Giliran Cipayung Plus Tolak Penundaan Pemilu 2024
Juga Desak Koster Realisasikan Pergub 99/2018
DENPASAR, NusaBali
Setelah aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menolak penundaan Pemilu 2024 pada Senin (11/4) lalu, giliran aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus melakukan aksi penolakan penundaan Pemilu 2024, di depan Kantor DPRD Bali, Kawasan Niti Mandala Denpasar, Rabu (13/4).
Aktivis mahasiswa dari sembilan elemen yang turun pada aksi demonstrasi kemarin berjumlah sekitar 120-150 orang. Mereka melakukan aksi sejak pukul 14.30 wita sampai pukul 17.00 wita. Tuntutan mereka hampir sama dengan yang disuarakan LMND, seperti tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tolak penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan presiden tiga periode. Selain itu, mahasiswa dari Cipayung Plus juga menyuarakan 8 tuntutan lainnya, seperti pembelaan hak-hak buruh yang di PHK akibat pandemi Covid-19 hingga kesiapan Bali menjadi tuan rumah KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) G-20 pada November 2022 mendatang, yang diharapkan berdampak pada pemulihan perekonomian Bali.
Para mahasiswa dari berbagai kampus tersebut melakukan orasi di tiga titik, dimulai dari pelataran Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Puputan Margarana). Aksi kemudian berlanjut di depan Kantor DPRD Bali, dan berakhir di depan Kantor Gubernur Bali, yang semuanya berada di Kawasan Niti Mandala Denpasar.
Saat berorasi di depan gerbang Kantor DPRD Bali, mereka gagal menemui anggota DPRD Bali. Hal serupa juga terjadi di depan gerbang Kantor Gubernur Bali. Para mahasiswa tidak bisa bertemu dengan Gubernur Wayan Koster maupun perwakilannya, karena dicegat petugas. Petugas beralasan jam kantor sudah tutup.
Karena gagal menemui pejabat di tiga lokasi tersebut, para mahasiswa mengancam akan kembali turun ke jalan. Mereka mengatakan aksi yang mereka gelar kemarin adalah aksi jilid satu. “Hari ini (kemarin,red) kami tidak bisa bertemu dengan anggota dewan ataupun gubernur. Kami akan mendiskusikan untuk rencana turun lagi,” ungkap salah satu koordinator aksi Arya Gangga kepada wartawan.
Arya Gangga mengungkapkan, secara detail ada delapan point tuntutan mereka kepada pemerintah daerah maupun pusat. Delapan tuntutan itu yakni, mendesak KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) untuk mengusut persaingan usaha yang tidak sehat atau kartel dalam polemik minyak goreng, menuntut pemerintah memperbaiki tata kelola sistem perdagangan, menjamin stok distribusi pertalite agar tidak langka di masyarakat, meminta pemerintah pusat untuk menjelaskan kepada publik tentang kenaikkan harga pertamax, mendesak Gubernur Koster menjadikan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) G-20 di Bali, untuk membangun ekonomi dan pariwisata, mendesak Gubernur Koster untuk memastikan keterlibatan Usaha Kecil Menengah dan Usaha Mikro dalam KTT G-20, mendesak Gubernur Koster memastikan hak-hak buruh yang di PHK akibat pandemi Covid-19, mendorong Pemprov Bali mengoptimalisasikan Pergub Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali, agar terealisasi dengan baik untuk mendukung pemulihan perekonomian Bali.
“Saat ini pemerintah telah menaikan harga pertamax. Anehnya BBM jenis pertalite justru langka. Ini sama artinya mendorong masyarakat untuk menggunakan pertamax. Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat,” ungkap salah satu pendemo dalam orasinya yang dikawal ketat petugas dari Polresta Denpasar. *pol
Komentar