ODGJ Tidak Boleh Putus Obat
Psikiater BRSUD Tabanan, dr I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa SpKj mengingatkan keluarga penderita orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk berikan obat berkesinambungan kepada penderita.
TABANAN, NusaBali
Sebab putus obat memicu emosi dan perasaan ODGJ terganggu sehingga sakitnya kambuh dan mengamuk. dr Mahayasa juga meminta sebaran obat untuk ODGJ diperluas hingga puskesmas dan puskesmas pembantu. Sebab jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal ODGJ ke BRSUD Tabanan memicu keluarga malas cari obat sehingga terjadi putus obat.
dr Mahayasa mengatakan, ada pandangan keliru di masyarakat terkait ODGJ yang keluar dari rumah sakit jiwa. Mereka disamakan dengan penderita sakit biasa yang pulang dari rumah sakit umum dengan status sudah sembuh. Pandangan keliru inilah memicu ODGJ kembali ngamuk lantaran mereka putus obat. “Penderita ODGJ harus mendapat obat berkesinambungan. Putus obat membuat mereka kambuh dan mengamuk,” jelas dr Mahayasa saat menjadi narasumber bimbingan teknis (bintek) penanganan disabilitas ODGJ di Kantor Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Selasa (14/3).
Bintek penanganan disabilitas ODGJ digelar Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkab Tabanan. Bintek dibuka Camat Marga I Gusti Agung Alit Adiatmika menghadirkan 3 narasumber yakni dr I Gusti Bagus Mahayasa SpKJ (BRSUD Tabanan), I Wayan Surpaneka (Dinas Kesehatan Tabanan), dan dr Putu Bagus Erantika (RSJ Bangli). Peserta bintek yakni keluarga penderita ODGJ dari tiga desa di Kecamatan Marga masing-masing Desa Kukuh, Desa Tegaljadi, dan Desa Peken Belayu.
dr Mahayasa menambahkan, konsumsi obat secara kontinyu membuat pikiran dan emosi ODGJ terkendali. Agar sembuh total, hindari penderita ODGJ sendirian atau dalam kondisi bengong. Caranya dengan mengaktifkan mereka bekerja atau melakukan aktifitas yang disenangi. Penderita ODGJ yang dipulangkan dari RSJ Bangli harus diperlakukan dengan baik. “Kadang di masyarakat mereka dijauhi, da ngajak nak buduh (jangan mengajak orang gila, Red). Kata-kata seperti itu adalah hukuman bagi ODGJ,” tandas dr Mahayasa.
Selain itu, dr Mahayasa menegaskan agar obat bagi ODGJ sebarannya harus sampai pelosok. Sampai saat ini obat ODGJ masih di BRSUD Tabanan. “Jika sebaran obat ini merata dan puskesmas mau bekerjasama, permasalahan ODGJ ngamuk bisa diatasi di Tabanan,” tegas dr Mahayasa. Ia mencontohkan, pasien ODGJ yang lokasinya jauh dari Kota Tabanan, enggan datang ke BRSUD Tabanan meski sudah memiliki KIS (Kartu Indonesia Sehat) sebab biaya transportasi cukup tinggi. Jika jarak obat diperpendek sampai puskesmas maupun puskesmas pembantu, niscaya penderita ODGJ tidak putus obat. “Jangan sampai ODGJ juga dapat obat beda. Di BRSUD Tabanan dapat obat A, di Puskemas diberi obat B, ODGJ bisa kumat lagi,” terangnya.
Selain jarak tempuh cari obat ke BRSUD Tabanan jauh, kadang ada keluarga yang tidak care (peduli) dengan ODGJ. Ia sarankan pegawai puskesmas pembantu sebulan sekali kunjungi penderita ODGJ untuk berikan obat injeksi. “Jika ada keluarga yang tidak care, diberi obat juga percuma. Solusinya didatangi dan diberikan obat suntik,” saran dr Mahayasa. Sementara Kepala Bidang Pelayanan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Tabanan, Driana Rika Rona mengatakan, bintek digelar agar masyarakat peduli pada penderita gangguan jiwa. Program tahun 2017 ini ada 5 kecamatan, setiap kecamatan menghadirkan tiga desa yang memiliki ODGJ lumayan. Bintek ini diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada pihak keluarga untuk penanganan ODGJ ngamuk.
Jika ODGJ ngamuk agar dikoordinasikan dulu dengan keamanan desa yakni Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas. Setelah itu bisa langsung dibawa ke RSJ Provinsi Bali di Kabupaten Bangli dengan administrasi memiliki jaminan kesehatan, KTP, dan KK. “Di luar jam kantor bisa langsung ke RSJ Bangli dengan administrasi yang lengkap. Jika masih jam kantor bisa koordinasi dengan kami untuk antar ke RSJ Bangli,” terang Driana Rika Rona. * k21
Sebab putus obat memicu emosi dan perasaan ODGJ terganggu sehingga sakitnya kambuh dan mengamuk. dr Mahayasa juga meminta sebaran obat untuk ODGJ diperluas hingga puskesmas dan puskesmas pembantu. Sebab jarak tempuh yang jauh dari tempat tinggal ODGJ ke BRSUD Tabanan memicu keluarga malas cari obat sehingga terjadi putus obat.
dr Mahayasa mengatakan, ada pandangan keliru di masyarakat terkait ODGJ yang keluar dari rumah sakit jiwa. Mereka disamakan dengan penderita sakit biasa yang pulang dari rumah sakit umum dengan status sudah sembuh. Pandangan keliru inilah memicu ODGJ kembali ngamuk lantaran mereka putus obat. “Penderita ODGJ harus mendapat obat berkesinambungan. Putus obat membuat mereka kambuh dan mengamuk,” jelas dr Mahayasa saat menjadi narasumber bimbingan teknis (bintek) penanganan disabilitas ODGJ di Kantor Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Selasa (14/3).
Bintek penanganan disabilitas ODGJ digelar Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkab Tabanan. Bintek dibuka Camat Marga I Gusti Agung Alit Adiatmika menghadirkan 3 narasumber yakni dr I Gusti Bagus Mahayasa SpKJ (BRSUD Tabanan), I Wayan Surpaneka (Dinas Kesehatan Tabanan), dan dr Putu Bagus Erantika (RSJ Bangli). Peserta bintek yakni keluarga penderita ODGJ dari tiga desa di Kecamatan Marga masing-masing Desa Kukuh, Desa Tegaljadi, dan Desa Peken Belayu.
dr Mahayasa menambahkan, konsumsi obat secara kontinyu membuat pikiran dan emosi ODGJ terkendali. Agar sembuh total, hindari penderita ODGJ sendirian atau dalam kondisi bengong. Caranya dengan mengaktifkan mereka bekerja atau melakukan aktifitas yang disenangi. Penderita ODGJ yang dipulangkan dari RSJ Bangli harus diperlakukan dengan baik. “Kadang di masyarakat mereka dijauhi, da ngajak nak buduh (jangan mengajak orang gila, Red). Kata-kata seperti itu adalah hukuman bagi ODGJ,” tandas dr Mahayasa.
Selain itu, dr Mahayasa menegaskan agar obat bagi ODGJ sebarannya harus sampai pelosok. Sampai saat ini obat ODGJ masih di BRSUD Tabanan. “Jika sebaran obat ini merata dan puskesmas mau bekerjasama, permasalahan ODGJ ngamuk bisa diatasi di Tabanan,” tegas dr Mahayasa. Ia mencontohkan, pasien ODGJ yang lokasinya jauh dari Kota Tabanan, enggan datang ke BRSUD Tabanan meski sudah memiliki KIS (Kartu Indonesia Sehat) sebab biaya transportasi cukup tinggi. Jika jarak obat diperpendek sampai puskesmas maupun puskesmas pembantu, niscaya penderita ODGJ tidak putus obat. “Jangan sampai ODGJ juga dapat obat beda. Di BRSUD Tabanan dapat obat A, di Puskemas diberi obat B, ODGJ bisa kumat lagi,” terangnya.
Selain jarak tempuh cari obat ke BRSUD Tabanan jauh, kadang ada keluarga yang tidak care (peduli) dengan ODGJ. Ia sarankan pegawai puskesmas pembantu sebulan sekali kunjungi penderita ODGJ untuk berikan obat injeksi. “Jika ada keluarga yang tidak care, diberi obat juga percuma. Solusinya didatangi dan diberikan obat suntik,” saran dr Mahayasa. Sementara Kepala Bidang Pelayanan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Tabanan, Driana Rika Rona mengatakan, bintek digelar agar masyarakat peduli pada penderita gangguan jiwa. Program tahun 2017 ini ada 5 kecamatan, setiap kecamatan menghadirkan tiga desa yang memiliki ODGJ lumayan. Bintek ini diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada pihak keluarga untuk penanganan ODGJ ngamuk.
Jika ODGJ ngamuk agar dikoordinasikan dulu dengan keamanan desa yakni Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas. Setelah itu bisa langsung dibawa ke RSJ Provinsi Bali di Kabupaten Bangli dengan administrasi memiliki jaminan kesehatan, KTP, dan KK. “Di luar jam kantor bisa langsung ke RSJ Bangli dengan administrasi yang lengkap. Jika masih jam kantor bisa koordinasi dengan kami untuk antar ke RSJ Bangli,” terang Driana Rika Rona. * k21
Komentar