Lindungi Krama dari Sakit Mendadak
Selama tarian gambuh vakum, akibatnya sering ada peringatan niskala menimpa para panglingsir dadia.
Di Balik Penyelamatan Tari Gambuh di Pesedahan
Desa Pakraman Pesedahan, Kecamatan Manggis, Karangasem, bukan kampung seni. Namun krama desa ini kini makin getol menyelamatkan tari gambuh. Caranya, merekonstruksi tarian ini, dan hasilnya memuaskan.
Penari gambuh Pesedehan rata-rata belum pernah menari gambuh. Namun berkat taksu gelungan (mahkota) di Palinggih Ida Batara Bagus Panji, sebelum mempelajari tari gambuh, terlebih dahulu matur piuning di palinggih tersebut. Piuning itu pada Purnama Kasa, Anggara Kliwon Kulantir, Selasa,19 Juli 2016.
Rekonstruksi ini didukung Sanggar Angripta Santhi Buana yang ada di desa itu. Segenap krama Desa Pakraman Pesedahan, selama empat bulan berlatih keras di bawah asuhan seniman dari Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Ida Wayan Oka Adnyana dan Ida Ayu Karang Adnyani Dewi. Proses latihan menari ini tanpa menemui hambatan secara teknis. Pentas pertama di puncak Usaba Sambah di Pura Puseh, Desa Pakraman Pesedahan, Sukra Kliwon Medangkungan, Jumat, 11 November 2016.
Semangat krama belajar tari gambuh bermula dari keberadaan gelung (mahkota) di palinggih Ida Batara Bagus Panji yang disungsung krama. Alat musik atau gambelan pengiring tari gambuh sama sekali tidak ada. Latihan hanya diiringi aba-aba dari pelatih. Penari yang ikut latihan jarang kompak.
Meski demikian di puncak pentas, semua penari diiringi gambelan klasik gambuh dari Desa Pakraman Jungsri, Kecamatan Bebandem, tampil meyakinkan penonton. Sebelum memulai berlatih hingga pentas pasti diawali matur piuning pada Palinggih Ida Batara Bagus Panji. Sebelumnya sempat beberapa dosen perguruan tinggi seni di Denpasar hendak membantu merekonstruksi tari gambuh ini selama empat bulan, namun gagal. Sebab, calon penari yang berlatih kurang ada greget, dan krama meyakini penyebabnya karena tanpa didahului ritual.
Selama latihan, penari dikomposisikan dalam dua kelompok. Kelompok penari laki-laki 14 orang untuk penari pemeran Prabu dan Panji masing-masing seorang, Arya 6 orang, Temenggung, Wijil dan Penasar masing-masing 2 orang.
Sedangkan penari perempuan di antaranya Condong dan Galuh masing-masing tiga orang dan yang lainnya.
Ida Ayu Karang Adnyani Dewi mengaku termotivasi membangkitkan tari gambuh karena tarian ini telah punah sejak tahun 1990. Awalnya ia diminta bantuan untuk merekonstruksi tari gambuh, namun sempat menunda karena kesibukan pentas.
Mengawali melatih calon menari gabuh ini, tidaklah mudah bagi Ida Ayu Karang. Ia terlebih dahulu matur piuning di Pura Mrajan Agung di Banjar Triwangsa, Desa Budakeling. Selain itu, berkoordinasi dengan krama Desa Pakraman Pesedahan untuk mencari hari baik memulai latihan. Seluruh penari yang akan ikut ambil bagian juga diupacarai melalui ritual mawinten.
Dengan pawintenan, penari akan bersih secara niskala dan dampak positifnya akan suntuk menari. Dirinya hanya bertekad satu yakni menyambungkan warisan leluhur kepada generasi muda.
Ida Ayu Karang mengatakan, penari juga pengayah kepada Ida Batara Bagus Panji. Apalagi penarinya kebanyakan mulai dari nol. “Makanya setiap akan memulai latihan, diawali muspa bersama, begitu seterusnya, agar dituntun Ida Batara Bagus Panji,” jelas Ida Ayu Karang, belum lama ini, di Desa Budakeling.
Ida Ayu Karang sebagai kunci dalam proses melatih penari di kelompok calon penari perempuan. Terutama memahirkan penari condong, dayang dan galuh. Mengingat memulai dari nol, maka yang diajarinya adalah gerakan-gerakan pokok menari.
Berdasarkan pantauannya tari gambuh di Karangasem hanya ada di Desa Pakraman Padangaji, Kecamatan Selat, Desa Pakraman Peladung, Kecamatan Karangasem, hanya tersisa satu penari wajib dipentaskan setiap enam bulan sekali. Tari gambuh di Desa Budakeling diaktifkan sejak tahun 2009, dan terakhir di Desa Pakraman Pesedahan.
Saat pentas, penari dari Sekaa Tari Gambuh dari Sanggar Angripta Santhi Buana di bawah pembina I Nyoman Sumadi, berbagi tugas. Di belakang panggung, penari sebelum pentas mendapatkan arahan dari penari senior I Gust Bagus Ginatra yang juga berperan sebagai Prabu Erlangga Pura, Terate Bang. Kram lainnya mendukung sebagai penata rias penari.
I Gusti Bagus Ginatra mengatur penari-penari yang akan menari ke panggung agar lebih tertib. Bertindak sebagai pemeran Arya, I Nyoman Sudiarta, pemeran Punta I Ketut Murjana, Penasar I Nengah Abdika, Galuh I Gusti Ayu Ratna Sudewi, Ni Komang Dwi Tara Aristiasanti, Ni Komang Suasti Purwita Asri, dan Ni Komang Yuni Puspita Sari.
Sedangkan yang berperan sebagai Raden Mas Panji Negara Jenggala I Komang Sudita. Pemeran Demung I Nengah Sutika, Temenggung I Wayan Sukayasa, Condong Ni Putu Ayu Artina Suharianti, Ni Wayan Mariatnawati, Ni Luh Komang Tirtanadi dan Ni Komang Pasek Purwaningrum.
I Gusti Bagus Ginatra sebagai Prabu Terate Bang, mengaku drinya bisa cepat menyesuaikan sebagai penari gambuh. Karena ia berlatar belakang sebagai penari baris. “Sebelumnya saya biasa mengisi pentas sendratari, drama, dan tari lepas,” jelas I Gusti Bagus Ginatra.
Berbeda dengan penari galuh Ni Komang Suasti Purwita Asri siswi kelas IX/F SMPN 1 Manggis dan Ni Komang Yuni Puspita Sari siswi kelas XI IPS3 SMAN 2 Amlapura, karena ikut Sanggar Angripta Santhi Buana. Mereka pun lebih cepat menyesuaikan diri sebagai penari gambuh. “ Menari gambuh ini menyenangkan, karena ada kebersamaan, ada nuansa lain dari biasanya, di samping untuk ngayah dan melestarikan seni tari klasik,” jelas Ni Komang Yuni Puspita Sari.
Kelian Dadia Tangkas Kori Agung I Nyoman Rasna dan I Ketut Murjana mengaku terharu atas antusias krama menghidupkan kembali tari gambuh. Sebab, selama tarian gambuh vakum, akibatnya sering ada peringatan niskala menimpa para panglingsir dadia. Peringatan itu ditandai jatuh sakit mendadak secara beruntun dan berakhir dengan kematian. Untuk menghentikan kasus kematian krama secara gaib itulah, para panglingsir dadia teringat dengan adanya warisan tari gambuh. Sehingga melalui paruman sepakat membangkitkan kembali seni tari klasik tersebut, agar bisa dipentaskan di setiap piodalan, sebagai rangkaian ritual. *nantra
Komentar