni dikoleksi dan ada yang untuk pusaka,” ujarnya. Untuk keris koleksi, kata Jro Sabar, bisa dipilih sesuai keinginan dan kegemaran. Bahkan, di toko tersedia berbagai ukuran dan harga.
“Kalau keris pusaka sebaiknya dengan bahan yang terbaik,” jelasnya. Bahan terbaik, menurut dia, menggunakan bahan nikel. Kemudian ditempa sekian kali untuk menemukan corak yang indah, bisa juga disatukan dengan batu meteor.
Jro Sabar yang membuat keris menggunakan paham kuno itu membeberkan, setiap orang memiliki hari kelahiran tersendiri. Jadi setiap hari kelahiran seseorang memiliki makna. “Maka setiap kelahiran berbeda koleksi kerisnya. Disesuaikan dengan Luk (lekukan keris),” ungkapnya. Di samping itu, setiap Luk keris juga memiliki makna bagi pengguna. “Ada Luk untuk pedagang. Ada untuk keharmonisan keluarga,” terangnya.
Jro Sabar juga menyarankan setiap masyarakat yang memiliki keris tidak terlalu takut merawat keris mereka. “Ada keluarga yang menyucikan keris sampai tidak berani membuka. Tahu-tahu kerisnya merah (karatan, Red) dan ada yang sampai mau putus (karena lapuk),” ujarnya.
Sehingga pemilik keris setidaknya merawat keris pada hari tertentu, terutama rahina Tumpek Landep. “Tujuan dirawat supaya corak pada keris tidak hilang karena merah,” jelasnya. Selain membuat keris, tak jarang Jro Sabar menservis keris masyarakat yang karatan. “Kebanyakan yang datang ke rumah menghilangkan karat. Saya pakai bahan jeruk nipis. Yang luk-nya berubah, harus diservis hati-hati, karena lekukan keris itu ibarat sikut satak rumah. Setiap sudut punya makna,” terangnya.
Rahina Tumpek Landep, kata Jro Sabar merupakan rentetan setelah hari raya Saraswati. Rahina Tumpek Landep umat Hindu melakukan puji syukur atas berkah yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati.
"Hari suci Saraswati dimaknai sebagai turunnya ilmu pengetahuan, keesokan harinya Banyupinaruh umat melakukan penyucian diri, lalu Pagerwesi memagari nyengker ilmu yang telah didapat kemudian ditajamkan kembali saat Tumpek Landep. Landep berarti runcing, divisualisasikan ketajaman pikiran itu lewat media keris," jelasnya. Versi Jro Sabar, setiap rumah idealnya memiliki keris pusaka. Karena keris diyakini memiliki fungsi perlindungan dari serangan sekala niskala. *nvi
1
Komentar